SuaraSumsel.id - Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) akhirnya mengumumkan penetapan empat tersangka baru dalam kasus korupsi revitalisasi Pasar Cinde Palembang, Rabu (2/7/2025).
Salah satu nama yang mencolok: mantan Gubernur Sumsel, H. Alex Noerdin, yang kini kembali terseret kasus besar meski sedang menjalani hukuman atas dua perkara korupsi lainnya.
Berikut adalah rangkuman 7 fakta mengejutkan dan penting dari kasus ini:
Proses penyidikan dimulai sejak 2023, namun mandek sepanjang 2024. Awal 2025, penyidikan kembali digelar intensif oleh tim Kejati Sumsel yang kini telah menetapkan empat tersangka dengan dukungan 74 saksi dan bukti elektronik.
Baca Juga:Alex Noerdin Jadi Tersangka Lagi, Proyek Pasar Cinde Dibongkar Kejati Sumsel
1. Empat Tersangka, Dua Di Antaranya Sudah Dipenjara
Empat nama besar kini resmi menyandang status tersangka dalam kasus korupsi revitalisasi Pasar Cinde Palembang, menandai babak baru dalam penegakan hukum di Sumatera Selatan.
Alex Noerdin, mantan Gubernur Sumsel yang sebelumnya sudah divonis dalam dua kasus korupsi lain, kembali terseret dalam pusaran mega proyek bermasalah ini.
Ia tak sendiri. Turut ditetapkan sebagai tersangka, Edi Hermanto, Ketua Panitia Pengadaan BGS yang kini menjalani hukuman dalam perkara lain.
Dari pihak swasta, ada Eldrin Tando, Direktur PT Magna Beatum, dan Rainmar, Kepala Cabang perusahaan yang sama, yang disebut-sebut menjadi mitra proyek tanpa kualifikasi yang sah.
Baca Juga:Bank Sumsel Babel Dukung Laskar Pandu Satria, Cetak Generasi Muda Berjiwa Pemimpin
Keempatnya kini menghadapi jeratan hukum serius, di tengah sorotan publik atas hancurnya bangunan cagar budaya dan dugaan aliran dana mencurigakan senilai miliaran rupiah.
2. Dihantam Tiga Lapis Pasal Korupsi Berat
Para tersangka dalam kasus ini dijerat dengan pasal-pasal berat dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), yakni Pasal 2 dan 3 yang mengatur tentang penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, serta merugikan keuangan negara.
Tak hanya itu, mereka juga dijerat Pasal 13 yang mengatur tentang pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara.
Menariknya, penyidik membuka peluang penerapan pasal tambahan berupa obstruction of justice, menyusul adanya indikasi kuat bahwa sejumlah pihak mencoba menghalangi atau mempersulit proses penyidikan. Jika terbukti, hal ini bisa memperberat jerat hukum para tersangka secara signifikan.
Revitalisasi yang semula dimaksudkan memperindah wajah Palembang justru menghilangkan cagar budaya. Kontrak dilakukan tanpa mematuhi aturan, dan mitra BGS ternyata tidak memenuhi kualifikasi.
3. Dana Rp17 Miliar untuk 'Pasang Badan' & Pemeran Pengganti
Bukti kuat dari hasil penyitaan chat di handphone para tersangka mengungkap skenario mengejutkan: adanya upaya sistematis untuk menghalangi jalannya penyidikan.
Dalam percakapan itu, terungkap seseorang bersedia “pasang badan” alias menjadi tersangka demi melindungi aktor utama di balik kasus ini.
Yang lebih mencengangkan, sosok tersebut disebut-sebut akan mendapat kompensasi fantastis sebesar Rp17 miliar.
Tak berhenti di situ, bahkan sempat dicari pemeran pengganti yang bisa dijadikan tameng hukum—sebuah manuver yang jelas mengarah pada obstruction of justice. Skandal ini pun tak lagi sekadar soal korupsi, tapi sudah merambah ranah manipulasi hukum yang terang-terangan.
4. Saksi-Saksi Kunci Sudah Diperiksa
Sejumlah tokoh penting yang pernah menduduki posisi strategis turut dipanggil dan diperiksa oleh jaksa dalam pengusutan kasus ini.
Di antaranya Harnojoyo, mantan Wali Kota Palembang yang namanya tak asing di panggung politik lokal, ikut dimintai keterangan terkait perannya di masa awal proyek berjalan.
Kemudian ada Basyarudin, mantan Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Sumsel, yang diduga mengetahui banyak detail teknis proyek bermasalah ini.
Tak kalah menarik, Edison, eks Kepala BPN Palembang yang kini menjabat sebagai Bupati Muaraenim, juga ikut terseret untuk dimintai penjelasan soal status lahan dan dokumen pertanahan.
Pemeriksaan mereka membuka lapisan demi lapisan keterlibatan berbagai pihak, dari birokrasi kota hingga elite pemerintahan daerah.

5. Penggeledahan Besar-besaran di Seluruh Instansi
Penyidik tampaknya tak ingin meninggalkan celah dalam membongkar kasus ini.
Mereka menyisir habis sejumlah instansi kunci, mulai dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Sumsel yang diduga menjadi pintu masuk awal proyek bermasalah ini.
Pemeriksaan meluas ke lingkungan Pemerintah Kota dan Pemerintah Provinsi Palembang, menelusuri jejak dokumen dan alur pengambilan keputusan.
Tak ketinggalan, penyidik juga menggeledah Bapenda, BPKAD, hingga Dinas Arsip demi mengungkap rekam jejak anggaran dan korespondensi yang bisa menjadi bukti krusial.
Bahkan kantor pemborong swasta turut digeledah, memperkuat dugaan bahwa kongkalikong proyek ini melibatkan jaringan luas lintas sektor, dari birokrasi hingga swasta.
Akan Ada Tersangka Baru?
Aspidsus Umaryadi menegaskan bahwa timnya masih mendalami peran pihak lain. Dengan banyaknya bukti elektronik, kemungkinan akan ada tersangka tambahan, termasuk pihak-pihak yang berusaha merintangi keadilan.
Kasus Pasar Cinde kini bukan hanya soal korupsi biasa, tapi menjadi simbol gagalnya manajemen warisan kota, sistem lelang yang diselewengkan, dan praktik jual beli hukum yang mencederai kepercayaan publik.