SuaraSumsel.id - “Suara Kebebasan Perempuan, Semua Layak Disuarakan” ini lah yang menjadi tema peringatan hari perempuan internasional tahun ini di Sumsel. Internasional Womens Day (Hari Perempuan Internasional) tahun ini, dilakukan para perempuan deengan menyampaikan 13 tuntutannya.
Perwakilan Komunitas Solidaritas Perempuan Palembang, Yui Zahana mengungkapkan berdasarkan catatan akhir tahun komnas perempuan tahun 2023 diketahui masih minimnya perlindungan dan pemulihan pada perempuan.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumsel juga mendata ada 408 kasus kekerasan pada anak dan perempuan selama 2022.
"Jumlah korbannya mencapai 449 orang. Dari 408 kasus kekerasan di Sumsel, yang paling banyak terjadi di Palembang yakni 59 kasus dengan kasus terbanyak adalah kekerasan seksual,"ucapnya.
Baca Juga:Adik Menhub Budi Karya Dan Adik Ketua DPRD Raup Suara Terbanyak Pileg
Setelah Palembang, terdapat Kabupaten Lahat sebanyak 51 kasus, Ogan Ilir 46 kasus, Musi Rawas 39, Pagaralam 36, Banyuasin 31, Ogan Komering Ilir 31, Ogan Komering Ulu 29. Kemudian, Muara Enim 24, Empat Lawang 15, Prabumulih 14, PALI 14, Musi Rawas Utara 7, Lubuklinggau 4, Musi Banyuasin 3, Ogan Komering Ulu Selatan 3, dan Ogan Komering Ulu Timur 2.
Tercatat jumlah kekerasan di Sumsel dari Januari sampai Juli 2023 ada 376 orang, terdiri dari perempuan 111 orang, anak perempuan 202 orang, dan anak laki-laki 63 orang.
Kasus di atas melengkapi catatan Akhir Tahun Komnas Perempuan tahun 2023 karena minimnya perlindungan dan pemulihan.
Selama 21 tahuan memperlihatkan jika jumlah pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan kasus kekerasan berbasis gender terus bertambah setiap tahunnya.
Sebanyak 339.782 dari total pengaduan tersebut adalah kekerasan berbasis gender (KBG), yang 3442 di antaranya diadukan ke Komnas Perempuan. Kekerasan di ranah personal masih mendominasi pelaporan kasus KBG, yaitu 99% atau 336.804 kasus.
Baca Juga:Viral Bupati Muratara Emosi Pada KPUD, Sampai Bilang Begini
Pada pengaduan di Komnas Perempuan, kasus di ranah personal mencapai 61% atau 2.098 kasus. Untuk kasus di ranah publik, tercatat total 2978 kasus dimana 1.276 di antaranya dilaporkan kepada Komnas Perempuan. Sementara itu, kasus kekerasan di ranah negara hanya ditemukan di Komnas Perempuan, dengan peningkatan hampir 2 kali lipat, dari 38 kasus di 2021 menjadi 68 kasus di 2022.
"Dalam kehidupan sosial setiap warga negara memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya, serta berhak baik secara individu ataupun secara kolektif untuk ikut membangun masyarakat, bangsa dan negara," ucapnya.
"Akan tetapi, pada kenyataannya hingga saat ini posisi perempuan sebagai warga negara masih sering dinomorduakan. Situasi tersebut tentu saja berdampak pada kehidupan perempuan terutama perempuan di desa maupun perkotaan yang dilatar belakangi oleh kuatnya budaya patriarki. Hingga saat ini perempuan masih mengalami penindasan yang berupa diskriminasi, kekerasan fisik, dan psikis, pelabelan atau cap, beban ganda dan marginalisasi," ucapnya.
Dengan mengusung tema “Suara Kebebasan Perempuan” juga mendukung keberagaman, kesetaraan, dan inklusi di seluruh aspek masyarakat.
"Perempuan berhak mendapatkan kesempatan untuk didengar. Bersama-sama kita dapat meruntuhkan hambatan, menantang stereotipe, dan menciptakan masayrakat yang lebih inklusif untuk semua," ucapnya.
Sejarah Hari Perempuan
Hari Perempuan Internasional lahir dari sebuah tragedi kekerasan, gagasan soal feminisme yang sudah muncul di akhir abad 19 dan Hari Perempuan Internasional ini lahir sebagai puncak gerakan para perempuan di New York, Amerika Serikat pada 8 Maret 1857.
Saat itu para buruh perempuan dari pabrik garment melakukan unjuk rasa turun ke jalan untuk memprotes kondisi buruk yang mereka alami, mulai dari diskriminasi hingga tingkat gaji yang tidak setara dengan buruh laki-laki. Aksi unjuk rasa tersebut mendapat tindakan represif dari pasukan polisi yang menyerang untuk membubarkan para demonstran perempuan.
Di tahun 1910, Hari Perempuan mulai diselenggarakan semua kaum perempuan sosialis dan feminis di seluruh negara. Beberapa bulan kemudian berbagai delegasi menghadiri penyelenggaraan Kongres Perempuan Sosialis di Kopenhagen dengan niatan untuk mengajukan Hari Perempuan sebagai suatu hari peringatan internasional.
Gagasan Solidaritas Internasional antara kelas pekerja yang tereksploitasi di seluruh dunia sudah lama disepakati sebagai prinsip sosialis, meskipun seringkali tanpa disadari. Saat itu Partai Sosialis Jerman berpengaruh besar pada gerakan sosialis internasional dan partai itu telah sering memperjuangkan dan mengadvokasi hak-hak perempuan termasuk tokoh-tokoh pemimpin seperti Clara Zetkin.
Konferensi tersebut berhasil dilaksanakan dengan dihadiri lebih dari 100 perempuan dari 17 negara yang mewakili Serikat-Serikat Buruh, Partai-Partai Sosialis, Kelompok-Kelompok Perempuan Pekerja, dan termasuk tiga perempuan pertama yang terpilih dalam Parlemen Finlandia, yang mana semuanya menyambut saran Clara Zetkin dengan persetujuan bulat sehingga sebagai hasilnya dicapailah kesepakatan untuk Hari Perempuan Internasional.
Kemenangan penentuan hari perempuan internasional belumlah menjadi kemenangan sepenuhnya bagi perempuan yakni terbebas dari penindasan. Pun begitu sampai dengan hari ini, diskriminasi, eksploitasi, tindak kekerasan, dan segala bentuk penindasan lainnya masih membelenggu perempuan, terlebih perempuan miskin dan disabilitas.
PERNYATAAN SIKAP
Untuk itu, Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2024, Solidaritas Perempuan Palembang, BEM FISIP UNSRI, GMKI, Aksi Kamisan Sriwijaya, Spora Institute, Kohati HMI Cabang Palembang, KOPRI PMII PC Palembang, AMPERA Memanggil, WALHI SumSel, Spektakel Klab, Sahabat Walhi, BEM FH Unsri, Diploma Unsri. Menyerukan “Suara Kebebasan Perempuan”
Menuntut :
1. Tiada kemerdekaan tanpa kesetaraan perempuan
2. Suara perempuan layak didengarkan
3. Perlindungan perempuan di wilayah konflik
4. Laksanakan reforma agraria sepenuhnya
5. Jaminan kebebasan beragama, berideologi, berkeyakinan, berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat
6. Cuti menstruari, cuti melahirkan dan merawat anak, juga cuti bagi pendamping melahirkan tanpa syarat
7. Mendorong kebijakan dan perlindungan yang memastikan bahwa perempuan memiliki kebebasan untuk menyuarakan pendapat mereka tanpa takut akan hukuman.
8. Menciptakan ruang yang inklusif bagi semua perempuan untuk berpartisipasi.
9. Mengambil langkah-langkah tegas untuk mengakhiri segala bentuk kekerasan, pelecehan, dan diskriminasi terhadap perempuan, serta memastikan akses mereka terhadap keadilan dan pemulihan.
10. Hentikan kekerasan dan perempasan sumber daya kehidupan perempuan
11. Stop kriminalisasi aktivis pembela HAM
12. Stop pemaksaan perkawinan
13. Stop kekerasan seksual di ruang lingkup pendidikan dan tempat kerj