Hari Perempuan Internasional lahir dari sebuah tragedi kekerasan, gagasan soal feminisme yang sudah muncul di akhir abad 19 dan Hari Perempuan Internasional ini lahir sebagai puncak gerakan para perempuan di New York, Amerika Serikat pada 8 Maret 1857.
Saat itu para buruh perempuan dari pabrik garment melakukan unjuk rasa turun ke jalan untuk memprotes kondisi buruk yang mereka alami, mulai dari diskriminasi hingga tingkat gaji yang tidak setara dengan buruh laki-laki. Aksi unjuk rasa tersebut mendapat tindakan represif dari pasukan polisi yang menyerang untuk membubarkan para demonstran perempuan.
Di tahun 1910, Hari Perempuan mulai diselenggarakan semua kaum perempuan sosialis dan feminis di seluruh negara. Beberapa bulan kemudian berbagai delegasi menghadiri penyelenggaraan Kongres Perempuan Sosialis di Kopenhagen dengan niatan untuk mengajukan Hari Perempuan sebagai suatu hari peringatan internasional.
Gagasan Solidaritas Internasional antara kelas pekerja yang tereksploitasi di seluruh dunia sudah lama disepakati sebagai prinsip sosialis, meskipun seringkali tanpa disadari. Saat itu Partai Sosialis Jerman berpengaruh besar pada gerakan sosialis internasional dan partai itu telah sering memperjuangkan dan mengadvokasi hak-hak perempuan termasuk tokoh-tokoh pemimpin seperti Clara Zetkin.
Baca Juga:Adik Menhub Budi Karya Dan Adik Ketua DPRD Raup Suara Terbanyak Pileg
Konferensi tersebut berhasil dilaksanakan dengan dihadiri lebih dari 100 perempuan dari 17 negara yang mewakili Serikat-Serikat Buruh, Partai-Partai Sosialis, Kelompok-Kelompok Perempuan Pekerja, dan termasuk tiga perempuan pertama yang terpilih dalam Parlemen Finlandia, yang mana semuanya menyambut saran Clara Zetkin dengan persetujuan bulat sehingga sebagai hasilnya dicapailah kesepakatan untuk Hari Perempuan Internasional.
Kemenangan penentuan hari perempuan internasional belumlah menjadi kemenangan sepenuhnya bagi perempuan yakni terbebas dari penindasan. Pun begitu sampai dengan hari ini, diskriminasi, eksploitasi, tindak kekerasan, dan segala bentuk penindasan lainnya masih membelenggu perempuan, terlebih perempuan miskin dan disabilitas.
PERNYATAAN SIKAP
Untuk itu, Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2024, Solidaritas Perempuan Palembang, BEM FISIP UNSRI, GMKI, Aksi Kamisan Sriwijaya, Spora Institute, Kohati HMI Cabang Palembang, KOPRI PMII PC Palembang, AMPERA Memanggil, WALHI SumSel, Spektakel Klab, Sahabat Walhi, BEM FH Unsri, Diploma Unsri. Menyerukan “Suara Kebebasan Perempuan”
Menuntut :
Baca Juga:Viral Bupati Muratara Emosi Pada KPUD, Sampai Bilang Begini
1. Tiada kemerdekaan tanpa kesetaraan perempuan
2. Suara perempuan layak didengarkan
3. Perlindungan perempuan di wilayah konflik
4. Laksanakan reforma agraria sepenuhnya
5. Jaminan kebebasan beragama, berideologi, berkeyakinan, berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat
6. Cuti menstruari, cuti melahirkan dan merawat anak, juga cuti bagi pendamping melahirkan tanpa syarat