SuaraSumsel.id - Sebagai kota yang memiliki slogan EMAS yaitu Elok, Madani, Aman dan Sejahtera, Palembang Sumatera Selatan dirasa belum begitu maksimal dalam menata kota. Terlihat dari salah satu permukiman warga yang berada di sekitar sungai Sekanak Lambidaro, tepatnya di rumah susun (rusun) yang berada di kawasan Kelurahan 24 dan 26 Ilir Palembang.
Meskipun saat ini wajah sungai Sekanak Lambidaro terlihat cantik karena berhasil direstorasi oleh pemerintah namun nyatanya hal tersebut tidak bisa membantu menghilangkan reputasi rusun sebagai kawasan yang "kumuh" yang telah berdiri selama 38 tahun tersebut.
Rumah susun yang terletak di pusat kota tersebut harusnya menjadi titik fokus pemerintah dalam mempercantik rupa kota Palembang, terutama dalam mewujudkan slogan EMAS yang selalu digaungkan oleh Wali Kota Palembang saat ini.
Menurut warga kota Palembang yang tidak tinggal di wilayah tersebut Dila mengungkapkan adanya keresahannya saat melintas di daerah tersebut. Pemerintah seharusnya memberikan perhatian lebih kepada perawatan di rumah susun.
Baca Juga:Inflasi Sumsel di Penghujung Tahun 2022 Diprediksi Naik Namun Terkendali
"Saya tidak tinggal di rusun, tapi setiap lewat merasa di dalam sana sepertinya kawasannya tidak sehat, bak sampah yang dekat dengan orang jualan makanan, belum lagi jalannya terlalu kecil sedangkan mobil dan motor banyak juga yang lalu lalang," katanya.
Selain itu, Dila mengatakan bahwa lebih baik kawasan tersebut direlokasi dan dijadikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk menambah kesan cantik sungai Sekanak Lambidaro.
"Karena menurut saya, itu permukiman kumuh di tengah kota sehingga tidak sedap dipandang. Kalau di relokasi, lahan itu bisa jadi taman kota yang ramah untuk anak-anak. Terus juga di kawasan tersebut sudah tidak rindang lagi, semenjak sungai sekanak lambidaro direstorasi sepanjang jalan itu pohon yang sudah berdiri puluhan tahun ditebang, sehingga makin keliatan gersang," tambahnya.
Salah satu ibu rumah tangga yang bermukim di kawasan rumah susun yaitu Aini menjelaskan jika dirinya merasa nyaman tinggal di rusun yang berada di tengah kota tersebut.
"Saya dari tahun 1988 pindah kesini, jadi hampir 34 tahun tinggal di rusun. Saya sih nyaman saja karena mata pencarian saya dari dulu di sini, dekat juga kalau mau kemana-mana jadi kalau dibilang nyaman ya nyaman," katanya saat ditemui di rumahnya pada Rabu, (3/8/2022) kemarin.
Baca Juga:Modus Pembobol ATM Lintas Provinsi: 26 ATM Bank Sumsel Babel Dibongkar Dengan Alat Capit
Saat disinggung mengenai kendala selama bermukim di rusun, Aini menyebutkan bahwa ia hanya merasa resah karena banyaknya preman yang ada di sekitar lingkungan rumah susun atau blok.
"Kalau kita di blok ini memang suka ada preman yang usil, meskipun tidak setiap hari. Karena di sini memang warganya banyak, jadi beragam manusia semua ada," kata Aini.
Terkait reputasi kawasan "kumuh" yang saat ini lekat pada rumah susun, Aini tidak menampik hal tersebut. Pasalnya ia menyebutkan bahwa saat ini warga yang tinggal di permukiman tersebut tidak mempunyai banyak pilihan.
"Karena sudah bertahun tahun di sini, jadi perubahannya memang disaksikan secara langsung. Awalnya semua kan bagus, mulai dari pipa saluran air, tangga untuk akses naik turun dan kloset. Tapi makin lama semua kan makin tua jadi tangga sudah tidak sekokoh dulu bahkan di blok ini pernah roboh dan pipa saluran air kita juga sudah tidak berfungsi atau mampet," keluhnya.
Keluhan lain yang dirasakan oleh warga yang bermukin di rusun yaitu tidak adanya tempat untuk menjemur pakaian, sehingga pilihan mereka adalah di depan pintu atau di belakang jendela yang langsung menghadap ke jalan.
"Kita tidak disediakan tempat khusus untuk warga jemur baju, jadi kami juga tidak punya pilihan. Sedangkan rumah susun ini tidak terlalu besar, makanya banyak yang sembarangan jemur pakaian, tapi sekarang sudah ada aturan tidak boleh lagi jemur pakaian di belakang atau di jendela, semua harus di depan pintu teras," tuturnya.
Ibu yang sehari-hari berjualan dengan minitipkan minuman ke warung-warung tersebut mengatakan bahwa saat ada kerusakan atau kerobohan di satu blok, maka warga akan meminta bantuan dengan mengajukan proposal.
"Kalau mau dekat pemilu, pasti kami dibantu oleh partai-partai. Tapi kalau tidak musim pemilu, kalau mau benerin apa-apa kami ngajukan proposal atau sumbangan. Karena kalau rumah ini sudah lunas, pemerintah sudah tidak bertanggung jawab atas segala bentuk kerusakan," jelasnya.
Keluhan lain yang diungkapkan Aini yaitu saat melakukan restorasi sungai Sekanak Lambidaro beberapa waktu lalu, pemerintah tidak menyeluruh dalam merenovasi kawasan rusun.
"Waktu direstorasi ada desas desus mau dipercantik, tapi ternyata yang di cat hanya rusun yang langsung terlihat dari sungai Sekanak Lambidaro. Kami yang di belakang tidak kebagian jadi ya sudah. Karena sebenarnya yang harus diperbaiki itu atapnya karena sudah rapuh, jadi di cat saja sebenarnya tidak cukup tapi tetap kita apresiasi," tutupnya.
Kontributor: Siti Umnah