Kasus Retrofit Soot Blowing PLN: Pengakuan Terdakwa Bongkar Alur Mark Up Proyek Rp 75 Miliar

Sidang lanjutan perkara tindak pidana korupsi proyek Retrofit Sistem Soot Blowing atau penggantian komponen suku cadang di PLTU kembali digelar di Pengadilan Negeri Klas 1A Kh

Tasmalinda
Kamis, 13 Maret 2025 | 13:59 WIB
Kasus Retrofit Soot Blowing PLN: Pengakuan Terdakwa Bongkar Alur Mark Up Proyek Rp 75 Miliar
Sidang dugaan korupsi pengadaan alat oleh PLN pembangkit wilayah Sumatera bagian selatan

SuaraSumsel.id - Sidang lanjutan perkara tindak pidana korupsi proyek Retrofit Sistem Soot Blowing atau penggantian komponen suku cadang di PLTU kembali digelar di Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Tipikor Palembang. Agenda sidang kali ini adalah pemeriksaan keterangan terdakwa.

Tiga terdakwa dalam kasus ini adalah Bambang Anggono, mantan General Manager PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), Budi Widi Asmoro, mantan Manajer Engineering PT PLN Pembangkitan Sumbagsel, dan Nehemia Indrajaya, Direktur PT Truba Engineering Indonesia.

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fauzi Isra SH MH dan dihadiri tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap fakta-fakta baru yang mengarah pada kemungkinan pengembangan perkara.

Dalam kesaksiannya, terdakwa Bambang Anggono mengungkapkan bahwa proyek Retrofit Soot Blowing dengan pagu awal Rp 52 miliar tidak berjalan begitu saja, melainkan melalui berbagai proses perizinan hingga akhirnya disetujui oleh pimpinan PLN pusat.

Baca Juga:Dari Kaki Bukit Barisan, Kolaborasi Energi Senyawa Panas Menerangi Sumatera

Proyek ini kemudian dikerjakan oleh PT Truba Engineering yang dipimpin oleh terdakwa Nehemia Indrajaya.

“Saya mengenal Nehemia sejak tahun 2017. PT Truba Engineering mendapatkan kontrak kerja untuk pengadaan Retrofit Soot Blowing di PLTU Bukit Asam dengan anggaran awal Rp 52 miliar, sebelum mengalami perubahan harga menjadi Rp 75 miliar pada Agustus,” ungkap Bambang di hadapan majelis hakim.

Bambang juga menjelaskan bahwa kenaikan anggaran tersebut berawal dari laporan terdakwa Budi Widi Asmoro yang menyampaikan adanya perubahan harga.

“Saat itu Budi masuk ke ruangan saya dan mengatakan ada perubahan angka anggaran menjadi Rp 75 miliar. Saya hanya menekankan bahwa jika ada revisi anggaran atau riset, silakan saja,” ujarnya.

Bambang menegaskan bahwa semua tahapan proyek dilakukan sesuai prosedur dan berada dalam pengawasan pimpinan PLN. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa keputusan terkait proyek tersebut tidak hanya melibatkan para terdakwa, tetapi juga melibatkan pengambil kebijakan

Baca Juga:Breaking News: Gedung PLN WS2JB Terbakar, Penyebab Masih Diselidiki

Terdakwa Nehemia Indrajaya dalam keterangannya mengaku bahwa PT Truba Engineering hanya berfokus pada proyek PLN dan telah menjadi rekanan PLN sejak 2008. Namun, saat ditanya lebih lanjut mengenai detail proyek ini, Nehemia mengaku banyak lupa dan tidak ingat.

Dalam persidangan, Nehemia juga menjelaskan bahwa PT Truba Engineering memiliki struktur kepemilikan saham di mana dirinya memegang 95% saham, sementara 5% saham lainnya dimiliki oleh Yungdi Rosady, yang diketahui merupakan mertuanya sendiri.

Keterangan Nehemia semakin menarik perhatian ketika Jaksa menanyakan tentang perkenalannya dengan terdakwa Budi Widi Asmoro serta awal mula pengerjaan proyek ini.

Nehemia mengungkapkan bahwa informasi mengenai proyek tersebut diperolehnya dari Erick Retiawan, Direktur PT Austindo, yang merupakan perusahaan afiliasi dari perusahaan Jerman Clyde Bergerman.

“Saat itu saya bertemu Erick di kantor PLN. Ia menyampaikan ada proyek pengadaan Soot Blowing senilai Rp 52 miliar. Kemudian terjadi kesepakatan antara PT Austindo dan PT Truba Engineering untuk mengerjakan proyek tersebut dengan harga kesepakatan 1 juta Euro per unit alat yang diganti,” jelas Nehemia.

Nehemia juga menjelaskan bahwa teknis pengadaan barang dilakukan dengan cara pengiriman dari Jerman ke Singapura, lalu ke Indonesia melalui PT Austindo.

Gedung Pembangkit PLN Wilayah Sumatera bagian Selatan [ist]
Gedung Pembangkit PLN Wilayah Sumatera bagian Selatan [ist]

Jaksa Penuntut Umum KPK menyoroti bahwa dalam sidang ini, Nehemia memberikan keterangan yang berbeda dengan kesaksiannya saat diperiksa sebagai saksi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

“Saudara terdakwa, keterangan Anda berubah-ubah. Anda telah disumpah, dan saat pemeriksaan Anda sudah membaca seluruh keterangan Anda sebelumnya,” tegas Jaksa.

Dugaan bahwa Nehemia bersama Budi Widi Asmoro dan Erick Retiawan melakukan markup harga proyek semakin kuat. Fakta di persidangan menunjukkan bahwa pengadaan Soot Blowing ini disinyalir telah dimanipulasi, menyebabkan kerugian negara yang signifikan.

Selain itu, fakta bahwa Nehemia adalah pemegang saham mayoritas PT Truba Engineering memperkuat dugaan adanya kepentingan pribadi dalam proyek ini. Dengan kepemilikan saham sebesar 95%, Nehemia diyakini memiliki kendali penuh dalam menentukan harga proyek dan keuntungan perusahaan.

Jaksa KPK dalam dakwaan sebelumnya menjelaskan bahwa modus korupsi dalam proyek ini melibatkan manipulasi dokumen penawaran dengan menentukan keuntungan hingga 20-25% dari harga dasar barang.

Hal ini diduga dilakukan dengan bersekongkol bersama kedua terdakwa lainnya.

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal Tindak Pidana Korupsi yang mengancam mereka dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Perkembangan sidang selanjutnya akan menjadi penentu apakah akan ada tersangka baru dalam kasus ini, mengingat dugaan keterlibatan pihak lain yang semakin menguat.

Kasus ini semakin menarik perhatian publik, terutama dengan adanya kemungkinan keterlibatan pejabat tinggi PLN pusat dan perusahaan asing dalam skandal korupsi yang merugikan negara ini.

Sidang selanjutnya dijadwalkan berlangsung pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan yang akan semakin membuka tabir skandal ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak