Dari Kilang ke Dapur Rakyat: Inovasi Kurangi Asap, Tingkatkan Harapan

Dulu asapnya sampai hitam, rumah tetangga pun jadi berjelaga, kenang Windi, pengrajin ikan salai di Sungai Gerong.

Tasmalinda
Senin, 27 Oktober 2025 | 11:30 WIB
Dari Kilang ke Dapur Rakyat: Inovasi Kurangi Asap, Tingkatkan Harapan
Mesin pengasapan yang merupakan inovasi dari PT Kilang Pertamina Plaju
Baca 10 detik
  • Kilang Pertamina RU III Plaju menciptakan alat Sistem Kondensasi Ikan Asap untuk mengurangi polusi di Sungai Gerong.

  • Inovasi ini membuat proses pengasapan ikan lebih cepat, bersih, dan ramah lingkungan.

  • Program Belida Musi Lestari memperkuat ekonomi lokal dan mendukung penerapan prinsip ESG Pertamina.

SuaraSumsel.id - Di tepian Sungai Gerong, di mana pagi sering diselimuti kabut dan aroma ikan asap, ada suara yang berubah. Bukan lagi batuk para pengrajin, bukan lagi dengus asap kayu yang menyesakkan, melainkan desiran lembut alat logam berpendingin air, yakni karya tangan-tangan insinyur dari Kilang Pertamina RU III Plaju.

Dari sinilah cerita sederhana tapi berarti itu bermula. Sebuah kilang tua, yang selama lebih dari satu abad menjaga pasokan energi negeri, kini melahirkan energi jenis baru yakni energi empati.

“Dulu asapnya sampai hitam, rumah tetangga pun jadi berjelaga,” kenang Windi, pengrajin ikan salai di Sungai Gerong.

Ia sudah bertahun-tahun hidup berdampingan dengan asap — asap yang membuat ikan matang, tapi juga membuat paru-paru berat.

Baca Juga:Sumsel Sepekan: Dari Kritik ke Laporan Polisi, Ada Apa di SMKN 7 Palembang?

Kini, dengan bantuan alat baru dari Pertamina, pengasapan tak lagi jadi momok. Alat itu bernama Sistem Kondensasi Ikan Asap, inovasi yang meminjam prinsip dari jantung kilang minyak yakni Crude Distillation Unit (CDU).

“Asap dari pembakaran tempurung kelapa dialirkan ke dalam pipa spiral berpendingin air. Di situ, suhu diturunkan hingga uapnya berubah menjadi cairan, disebut liquid smoke,” jelas Siti Fauzia, Area Manager Communication, Relations & CSR RU III Plaju.

“Asapnya tidak lagi keluar ke udara. Hasil kondensasinya justru bisa digunakan kembali sebagai pestisida alami.”

Hasilnya mencengangkan: proses pengasapan jadi 30 persen lebih cepat, suhu bisa dikontrol stabil, dan ikan matang merata tanpa aroma gosong. Udara lebih bersih, pengrajin lebih sehat, dan masyarakat sekitar tak lagi mengeluh.

Inovasi ini bukan sekadar teknologi, yakni jembatan antara dunia industri energi dan kehidupan masyarakat kecil.

Baca Juga:Klasemen Porprov XV Sumsel Berubah Drastis! Dua Emas Muba Resmi Dicabut

RU III Plaju, melalui Program Belida Musi Lestari, menciptakan rantai ekonomi hijau dari hulu ke hilir: mulai dari kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) yang memasok bahan baku, hingga UMKM Jasmine Suger yang mengolah dan memasarkan ikan salai ramah lingkungan seharga Rp75 ribu per kotak.

“Ekosistemnya kami bentuk agar setiap orang terlibat: petani ikan, ibu rumah tangga, dan generasi muda,” kata Siti.

Di bawah program ini, ekonomi lokal di Sungai Gerong tumbuh lebih stabil. Kapasitas produksi meningkat 30 persen, dan citra produk UMKM naik berkat label ramah lingkungan.

Bagi Siti, inovasi ini adalah cerminan dari filosofi energi yang sesungguhnya. “Energi tidak hanya tentang listrik atau BBM. Energi adalah kemampuan untuk menggerakkan kehidupan,” ujarnya.

“Kalau kilang bisa membantu masyarakat bernapas lebih lega, itulah energi yang paling berharga,” sambung ia.

RU III Plaju, yang berdiri di lahan lebih dari 230 hektar di tepian Sungai Musi, memang bukan sekadar fasilitas industri. Ia adalah bagian dari sejarah panjang energi Indonesia yakni dari era kolonial hingga masa transisi hijau hari ini. Dan kini, dari jantung kilang yang biasanya berdenyut oleh pipa dan mesin, lahir sebuah inovasi yang justru menenangkan udara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini