Sanjo Palembang: Antara Modernisasi dan Warisan Leluhur, Mampukah Bertahan?

Bagi warga Palembang seperti Rohalik (67), lelaki sepuh yang rambutnya telah memutih oleh perjalanan waktu, Besanjo bukan sekadar silaturahim biasa.

Tasmalinda
Rabu, 02 April 2025 | 16:19 WIB
Sanjo Palembang: Antara Modernisasi dan Warisan Leluhur, Mampukah Bertahan?
Sanjo atau bersanjo (silaturahmi) ala Palembang, Sumatera Selatan

Sanjo, tradisi turun-temurun yang menjadi momen sakral untuk mempererat silaturahmi saat Idulfitri, kini menghadapi tantangan di tengah perubahan zaman.

Jika dulu masyarakat dengan antusias berkunjung ke rumah sanak keluarga, tetangga, dan kerabat, kini kebiasaan itu mulai tergerus oleh kemajuan teknologi.

Penelitian menunjukkan bahwa generasi muda semakin jarang menjalankan sanjo secara langsung, lebih memilih mengirim pesan singkat atau sekadar menyapa lewat media sosial.

Pak Hamzah (65), seorang warga senior dari Desa Mariana, mengungkapkan perubahan yang ia rasakan.

Baca Juga:Debat Paslon PSU Pilkada Empat Lawang Dipindah ke Palembang, Ada Apa?

Sanjo atau bersanjo, bersilaturahmi di Palembang, Sumatera Selatan
Sanjo atau bersanjo, bersilaturahmi di Palembang, Sumatera Selatan

"Dulu, kalau Idulfitri, pagi-pagi kami sudah siap berkunjung ke rumah keluarga besar. Sekarang, anak-anak lebih sibuk dengan HP mereka," ujarnya dengan nada lirih.

Perkembangan teknologi telah membawa perubahan besar dalam cara masyarakat berinteraksi, termasuk dalam tradisi sanjo saat Idul Fitri.

Jika dulu sanjo identik dengan kunjungan langsung ke rumah-rumah kerabat, di mana setiap langkahnya mencerminkan kedekatan dan kebersamaan, kini banyak orang lebih memilih menyampaikan ucapan Idul Fitri melalui pesan digital, seperti WhatsApp atau Facebook.

Perubahan ini mengakibatkan berkurangnya interaksi fisik yang dulu menjadi inti dari tradisi tersebut.

Dulu, masyarakat berjalan kaki dari satu rumah ke rumah lainnya, merasakan ikatan yang lebih erat dengan setiap langkah yang ditempuh.

Baca Juga:7 Alasan Lebaran di Palembang Selalu Spesial dan Penuh Keunikan

Namun kini, dengan kemudahan kendaraan bermotor, kunjungan menjadi lebih cepat dan terasa kurang mendalam, seakan kehilangan sentuhan kehangatan yang dulu tercipta melalui interaksi langsung.

Sebuah tanda nyata bahwa modernisasi mulai mempengaruhi cara kita menjaga silaturahmi.

Selain perubahan dalam cara berinteraksi, jenis makanan yang disajikan saat sanjo juga mengalami pergeseran.

Dahulu, saat berkunjung ke rumah kerabat, hidangan tradisional seperti ketupat, opor ayam, dan lemang selalu menjadi sajian khas yang menggambarkan kehangatan dan kebersamaan.

Namun, seiring berjalannya waktu, banyak keluarga yang kini lebih memilih menyajikan makanan praktis seperti kue kering atau hidangan cepat saji, yang lebih mudah disiapkan namun kehilangan makna budaya yang mendalam.

Penelitian ini menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai luhur dalam tradisi sanjo, agar tidak hilang tergerus oleh modernisasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini