-
Sidang perdana kasus dugaan korupsi dana PMI Palembang digelar dengan Fitrianti Agustinda dan Dedi Siprianto sebagai terdakwa.
-
Jaksa menyatakan dana PMI lebih dari Rp4 miliar digunakan untuk kepentingan pribadi, bukan operasional lembaga.
-
Terdakwa menolak dakwaan dan menyebut dana berasal dari anggaran internal PMI, bukan APBD
SuaraSumsel.id - Sidang perdana kasus dugaan korupsi dana Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang 2020–2023 digelar di Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Tipikor Palembang, Selasa. Mantan Wakil Wali Kota Palembang, Fitrianti Agustinda, bersama suaminya, Dedi Siprianto, menjadi terdakwa dalam kasus yang mencuat ke publik karena jumlah kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp4 miliar.
Dalam dakwaan yang dibacakan di hadapan majelis hakim, jaksa mengungkap pengeluaran dana PMI yang sama sekali tidak berkaitan dengan operasional lembaga. Alih-alih digunakan untuk kegiatan kemanusiaan, dana tersebut justru dialihkan untuk kepentingan pribadi terdakwa.
Beberapa pengeluaran yang diuraikan jaksa meliputi:
- Belanja kebutuhan rumah tangga dan parcel senilai Rp664,1 juta.
- Pembelian ayam, biaya sekolah anak, dan krim wajah.
- Laporan pertanggungjawaban fiktif berupa belanja beras dan sembako di Toko Acai Madang, padahal barang tidak pernah dibeli.
- Pembelian papan bunga senilai Rp269,6 juta, di mana hanya Rp29,5 juta yang benar-benar digunakan untuk kepentingan PMI. Sisanya, Rp239,8 juta, dialihkan untuk papan bunga atas nama pribadi Fitrianti dan Dedi sebagai pejabat publik.
- Pembelian satu unit mobil Toyota Hi-Ace atas nama UTD PMI Palembang namun digunakan untuk kepentingan pribadi Dedi Siprianto.
Menurut jaksa, penggunaan dana PMI secara tidak sah ini mencerminkan upaya terdakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain, yang menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp4 miliar.
Baca Juga:Fitrianti Agustinda: Jejak Karier, Ambisi, dan Kontroversi Mantan Wakil Wali Kota Palembang
Meskipun dakwaan telah dibacakan, kedua terdakwa melalui kuasa hukum menolak tuduhan tersebut. Grees Selly SH MH, kuasa hukum Dedi, menilai bahwa dana yang digunakan berasal dari anggaran internal PMI, bukan APBD, sehingga tidak menimbulkan kerugian negara. “Hal ini nanti akan menjadi salah satu poin eksepsi yang bakal kami sampaikan pada sidang berikutnya,” ujar Grees usai persidangan.
Sidang kasus ini akan terus bergulir, dengan fokus pada bukti-bukti pengeluaran dana, laporan pertanggungjawaban fiktif, dan pembelaan terdakwa. Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyoroti bagaimana dana sosial yang seharusnya untuk kepentingan masyarakat dapat disalahgunakan, sekaligus menjadi pelajaran tentang pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan lembaga kemanusiaan.