Bersama sang istri, ia ditahan di rumah tahanan berbeda, Fitrianti di Lapas Perempuan Merdeka Palembang, sementara Dedi ditahan di Rutan Pakjo Palembang selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan lebih lanjut.
Kepala Kejaksaan Negeri Palembang, Hutamrin, SH, MH, menyatakan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik mengantongi dua alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 KUHAP.
Dalam kasus ini, Dedi diduga memiliki tanggung jawab administratif sekaligus strategis atas alur pengeluaran dan pemanfaatan dana hibah di tubuh PMI, termasuk proses pertanggungjawaban yang kini dinilai tidak transparan.
Skandal yang menyeret nama Dedi Sipriyanto ini menjadi pukulan berat, tak hanya bagi dirinya secara pribadi, tetapi juga bagi institusi tempat ia mengabdi.
Baca Juga:Lulusan Fakultas Hukum, Fitrianti Agustinda Terseret Korupsi Dana PMI Palembang
Publik kini mempertanyakan integritas lembaga DPRD Kota Palembang dan sistem pengawasan internalnya.
Lebih jauh, Partai NasDem sebagai kendaraan politik keduanya pun ikut terdampak dalam sorotan tajam masyarakat.
Meski tim kuasa hukum dari pasangan ini menyatakan bahwa audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak menemukan kerugian negara, proses hukum tetap berjalan.
Banyak pihak menanti apakah langkah hukum ini akan membuka praktik-praktik korupsi lain yang lebih luas atau sekadar berakhir pada persoalan administratif yang terlewat dalam laporan pertanggungjawaban.
Kasus ini menyisakan ironi besar: dua figur publik yang selama ini dikenal aktif dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan justru terseret dalam dugaan korupsi yang mencoreng citra lembaga sosial sebesar PMI.
Baca Juga:Eks Wawako Palembang Ditahan Korupsi PMI, Kekayaannya Rp8,3 Miliar Lebih
Kini, nasib politik dan hukum Dedi Sipriyanto dan Fitrianti Agustinda akan bergantung sepenuhnya pada proses pengadilan yang sedang berjalan—sebuah babak baru yang penuh ujian dalam karier mereka sebagai tokoh publik.