Untuk satwa, Budiono mengungkapkan jika masyarakat masih menjumpai jejak harimau Sumatera serta hewan liar hutan lainnya.
Hutan adat diakui telah melindungi ribuan warga desa Tebat Benawa dengan menyediakan sumber mata air, penghormatan akan adat nan lestari serta daya tarik wisata di desa.
“Warga desa hanya diperbolehkan mengusahakan lahan-lahan di sekeliling hutan adat dengan menanam ragam tanaman, jika pun ingin mengambil kayu hutan hanya diperbolehkan untuk keperluan bangunan umum, seperti tempat ibadah mushola, selebihnya hutan akan terus dijaga sebagai adat yang mengikat,” katanya sembari meyakini nilai hutan adat lestari maka masyarakat pun akan sejahtera.
Pemerintah Kota Pagar Alam pada kesempatan peresmian menyambut baik inisiatif serta kolaborasi antar pihak dengan hadirnya Rumah Produksi Kopi Ringkeh.
Baca Juga:Video Art Sastra Tutur Teater Potlot: Perpaduan Seni dan Lingkungan nan Menginspirasi
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemkot Pagar Alam, Dawam mengatakan jika kota Pagar Alam memiliki 62 persen yang ditetapkan sebagai kawasan lindung, sementara 38 persen lainnya ialah kawasan budidaya.
“Kota Pagar Alam merupakan paru-paru Sumsel dengan PDRB penyumbang kontribusi berasal dari pertanian kopi, sayuran, dan buah-buahan sekaligus jasa perdagangan, dan pariwisata,” ujarnya.
Kopi Pagar Alam sudah terkenal sejak penjajahan Belanda dengan jenis robusta. Petani meyakini jika jenis Robusta, memiliki ketahanan hama sekaligus pemasaran yang lebih mudah.
“Dengan peresmian Rumah Produksi, pemerintah pun semakin berharap akan mampu mendongkrak ekonomi daerah. Meski lahan semakin sempit, namun upaya intensifikasi dengan sambung pucuk pada tanaman kopi akan menambah produksi kopi asal Pagar Alam ini,” ucapnya.
Baca Juga:Mantan Pejabat Pemprov Richard Cahyadi Ditetapkan Tersangka Korupsi