Kenangan Filuz Mursalin, Seniman Palembang Nan Sederhana Kaya Karya

Seniman Palembang, Filuz Musalin berpulang. Kenangan sahabat sekaligus seniman, Conie Sema menjadi catatan perjalanan karir Filuz Yakwa berkesenian.

Tasmalinda
Minggu, 14 Februari 2021 | 07:35 WIB
Kenangan Filuz Mursalin, Seniman Palembang Nan Sederhana Kaya Karya
Cover Album Filuz Mursalin [Youtube Official Filuz]

SuaraSumsel.id - Seniman Palembang dengan pribadi yang sederhana telah berpulang, Piluz Mursalin menghembuskan nafas terakhirnya, Jumat (12/2/2021) kemarin.

Banyak kenangan mengenal sosok yang juga terkenal dengan lagu Yakwa dan Mutiara Palembang ini.

Seorang seniman Palembang, Conie Sema menuliskan kenangan "Mimpi Panjang" Filuz Mursalin.

Diceritakan Conie pada tahun 1990, ia bertemu dengan lelaki sederhana tersebut di Taman Budaya Sriwijaya Palembang saat masih di wilayah kampus.

Baca Juga:Jelang Imlek, Harga Karet Sumsel Stabil Rp 19.000/kg

Filuz, panggilan akrabnya memperkenalkan beberapa lagu ciptannya. Salah satu yang paling diingat yakni berjudul Mimpi Panjang.

"Kami berdua langsung akrab. Dalam perjalanan waktu saya sering menginap di rumahnya, kawasan Yayasan 5, Sekojo Palembang. Lagu "Mimpi Panjang" karya Filuz di tahun 1980-an itu melodinya cukup sederhana, dan menjadi salah satu lagu favoritku," ungkapnya Jumat (13/2/2021).

Tetapi, sambung Conie lagu tersebut sepertinya berakhir. Ibarat sebuah perjalanan panjang yang telah sampai pada tujuannya, yakni sebuah tempat yang abadi.    

"Selama proses berkesenian saya dan Filuz, sering bertemu di studionya. Sebuah kamar tidur yang diubah menjadi ruang musik. Di ruang itu beberapa lagu sempat kami ciptakan, yang sebagian besar temanya berkaitan dengan situasi sosial politik masa itu, yakni orde baru," sambung ia. 

Hingga sekitar Tahun 1992-1993, sambung Conie, keduanya berkenalan dengan pemuda yang peduli kesenian, Damiri Syamsudin.

Baca Juga:Sumsel Alokasikan Anggaran Rp 30 Miliar bagi Karhutla

"Waktu itu, Kak Dam, panggilan akrab Damiri Syamsudin, siap menjadi penyandang dana buat kami membuat album," sambung ia.

Akhirnya Conie dan Filuz bersama kawan lainnya antara lain Dimas Agoes Pelaz, Anwar Putra Bayu, Tarech Rasyid, sebagai penanggung jawab project, juga A'ang Arsyad dan Mas Igun Gunarso, serta T Wijaya dan Acun atau Syamsul Fajri berkenan memberikan syair-syair puisinya untuk dibuat lagu.

"Acun juga berkenan memberikan tempat di rumahnya selama proses penggarapan album tersebut," ujar ia.

Lalu kurang lebih dua bulan, Conie dan Filuz berhasil menuntaskan sekitar delapan lagu untuk album berjudul "Demokrasi" dengan grup diberi nama Palsta (Palembang Satation).

Namun karena persoalan non-teknis, album tersebut meski sudah kelar, tapi tidak jadi dipublish.

"Kemudian usai dari situ. Tahun 1995, saya pindah ke Lampung, karena mendapat pekerjaan menjadi koresponden RCTI. Setahun di Lampung, Filuz berangkat ke Lampung dengan menunjukkan beberapa lagu barunya yang syairnya berbahasa Palembang," kenang Conie.

Hampir dua bulan di Bandar Lampung, kedua akhirnya membuat satu lagu berbahasa Palembang, "Cup Mutung" yang kemudian berganti judul "Yakwa". Lagu ini ternyata menjadi populer dan masterpiece album "Palembang Gaul"nya Filuz. Hingga sekarang ini "Yakwa" identik dengan Filuz. Bahkan orang sering menyebutnya Filuz Yakwa.

"Setelah lama saya absen di kesenian, Filuz tetap berkarya. Dia beberapa kali membuat konser musik, kolaborasi dengan seniman di Palembang, Jakarta dan Yogyakarta. Beberapa album diproduksi. Terakhir ia menggarap project album religi yang sempat juga didukung sahabatnya, Opick Tombo Ati, Mas Edi Haryono, Mas DS Prihadi, dan kawan-kawan Bengkel Rendra yang akrab dengannya," ungkap ia.

.Tahun 2018-2020 Filuz juga tengah menyiapkan labum religi keduanya "Bersahaja Tanpa Prasangka". Beberapa lagunya sempat dikenalkannya ketika main ke studio Teater Potlot di kawasan Trikora, "Cukup Allah Bagiku" dan "Aku Merindukan Rosulullah". Lagu-lagu religinya bisa didengar di kanal Youtube-nya: Filuz Mursalin Official. 

Filuz adalah sosok seniman yang sangat terbuka, peduli dan tulus dalam pergaulannya dengan kawan pekerja seni. Ia bergaul dengan semua seniman.

Tidak hanya musik, juga sastra dan teater. Komunikasinya dengan para penggiat sastra dan teater cukup baik. Dia tidak segan menawarkan diri untuk membantu kawan-kawan yang tengah menyiapkan produksi.

Di Teater Potlot, Filuz sudah jadi bagian keluarga. Meski dia bukan anggota Potlot. Filuz dulunya dikenal bagian komunitas Teater Kembara, asuhan Almarhun Asriel Chaniago.

Di Potlot sendiri setiap ada produksi pasti ia hadir menyemangati kawan-kawan Potlot, misalnya produksi pentas "Rawagambut" (2017) dan "Puyang" (2018), "Talangtuwo: Glosarium Project" (2019).

Di rumahnya yang dijadikan markas kumpul anak-anak musik, ia bersama beberapa sahabatnya sempat mendirikan Komunitas Mastura Art dan grup musik Ponjen dikomandoi adiknya Dadan Be (alm).

Di halaman belakang rumahnya dia bangun studio musik buat menggarap lagu kawan musisi di Palembang. Ia juga sempat bersama Acun (Syamsul Fajri) rencana membuat kantong teater di Mastura Art.

Terakhir dia dan kawan-kawannya membuat pojok diskusi di Sanggar Piranha, bersama Acun, Asmaran Dani, Eriq Zain, Izhar Hadi, JJ Polong, Cipto, Alexa Ade, Dahlia Rasyad, Ahmad Subhan, Gemi Mohawk, dan lain-lainnya.

Beberapa teman Dewan Kesenian Palembang terlihat sering diundang ke angkringan barunya itu.

"Sayang saya belum sempat mampir. Saya yakin banyak sahabat kesenian memiliki cerita sendiri bersama Filuz. Kenangan yang sulit untuk dilupakan, memiliki obituari sendiri-sendiri. Sebagai sahabat dekat, saya yakin  tak ada kenangan buruk setitik pun darinya. Filuz orang baik," ujar Conie.

Jumat sore, 12 Februari 2021, sahabat yang sederhana dan baik ini, telah dipanggil ke hadirat Allah SWT.

"Saya begitu sedih. Karena seminggu sebelum wafat beliau, saya sempat ingin bersilaturahmi ke rumah beliau. Tetapi karena sesuatu kesibukan akhirnya batal. Selamat jalan sahabatku. Dunia seni adalah pilihan hidupmu. Engkau ikhlas dan tulus mengabdikan apa yang kau miliki untuk dunia kesenian," kata Conie.

Karya-karya yang penuh dengan pesan kebaikan itu, akan tercatat dan selalu dikenang.

"Pulanglah tenang sahabat ke tempat abadimu. Semoga segala kebaikanmu dan doa-doa kami buatmu akan meringankan langkahmu menuju taman yang teduh. Taman terindah milikNya. Aamiin Ya Rabbal Alamin," doa Conie.

Filuz Mursalin, seniman Palembang [dok.Conie Sema]. Filuz Mursalin meninggal dunia, Jumat (12/2/2021).
Filuz Mursalin, seniman Palembang [dok.Conie Sema]. Filuz Mursalin meninggal dunia, Jumat (12/2/2021).

Sosok Filuz

Jiwa seni Filuz Mursalin semasa kecil mulai tampak saat ia mengurai kreativitasnya dengan membuat alat-alat musik sendiri untuk bernyanyi dan bersenang-senang.

Dengan papan seadanya, Ia merakit gitar dan juga ember-ember Ia bereksperimen membuat tetabuhan drum. Ketika kelas lima sekolah dasar, Filuz mencoba bermain alat muik sungguhan.

Gitar menarik minatnya. Seorang teman sekolah berbaik hati mengajarinya bermain gitar. Hari-harinya dihabiskan untuk terus berlatih sembari mendengarkan lagu-lagu favoritnya termasuk "Golden Wing" yang dinyanyikan oleh Karel Simon, dan lagu-lagu milik Koes Plus.

Di saat yang hampir sama, Filuz kecil menciptakan sendiri lagunya yang pertama berjudul "Oh Mama, Oh papa."

Tahun 1981, Filuz mencoba mencari penghasilan dengan cara menghibur para pengunjung beberapa rumah makan. Katakanlah, Ia salah satu pelopor dunia perngamenan di Kota Palembang.

Berbekal gitar dan harmonika, Filuz menyusuri jalan-jalan di kota Palembang, terutama di kawasan Jalan Veteran. Pergelutan waktu mempertemukannya dengan hitam putih dunia jalanan.

Sempat ia mencoba ganja yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi mentalnya dua puluh tahun lamanya. Ia menjadi paranoid.

Sebuah perkenalan yang mesti ia bayar mahal. Banyak kesempatan emas yang gagal diraih.

Tahun 1989 kesempatan rekaman di Musica Studio Jakarta atas bantuan Iwan Fals, harus dilepas karena bayang-bayang kematian yang memburunya. Bahkan tawaran dari Ken Zuraida, istri mendiang WS Rendra untuk memimpin kelompok musik binaan beliau, "Kelompok Musik 89" juga tak kesampaian.

Namun di balik sisi kelam itu, Filuz juga berjumpa dengan teman-teman yang berjiwa seni sama dengannya, hingga mulai tertarik dan bergabung dengan teater Kembara.

Di Kembara, Filuz tetap pada talentanya sebagai pemusik. Ia mengiringi lajur teater dengan petikan-petikan gitarnya.

Prestasi gemilang diraihnya saat di tahun 1982, Ia dan teman-teman memenangi musik terbaik festival teater "Sebambangan", sebagai juara pertama.

Rekam jejak Filuz semakin matang, Ia berkesempatan pentas bersama WS. Rendra di Bengkulu. Lalu tahun 1995, ia menyumbang sebuah lagu "Cerita Cinta" di album band rock kota Palembang, Steel Warrior, dan pada tahun 1996 ia berkesempatan berkolaborasi dengan penyanyi religius, Opick di Bella Studio Jakarta.

Pada 19 Mei 2008, Filuz mendirikan sebuah band bernama Ponjen, bersama teman-teman di studio Bayangan Semesta Alam, di Jalan Talang Ratu, Palembang.

Meski dikenal oleh banyak orang berkat karyanya bersama Conie Sema pada lagu berjudul "Yakwa" yang sempat populer di kalangan warga kota Palembang dan sekitarnya pada tahun 2003 dan 2004, Filuz tetap ingin hidup mandiri dan sederhana.

"Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, saya beternak ayam kampung di rumah, "Saya tidak ingin mencari uang dalam berkesenian."ujar Filuz.

 Kini, pria lajang ini telah membangun Komunitas Gudang Seni di rumahnya di bilangan Sekojo, Palembang, yang berkonsentrasi pada musik tradisional Batanghari Sembilan.

Tanggal 14 Desember 2010 lalu, Dewan Kesenian Sumatera Selatan memberikan anugerah seni dengan tajuk Anugerah Batanghari Sembilan kategori musik. Dan terakhir, Ia diminta oleh Iwan Fals untuk memberi sebuah karyanya berjudul "Semua Ada Kesudahan."

Sungguh, sebuah proses menuju pencapaian yang luar biasa.

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini