SuaraSumsel.id - Rumah dinas Bupati Ogan Ilir kembali menjadi sorotan. Dalam tiga tahun terakhir, bangunan yang semestinya hanya digunakan sebagai tempat tinggal pejabat daerah itu justru disebut menyedot anggaran hingga Rp3,7 miliar untuk renovasi berulang.
Publik pun bertanya-tanya: rumah dinas atau istana?
Anggaran miliaran rupiah kembali digelontorkan Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir untuk renovasi rumah dinas bupati. Data dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) memperlihatkan bahwa proyek rehabilitasi rumah dinas dan fasilitas pendukungnya terus muncul hampir setiap tahun, dengan nilai kontrak yang fantastis.
Pada tahun 2025, proyek rehabilitasi rumah dinas bupati kembali dilelang dengan pagu Rp2 miliar. Tender dimenangkan oleh PT Nizra Bersaudara, dengan nilai negosiasi mencapai Rp1,993 miliar.
Baca Juga:Kades Mesum Digerebek! Janji Nikahi Gadis 17 Tahun Jadi Kedok Asmara Terlarang di Ogan Ilir
Fenomena serupa juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2024, proyek rehabilitasi kolam kantor bupati menelan biaya sekitar Rp784 juta, dimenangkan oleh CV Yamanda Karya.
Sementara itu, di tahun 2022, proyek dengan judul pembuatan kolam, pos jaga, dan rehab rumah dinas bupati menghabiskan anggaran Rp1 miliar, dimenangkan oleh PT Mitra Jaya Seguguk.
Jika ditotal, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir saja, anggaran untuk renovasi rumah dinas bupati dan fasilitasnya telah menembus Rp3,7 miliar lebih. Jumlah ini belum termasuk proyek lain yang berkaitan dengan fasilitas tambahan.
Pertanyaan Publik: Prioritas atau Pemborosan?
Besarnya anggaran ini menimbulkan tanda tanya di kalangan masyarakat Ogan Ilir.
Baca Juga:Potret Daerah-Daerah Kunci di Sumatera Selatan: Mana yang Paling Tertinggal?
Di saat masih banyak infrastruktur dasar yang membutuhkan perhatian, mulai dari jalan desa yang rusak, irigasi pertanian yang terbengkalai, hingga sekolah dengan fasilitas minim, pemerintah justru berkali-kali mengalokasikan dana jumbo untuk rumah dinas bupati.
“Setiap tahun ada saja renovasi rumah dinas. Padahal kondisinya masih layak. Kalau dihitung, miliaran rupiah itu bisa untuk membangun jalan di beberapa desa atau memperbaiki sekolah,” ujar salah seorang warga Indralaya mempertanyakan peruntukan anggaran tersebut.
Pemerhati anggaran daerah menilai, pola renovasi berulang dengan nilai besar ini berpotensi menimbulkan pertanyaan serius terkait akuntabilitas.
Apakah memang kondisi rumah dinas memerlukan perbaikan rutin dengan biaya miliaran setiap tahun, atau ada faktor lain dalam perencanaan dan eksekusi proyek?
Prinsipnya, penggunaan anggaran publik harus mengutamakan kepentingan rakyat banyak, bukan sekadar kenyamanan pejabat.
Desakan agar dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun aparat pengawas internal pemerintah semakin kuat.