SuaraSumsel.id - Dua pekan berlaku larangan ekspor Crude Palm Oil atau CPO membuat kondisi harga tandan buah segar atau TBS petani sawit swadaya belum beranjak normal, bahkan dianggap makin anjlok.
Hal itu disampaikan Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Sumatera Selatan atau Sumsel, M Yunus. Dirinya juga mengatakan harga turun drastis hingga Rp500 per kilogram.
"TBS petani swadaya saat ini hancur. Kita dapat informasi kalau harga di wilayah OKI (Kabupaten Ogan Komering Ilir) ada yang mencapai Rp500 per kilogram," ujarnya kepada Suara.com, Kamis (10/5/2022).
Penurunan harga TBS tidak sebanding dengan total biaya yang dikeluarkan petani sawit. Setiap satu kilogram TBS, biaya produksi bisa mencapai Rp1.800. "Kalau harga jualnya di angka Rp1.000 artinya kan para petani harus menomboki," tandasnya.
Tak hanya itu, ketidakpastian lainnya, yakni Pabrik Kelapa Sawit atau PKS saat ini membatasi menerima TBS petani swadaya. Bahkan ada yang sama sekali tidak mau mengambil TBS.
Kondisi tersebut membuat terhambatnya rutinitas petani sawit dan PKS.Sebagian besar CPO yang dimiliki Indonesia di jual ke luar negeri.
Dari total produksi per tahunnya kurang lebih 50 juta ton, alokasi paling banyak disalurkan untuk ekspor yakni 35 juta ton. Sementara, di dalam negeri hanya 15 juta ton.
"Itulah kenapa pabrik membatasi menerima TBS. Mereka tetap melakukan produksi, sementara CPO-nya tidak boleh di ekspor. Kalau mereka sekarang terus mengolah CPO, nanti mau taruh dimana, tangki pengisi sudah penuh," paparnya.
"Ibarat botol, airnya diisi terus tetapi tidak bisa keluar jadinya penuh kan. Tangki-tangki di pelabuhan juga penuh. Jadi otomatis pabrik tidak lagi beli TBS petani," sambungnya.
Baca Juga:Mengumbar Perselingkuhan di Media Sosial, Polwan di Sumsel Ingin Suaminya Dipecat Sebagai ASN
CPO yang sudah diolah bila tidak disalurkan maka akan mengendap di dalam tangki timbun. Kondisi tersebut, kata Yunus, memerlukan pemeliharaan dan pemanasan supaya tidak terjadi pengendapan serta peningkatan asam lemak.
- 1
- 2