Apa Benar Punk Identik dengan Kriminalitas? Bisa Jadi Hanya Stigma

Keberadaan komunitas punk diidentiikan dengan tindakan kriminalitas. Ini stigma.

Tasmalinda
Senin, 05 Oktober 2020 | 09:46 WIB
Apa Benar Punk Identik dengan Kriminalitas? Bisa Jadi Hanya Stigma
Anak punk saat berkumpul, Sabtu (1/12). [Suara.com/Oke Atmaja]

SuaraSumsel.id - Masih ingat dengan aksi unit Jatanras Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Selatan menciduk puluhan anak jalanan di sejumlah titik di kota Palembang pekan lalu. Sejumlah anak yang bergaya punk juga turut dibawa ke kantor polisi.

Mengindentifikasi seseorang dari penampilan dengan sangkaan kriminalitas dinilai sebuah stigma yang salah pada kalangan punk.

Farid Amriansyah yang aktif dalam kancah musik undergroud di Palembang, mengungkapkan permasalahannya ialah keberadaan anak jalanan adalah hasil produk kehidupan sosial kemasyarakatan bahkan ekonomi.

Penanganan tentu pada kedinasan sosial pada pemerintah daerah setempat.

Baca Juga:Dendam Perihal Kerjaan Alat Berat, Petani di Ogan Ilir Tewas Ditikam Teman

“Akan tetapi apakah anak jalanan yang beratribut atau bergaya punk ialah pelaku kriminalitas. Belum tentu, di mana tindakan kriminalitas hendaknya dibuktikan dengan unsur yang membentuknya,” kata dia saat dihubungi Minggu (4/10/2020).

Farid mengungkapkan memberi cap pada seseorang karena penampilan ialah bentuk stigma atau streotip yang salah pada kalangan tertentu. Mereka yang berada di jalanan tentu merupakan hasil dari beragam kultur yang ditemuinya.

“Mengenai tindakan kriminal yang dilakukan tentu butuh pembuktiannya, apa yang dilakukan, unsur dan barang bukti apa yang ditemukan,” sambung ia.

Sehingga, tidak tepat juga jika mengindentikan berpenampilan punk merupakan pelaku kriminalitas. Memberikan stigma karena berpenampilan sama halnya dengan memberi cap kepada seseorang berdasarkan penampilannya.

Sejumlah anak Punk yang tergabung dalam Seniman Terminal (Senter) melakukan kegiatan ngaji bersama di Kampung Lio, Depok, Rabu (15/5). [Suara.com/Arief Hermawan P]
Sejumlah anak Punk yang tergabung dalam Seniman Terminal (Senter) melakukan kegiatan ngaji bersama di Kampung Lio, Depok, Rabu (15/5). [Suara.com/Arief Hermawan P]

“Sama saja analoginya seperti ini. Koruptor itu ternyata berdasi, lalu apakah yang berdasi dan berjas ialah koruptor, “ sambung ia.

Baca Juga:Disdik Babel Suruh Siswa Baca Buku Felix Siauw, Warganet Protes Edarannya!

Sehingga, perlakukan guna menekan potensi angka kriminalitas seharusnya juga mengedepankan unsur sosial kemasyarakatan.

“Permasalahannya jangan diseragamkan. Jika semua yang berada di jalanan ialah kriminal dan semua yang berdandan punk ialah pelaku kriminal, maka seperti inilah bentuk stigma,” ucapnya.

Namun, Farid menegaskan tidak perlu razia jika yang bersangkutan memang tersangkut permasalahan hukum. Mereka yang tersangkut permasalahan hukum silakan untuk diproses hukum.

“Artinya ada hal yang harus ditempatkan sesuai dengan porsinya,” tegas ia.

Farid berpendapat alasan anak-anak jalanan cendrung bergaya punk, ialah bagian dari proses mereka berada di jalanan.

Semua orang bebas berpenampilan pada dirinya, misalnya memilih berambut gondrong, memakai celana pendek atau berpenampilan punk sekalipun.

“Mungkin karena hanya komunitas punk yang bisa menerima mereka dengan beragam latar belakang keluarga, asal daerah maka mereka pun ingin berpenampilan punk. Itu adalah bentuk kebebasan diri,”terang ia.

Farid juga mengungkapkan jika tidak sedikit anak-anak punk di Palembang bisa berkarya, mengajak komunitas lainnya agar keluar dari dunia anak jalanan dan bisa mendapatkan kemandirian.

“Kami juga sering mengadakan aktifitas dari mengorganisir acara musik hingga kegiatan berkepedulian sosial. Teman-temanku yang bergaya hidup punk pun memang multi lapisan bahkan ada yang kuliah sampai S3, ada yang dosen dan tak sedikit juga yang punya prestasi,” tutup ia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini