-
Sekitar 38% usaha mikro di Palembang tutup dalam 12 bulan pertama.
-
Jenis bisnis paling rentan: kafe, butik online, kuliner viral, nail art rumahan, dan rental mobil.
-
Penyebab utama: persaingan, tren cepat berubah, dan lemahnya manajemen.
SuaraSumsel.id - Di tengah semangat masyarakat Palembang membangun usaha sendiri, ada fakta pahit yang jarang dibicarakan: tidak semua bisnis bisa bertahan lebih dari satu tahun.
Beberapa jenis usaha justru cepat gulung tikar, terutama karena persaingan ketat, modal yang cepat habis, dan salah strategi promosi.
Menurut data Dinas Koperasi dan UKM Sumatera Selatan, sekitar 38 persen usaha mikro di Palembang tutup dalam 12 bulan pertama. Sebagian besar di antaranya berasal dari sektor kuliner dan fesyen.
1. Kafe Kopi Tanpa Konsep Unik
Baca Juga:Persaingan Gaji Kian Panas! Bank di Palembang Siap Hadapi Perang Gaji Menjelang 2026
Demam kopi di Palembang belum surut, tapi justru di sinilah jebakannya.
Banyak kafe bermodal kecil bermunculan tanpa diferensiasi yakni sekadar meniru menu dan desain dari tempat viral.
Akibatnya, pelanggan cepat bosan dan berpindah ke kafe lain.
“Kalau nggak punya ciri khas, ya susah bersaing. Orang Palembang sekarang lebih suka tempat yang punya ‘cerita’,” ujar Rizky, konsultan bisnis lokal.
Rata-rata umur usaha: 8–12 bulan.
2. Butik Online yang Hanya Ikut Tren
Baca Juga:5 Langkah Cerdas Cegah Penipuan Lowongan Kerja Online untuk Anak Muda Palembang
Bisnis pakaian lokal, terutama melalui Instagram dan TikTok Shop, sedang booming. Namun, sebagian besar penjual tidak siap menghadapi perubahan tren yang sangat cepat.
Begitu model baju tidak laku, stok menumpuk dan modal tak berputar.
“Bulan ini viral gamis satin, bulan depan bisa pindah ke linen. Kalau nggak gesit, ya tenggelam,” kata Aulia (26), eks pemilik butik daring di Palembang.
Rata-rata umur usaha: 6–9 bulan.

3. Warung Makan Viral Tanpa Kualitas Konsisten
Palembang dikenal dengan kulinernya yang kaya, tapi banyak pelaku UMKM justru terjebak pada euforia viral tanpa jaga rasa dan pelayanan.