Selain pakan mandiri, ia pun kini sudah mendiversifikasi jenis ikan yang dibudidayakan. Selain ikan lele yang sudah bertahun-tahun diternakkan, kini ia pun membudidayakan ikan nila dan ikan patin.
Untuk ikan lele membutuhkan lama budidaya selama tiga sampai empat bulan, sedangkan ikan nila dan patin selama 6 bulan. Untuk harga jual ke pedagang pertama, setiap satu kilogram lele dan patin dijual Rp17.000, sedangkan ikan nila bisa dijual Rp25.000.
Dia pun mengungkapkan masih belum lepas sepenuhnya dari pakan (pelet) pabrikan, karena produksi pakan mandirinya masih belum mencukupi kebutuhan hariannya. Dengan kebutuhan pakan per kolam mencapai 2 kilogram, setidaknya ia membutuhkan 10 kilogram bagi 5 kolam yang dibudidayakannya.
Harga-harga jual tersebut berlaku apabila pedagang yang ke kolam dan melakukan pengangkutan mandiri ke pasar. “Sementara ikan-ikan yang tidak terjual atau tersisa dijual mandiri juga ke warga-warga sekitar Kampung Bali, Sungai Gerong,” akunya.
Baca Juga:Menyibak Energi Terbarukan Senyawa Panas Geothermal Menyinari Sumsel
Keuntungan usaha budidaya ketiga jenis itu, ia menganologikan dalam ukuran kwintal atau 10 kilogram.
Untuk ikan lele dengan ukuran dalam 1 kwintal, maka ia akan mendapatkan keuntungan Rp 250 ribu sedangkan ikan nila dan patin mencapai Rp500 ribu. “Jika pakannya berangsur bikin sendiri dengan tidak lagi pakan pabrikan maka bisa untung naik 30 persen,” ujarnya.
Dia mengungkapkan jika ikan-ikan yang diproduksinya juga menjadi pakan budidaya ikan Belida. PT Kilang Pertamina Indonesia (PT KPI) juga melakukan upaya konservasi ikan belida yang membutuhkan makanan berupa ikan-ikan lokal yang diperoleh dari kelompok di Sungai Gerong ini.
“Lebih untung jika dibeli untuk pakan Belida, karena ikan-ikannya bisa dijual pada umur lebih muda, dengan harga sama. Jadi selisih waktu itu bisa diisi dengan pembibitan atau menambah kuantitas ikannya. Bisa dijual muda tapi harga sedikit dewasa,” ujarnya sumringah.
Dalam kesempatan pelatihan bersama kelompok Barokah, Dosen peternakan dari Universitas Sriwijaya Arfan Abrar menjelaskan pelatihan diberikan sebagai solusi pakan ikan. Maggot dikenal sebagai sumber protein tinggi yang menekan penggunaan pelet sehingga mengurangi hingga 30% biaya,
Baca Juga:Menyulam Kembali Kain Alam Keanekaragaman Hayati
"Saat kadar protein mencapai 30% atau lebih, pelet ini akan sangat cocok digunakan untuk ikan patin dan lele, menawarkan alternatif pakan yang lebih ekonomis dan tetap berkualitas tinggi," ujarnya.
Penggunaan maggot sebagai pakan alternatif tidak hanya memberikan nilai tambah, tetapi juga mendukung praktik budidaya ikan yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Pjs Area Manager Communication, Relations & CSR PT Kilang Pertamina Internasional Refinery Unit III Plaju, Ahmad Adi Suhendra mengharapkan pelatihan ini dapat diadopsi lebih luas oleh kelompok pembudidaya ikan lainnya.
"Dengan demikian, secara jangka panjang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan para pembudidaya ikan lokal yang dikembangkan secara integritas di wilayah ini, sekaligus mendukung budidaya yang lebih berkelanjutan,"imbuhnya.