SuaraSumsel.id - Makanan khas kota Palembang, pempek sudah dikenal menjadi identitas daerah. Keberadaannya pun disebut sudah ada sejak masa Sriwijaya.
Namun, beberapa narasi sejarah mengenai pempek ini dikoreksi oleh sejumlah budayawan dan Dinas Kebudayaan (Disbud) kota Palembang.
Pempek yang sudah menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) milik kota Palembang sejak tanggal 17 Oktober 2014 dikatakan sudah dikenal sejak Kerajaan Sriwijaya.
Salah satu petunjuknya ialah Prasasti Talang Tuwo. Dalam prasasti peninggalan Sriwijaya itu diketahui beberapa jenis tanaman yang sudah ditemui dan dikonsumsi masyarakat.
Baca Juga:Ini Penyebab Angka Kemiskinan Sumsel Naik, Tergolong Daerah Termiskin
Dalam prasasti tersebut dituliskan bagiamana raja Sriwijaya pada tahun 684 masehi sudah menanam jenis tumbuhan di sebuah tanaman yang disebut Srisetra.
Tanaman tersebut terdiri atas jenis tanaman kelapa, aren, sagu, bambu dan jenis tanaman lain. Dalam prasasti tersebut juga disebut kolam yang menjadi tempat hidup ikan-ikan sungai.
Jika mengacu pada jenis tumbuhan itu, maka makanan pempek berbahan daging ikan dan bercampur tepung yang berasal dari sagu, sudah dibuat oleh masyarakat Sriwijaya, kala itu.
Selain pempek, terdapat kuah cuka yang dibuat dari dari gula pohon aren. Bahkan ada yang menyebutkan, jika makanan yang kini dikenal nama pempek sudah menjadi bekal makanan tentara Sriwijaya.
Seiring waktu, masyarakat Palembang juga mengenal makanan berbahan daging dan tepung sagu tersebut dengan nama kelesan.
Baca Juga:Resmi, Bangunan Pemerintahan di Sumsel Wajib Ornamen Tanjak
Nama ini muncul karena proses pembuatannya yang menggunakan alat pipih yang berlubang. Sehingga makanan berbahan daging ikan dan tepung itu lebih berbentuk mi yang kemudian direbus atau dipanggang menjadi pempek kerupuk.
Budayawan Kota Palembang Vebri Al Lintani menilai ada narasi mengenai pempek yang harus dikoreksi. Misalnya pempek yang merupakan makanan berbahan daging ikan dan tepung dipasarkan pertama kali di tahun abad 16 oleh pedagang menggunakan sepeda, maka itu keliru.
Mengingat saat abad tersebut Palembang merupakan masyarakat berkehidupan air atau sungai, sehingga belum mengenai jalan. Pembangunan jalan di Palembang baru dilakukan pada abad ke 18.
Lalu jika abad 16 dikatakan pempek telah dijual pada masa Sultan Mahmud Badaruddin II maka hal tersebut juga perlu dikoreksi. Karena Sultan SMB II diasingkan ke Ternate pada tahun 1821, bukan abad 16.
Kemudian pempek terus dimasak dan dikonsumsi oleh masyarakat Palembang belum untuk diperjualbelikan.
Salah satu penyebab mengapa jenis pempek banyak kreasikan, karena ada tradisi perempuan Palembang yang harus bisa masak saat menginjak usia dewasa.
Baru kemudian, sejarah mengatakan jika pempek dijual oleh pedagang yang bermungkinan etnis China kemungkinan terjadi pada abad 19.
Namun belakangan, setelah seorang yang mungkin berketurunan Tionghoa lebih akrab dipanggil apek menjual makanan.
Kejadian itu diperkirakan sekitar tahun 1916, maka nama kelasan lambat laun berubah. Masyarakat cendrung mengenal pempek berasal dari nama penjual pempek tersebut ketika memanggilnya.
"Apek, apek.. penjual makanan, jadinya pempek," ujar Vebri, Sabtu (20/2/2021)
Sosialisasi sejarah pempek ini dilakukan di toko-toko makanan terkhusus toko pempek di Palembang.
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Palembang Zanariah mengatakan pengoreksian atas makanan pempek yang dibuat oleh etnis China kurang tepat.
"Murni dari Palembang," kata ia, Sabtu (20/2/2021).
Kasi Tradisi dan Adat Dinas Kebudayaan Kota Palembang, Muttaqin menambahkan sosialisasi dilakukan sejumlah pihak, mulai dari sejarawan, budayawan dan pemilik toko pempek di Palembang.
Selama ini masyarakat hanya mengenal pempek sebagai makanan tanpa mengetahui keabsahan sejarahnya. "Karena itu mulai disosialisasikan agar yang beredar selama ini juga dikoreksi kembali," ucap ia, Sabtu (20/2/2021).
Selain itu, pemerintah kota juga sudah mengusulkan tujuh kekayaan budaya Palembang guna diusulkan sebagai warisan budaya yak benda, seperti halnya burgo, rumah rakit, selendang munaroh, tepung tawar, telok abang dan lainnya.