SuaraSumsel.id - Terletak Jauh dari pusat Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan, Masjid Nurul Huda masih berdiri kokoh, namun dibalik kekokohannya, masjid tua ini banyak keterbatasan dan kekurangan.
Lokasinya berada di Kelurahan Durian Rampak, Kecamatan Lubuklinggau Utara I, Kota Lubuklinggau, atau masuk kejalan di SMK Negeri 4 Lubuklinggau sekitar 2 Km.
Warga dahulunya menyebut daerah itu dengan sebutan Blok Selikur, Dusun Trijaya.
Untuk menuju ke lokasi Masjid tua tersebut, butuh waktu sekitar 30 menit, karena dari Jalanlintas Sumatera atau Jalinsum masuk ke lokasi masjid jalannya rusak parah dan belum pernah ada sentuhan dari Pemerintah.
Baca Juga:Program Food Estate di Sumsel Diminta DPR Dievaluasi
Jalan menuju masjid melewati jalan-jalan tanah dan bercampur batu-batu, dan ketika hujan, jalan-jalan berlobang banyak digenangi air bercampur lumpur, sehingga mengakibatkan jalan sulit dilintasi baik dari pengendara sepeda motor maupun mobil.
Lebih sedihnya lagi, masjid tua itu tidak memiliki lampu penerangan, sehingga saat jemaah akan sholat terpaksa dengan penerangan seadanya.
Selain itu masjid itu juga tidak memiliki pengeras suara, dikarenakan amplifier dan toa rusak.
Seorang pengurus masjid Tua Miswanto atau disapa Pak Jaong (59) menceritakan, kalau masjid ini awal mulanya adalah Musholah, pada tahun 1980. Pada masa itu penduduk di sekitar masjid masih berjumlah 80 Kartu Keluarga (KK) sehingga warga berinisiatif merubahhya menjadi masjid.
“Warga bersama-sama bergotong royong membangun masjid, membawa material batu bata, pasir dengan jarak setengah kilometer, dan untuk pondasi warga mengambil batu dari sungai,”kata Pak Jaong.
Baca Juga:Positif Covid-19, Polda Sumsel Isolasi Puluhan Pemudik
Terus dengan peralatan seadanya, dan bantuan warga sekitar, satu bulan masjid bernama Nurul Huda berdiri dengan ukuran panjang 8 meter dan lebar 8 meter, sudah bisa digunakan untuk beribadah.
Kemudian terang dia, satu persatu penduduk yang tinggal di Blok Selikur Dusun Trijaya mulai meninggalkan dusun dan lebih memilih tinggal di pusat Kota Lubuklinggau.
Mereka meninggalkan Dusun Trijaya, karena mayoritas warganya adalah orang Jawa, sehingga mereka merasa terancam dan takut tinggal di Dusun Trijaya karena sering terjadi kriminilatas saat itu.
“Guna mencari tempat yang aman akhirnya masyarakat banyak yang pindah, dan sekarang jumlah Masyarakat yang tinggal disini sudah tinggal 10 KK saja dari sebelumnya 80 KK,”ujarnya.
Karena Masyarakat sudah banyak pindah, menyebabkan Masjid Nurul Huda mulai tak terawat namun masih aktif, karena yang menggunakan masjid tidak banyak orang, Masjid ini sendiri kurang mendapatkan perhatian infaq.
Kini, sambung dia, bisa dilihat sendiri kondisi masjid yang sangat memprihatikan, Kubah masjid tambah rusak, dinding sudah mulai rapuh dimakan usia, selain itu banyak yang terkelupas.
“Ambal sajadah mulai rusak, mimbarnya dak terawat, selain itu tidak ada lampu penerangan, amplifier dan toa sudah rusak,”terang dia.
Terus Karena masyarakat sedikit, masjid paling digunakan untuk sholat fardhu, dan alhamdulillah Shalat tarawih dan Idul Fitri kemarin juga bisa digunakan.
Untuk fasilitasnya, bisa dilihat sendiri tidak ada fasilitas, saat ini fasilitas sedang diusahakan pembaikan amplifier dan membeli Baterai Aki.
Disini sangat dibutuhkan pengeras suara dan penerangan minimal lampu tenaga surya, ya, kalau memang ada donatur tolong diulurkan masyarakat muslim disini, karena masyarakat disini termasuk masyarakat yang terisolasi.
“Jalan bisa dilihat sendiri rusak parah dan untuk kegiatan ibadah minim fasilitasnya tidak ada, tolong ada perhatian dari donatur, karena ini berada di Kota Lubuklinggau,”ujar dia.
Jadi terang dia, masjid ini sangat butuh penerangan dan pengeras suara, jadi orang disini bisa melaksanakan sholat magrib ada penerangan. Sekarang ini guna penerangan dia rela membeli lampu tenaga surya memesan di online dengan harga Rp 50 ribu.
“Karena tidak ada donatur,”tutupnya.
Kontributor: Renaldi