Duduk Perkara Konglomerat Haji Halim Jelang Sidang, Benarkah Negara Sebenarnya Tak Dirugikan?

Kuasa hukum Haji Halim berkali-kali menegaskan bahwa negara belum mengeluarkan dana ganti rugi untuk bidang tanah yang disengketakan.

Tasmalinda
Rabu, 26 November 2025 | 20:08 WIB
Duduk Perkara Konglomerat Haji Halim Jelang Sidang, Benarkah Negara Sebenarnya Tak Dirugikan?
Penahanan Haji Halim Ali, tersangka korupsi pengadaan lahan jalan tol [dok Kejati Sumsel]
Baca 10 detik
  • Berkas perkara konglomerat Haji Halim terkait korupsi pengadaan lahan Tol Betung–Tempino–Jambi telah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum.
  • Dugaan utama melibatkan pemalsuan dokumen lahan seluas 34 hektare yang diklaim sebagai milik perusahaannya.
  • Persidangan akan menguji status tumpang tindih lahan, potensi kerugian negara, serta rekayasa administrasi pengadaan.

SuaraSumsel.id - Kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Tol Betung–Tempino–Jambi yang menjerat konglomerat Palembang Haji Halim Ali memasuki babak baru. Berkas perkara pemilik PT Sentosa Mulia Bahagia (PT SMB) itu sudah dilimpahkan dari penyidik Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin ke jaksa penuntut umum, dan dalam waktu dekat ia akan duduk di kursi terdakwa di Pengadilan Tipikor Palembang. 

Haji Halim ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2025 atas dugaan pemalsuan dokumen administrasi lahan seluas sekitar 34 hektare di wilayah Desa Peninggalan dan Simpang Tungkal, Kecamatan Tungkal Jaya, Musi Banyuasin.

Lahan itu diklaim sebagai bagian dari hak guna usaha perusahaan miliknya dan menjadi dasar pengajuan ganti rugi ketika pemerintah menetapkan penetapan lokasi baru untuk proyek Tol Betung–Tempino tahun 2024. 

Jaksa menduga klaim tersebut tidak sah. Dalam ekspose perkara, Kejari Muba menyebut tanah yang diklaim justru merupakan tanah negara, bahkan sebagian berstatus bekas kawasan hutan, sehingga upaya memasukkan nama perusahaan ke dalam daftar nominatif pengadaan tanah dinilai sebagai perbuatan melawan hukum.

Baca Juga:Cuaca Sumsel Hari Ini: Sore Diguyur Hujan, Malam Berpotensi Petir di Palembang dan Sekitarnya

Penyidik menemukan adanya pemalsuan dokumen, mulai dari surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah hingga dokumen pendukung lain yang turut ditandatangani aparatur desa dan pejabat terkait. 

Namun duduk perkara tidak sesederhana itu. Di persidangan terdakwa lain dalam berkas yang sama, yakni pejabat Pemkab Muba Yudi Herzandi dan akademisi Amin Mansyur, mengemuka fakta yang mempersoalkan status wilayah yang disengketakan.

Saksi ahli dan pihak pembela mengacu pada surat keputusan Menteri Kehutanan tahun 1993 dan 1996 yang menyebut sebagian wilayah Desa Peninggalan dan Simpang Tungkal telah dikeluarkan dari kawasan hutan dan berubah status menjadi area penggunaan lain. Jika tafsir ini yang dipakai, lahan tersebut bukan lagi kawasan hutan negara melainkan dapat dikelola pihak swasta. 

Di sisi lain, aparat penegak hukum dan sejumlah ahli kehutanan mengacu pada peta dan surat keputusan berbeda yang memasukkan wilayah itu ke dalam bentang kawasan konservasi dan bekas kawasan hutan negara. Tumpang tindih penetapan ini membuat satu bidang tanah dalam praktiknya dapat dibaca sebagai bekas kawasan hutan, area penggunaan lain, sekaligus lahan HGU yang diklaim perusahaan.

Jaksa menuding ada rekayasa administrasi ketika sejumlah pejabat daerah dan perangkat desa didorong menandatangani surat penguasaan fisik tanah yang secara fakta tidak sesuai dengan daftar nominatif pengadaan tanah yang diumumkan panitia pada akhir 2024.

Baca Juga:5 Kontribusi Strategis Bank Sumsel Babel dalam Memperkuat UMKM di Kabupaten PALI

Dalam keterangan Kejari Muba, seorang pejabat Pemkab Muba bahkan diduga aktif mendesak kepala desa agar menandatangani dokumen tersebut dengan alasan proyek tol tidak boleh terhambat.

Pihak pembela membantah adanya niat jahat. Mereka berargumentasi bahwa Haji Halim yang sudah berusia 87 tahun hanya menandatangani berkas yang disodorkan orang kepercayaan dan tidak terlibat langsung dalam proses teknis pengurusan administrasi.

Di tengah tarik menarik tafsir status hutan dan dokumen tanah, satu isu lain yang mengemuka adalah soal kerugian negara.

Kuasa hukum Haji Halim berkali-kali menegaskan bahwa negara belum mengeluarkan dana ganti rugi untuk bidang tanah yang disengketakan.

Menurut mereka, jika pembayaran belum dilakukan, maka kerugian negara masih bersifat potensial, bukan kerugian riil yang seharusnya menjadi dasar kuat untuk menjerat seseorang dengan pasal korupsi.

Mereka juga menilai hingga kini belum ada audit resmi dari lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan adanya kerugian keuangan negara dalam kasus ini. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak