Jejak Penyulut Api Karhutla di Sumsel, Siapa Bertanggungjawab? (1)

Kebakaran hutan dan lahan atau Karhutla di Sumatera Selatan terus berulang. Siapa yang bertanggungjawab?

Tasmalinda
Senin, 07 Desember 2020 | 22:50 WIB
Jejak Penyulut Api Karhutla di Sumsel, Siapa Bertanggungjawab? (1)
Helikopter waterbombing parkir di Lapangan Udara (Lanud) Sri Mulyono Herlambang yang bersebelahan dengan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Sumsel, Senin (16/9/2019). (Antara)

Tanaman yang sudah dan belum dipanen hangus terbakar.

Pepohonan tampak menghitam pada kulit dan batang yang terbakar. Pada petak ini, perusahaan telah melakukan penanaman kembali, karena terlihat banyak batang yang sudah diratakan oleh alat berat dan bersiap untuk tahap penanaman selanjutnya.

Begitu pun yang terjadi pada petak SBE 2140 Distrik Beyuku, dari kejauhan tampak masih menghitam permukaannya.

Investigasi ke lapangan ini menyertakan pengamanan dari aparat kepolisian. Setelah diverifikasi tanaman akasia liar yang tumbuh di areal bekas dipanen telah terbakar dan dalam proses pembersihan.

Baca Juga:Kesedihan Keluarga Serang Speedboat yang Hilang: Ia Biasanya Cepat Pulang

“Akasia tumbuh yang menurut pekerja baru sekitar 2 hari dikerjakan. Kondisi serupa juga tidak jauh berbeda, di petak lainnya, yakni petak SBN 2150,” katanya kepada Suarasumsel.id-jaringan Suara.com, dalam wawancara yang berlangsung tertulis belum lama ini.

Pada proses verifikasi, titik api juga ditemukan di areal konservasi yang telah terbakar, tidak hanya di bagian luar, namun juga bagian tengah yang topografinya relatif sudah terbuka.

“Tidak nampak pula upaya pengendalian yang cukup guna mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan,” sambung Prof Bambang.

Dalam persidangan di akhir tahun 2014 itu, Prof Bambang memastikan jika tanaman akasia yang terbakar secara kasat mata, tumbuh tidak terlalu baik karena banyak gulma dan tumbuhan permukaan di lahan tanaman.

“Diketahui juga saat verifikasi lapangan jika bagian terluar dari lahan terbakar tidak berbatas langsung dengan perkampungan penduduk karena jaraknya yang sangat jauh,” terang ia.

Baca Juga:Berencana Liburan di Akhir Tahun? Tiket Kereta Api Sudah Bisa Dipesan Lho

Selain itu, diketahui juga jika berdasarkan hasil verifikasi jumlah karyawan di distrik Simpang Tiga hanya sebanyak 53 orang, sekaligus hanya memiliki satu tim pasukan pemadam kebakaran yang hanya berjumlah enam orang.

Temuan lainnya, pengendalian kebakaran di distrik tersebut sangat minim.

Di lokasi, tidak tersedia menara pengawas api, papan peringatan, alat pompa, dan selang yang terbatas dan sudah nampak lapuk.

Terdapat juga gudang yang menyimpan peralatan yang tergabung dengan kantor alat tulis dengan kondisi gedung yang tidak memadai.

“Titik menara pemantau api tidak berada di dua distrik ini. Alat transportasi di distrik Simpang Tiga hanya satu kendaraan Caisar yang sangat terbatas dan perahu bermesin kecil,” ujar ia.

Pembuktian titik panas atau dikenal hotspot bersumber dari pengamatan satelit Terra Aqua MODIS milik NASA.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini