SuaraSumsel.id - Kawasan Kelurahan 36 Ilir sudah lama menjadi pusat pengrajin kemplang panggang di kota Palembang, Sumatera Selatan. Para pengrajin merupakan ibu-ibu yang menghabiskan waktu dari pagi hingga sore hari memproduksi kemplang panggang.
Jenis makanan khas Palembang tersebut diproduksi dengan mempertahankan teknik yang sederhana. Kemplang panggang merupakan makanan olahan dengan bahan baku berasal dari ikan dan tepung.
Sama seperti pempek yang dibuat dengan komposisi ikan dan tepung. Untuk memproduksi kemplang panggang, pempek tersebut kemudian diolah lebih lanjut. Pempek tersebut kemudian diiris-iris tipis dengan ketebalan yang sangat minimal.
“Semakin tipis, semakin rasa kemplang akan gurih,” ujar Ketua Kelompok Klaster kemplang panggang, Sari kepada Suara.com saat dikunjungi awal pekan ini.
Baca Juga:Antisipasi Anomali Cuaca Bikin Gagal Panen, Petani Kopi di Sumsel Diingatkan Hal Ini
Saat pandemi Covid 19, PT. Bank Rakyat Indonesia atau BRI berupa merangkul para pengrajin kemplang panggang dengan membentuk klaster Kemplang Panggang.
Dikatakan pendamping klaster usaha kemplang panggang BRI Unit Simpang Pebem Tanggo Buntung, Nurma Ningsih, jika upaya pendampingan klaster dilakukan dengan berbagai skema.
BRI awalnya menghidupkan klaster dengan membangun tempat yang lebih ramah dan bersih sebagai lokasi produksi kemplang panggang. “Kawasan 36 ilir ini berada di seputaran kantor unit yang kemudian menjadi sasaran program yang utama. Masyarakat yang berada di sekeliling kantor unit guna mengembangkan ekonominya,” ujarnya.
BRI memberikan bantuan dalam produksi misalnya bantuan kompor, tempat panggang. Upaya menghidupkan klaster dilakukan dengan memperbaiki kawasan. “Kami merangkul para pengrajin, pembuat atau pemanggang menjadi klaster binaan dan dampingan,” sambung ia.
Selain merangkul pengrajin, BRI pun membenahi kawasan, misalnya membangun jalan yang lebih memudahkan masyarakat sekaligus pengunjung yang datang. Selain itu, lokasi pembuatan kemplang yang kerap dilakukan di bagian bawah rumah panggung juga dibuat lebih representatif dengan kondisi yang bersih.
Baca Juga:Tiga Ketua Cabor Diperiksa Kasus Dana Hibah KONI Sumsel Rp 37 Miliar
“Dahulu ada beberapa titik tergolong kumuh, karena itu dibenahi dibuatkan jalan yang bagus sekaligus gapura sebagai penanda sebagai pusat kuliner kemplang panggang. Tentu juga dibuatkan alamat google yang memudahkan pengunjung yang akan datang ke sini,” terang ia.
Untuk alat produksi, BRI menyalurkan bantuan berupa kompor, tempat panggang, serta layanan digital pembayaran. “Dengan menjadi klaster usaha BRIncubator, Inkubator Bisnis UMKM, yakni BRI Unit Simpang Pebem,” ujarnya.
Dalam proses penjualan, BRI pun menciptakan pasar melalui marketplace Pasar.id atau sejumlah loka-loka. Para pengrajin kemplang panggang pun makin sering diajak pameran. Dengan produksi yang terus meningkat sesuai dengan permintaan dan pasar nan makin luas, pengrajin pun dikenalkan dengan sistem digital.
“Pengrajin yang terkumpul dalam klaster ini, aktif sebanyak 15 pengrajin, padahal jumlah yang dirangkul lebih banyak. Namun yang rutin memproduksi sekaligus merangkul pekerja yang merupakan warga sekitar terdapat 15 pengrajin berstatus produsen,” ujarnya.
Para pengrajin pun dilengkapi dengan sistem pembayaran digital seperti QRIS. Seperti Ketua Kelompok yang juga memperdagangkan kerupuk kemplang di pasar tradisional pun dilengkapi dengan pembayaran digital QRIS.
“BRI membantu dari hulu yakni pembuatan produk, manajemen usaha seperti kelas inkubasi, sampai pemasaran sekaligus pembayaran digital, dengan harapan para pengrajin menjadi UMKM yang naik kelas, lebih siap dan matang,” imbuh dia.
Dikatakan Nurma, klaster kemplang panggang ini berkeinginan memodernkan proses produksi. Para pengrajin masih menggunakan alat produksi yang sederhana misalnya mengeringkan kemplang yang mengandalkan panas matahari. “Membakar juga masih menggunakan bara api. Meski demikian, pengrajin makin ramah digital,” ungkap Nurma.