PP 26/2023 Memperparah Ancaman Bencana Ekologis Kepulauan Bangka Belitung

Di bidang sosial dan budaya, dampak penambangan timah di wilayah perairan juga menyebabkan perubahan sosial dan budaya.

Tasmalinda
Jum'at, 30 Juni 2023 | 12:45 WIB
PP 26/2023 Memperparah Ancaman Bencana Ekologis Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Bangka Belitung. PP 26/2023 Memperparah Ancaman Bencana Ekologis Kepulauan Bangka Belitung [ist]

SuaraSumsel.id - Pemerintah telah menerbitkan  PP nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimen Pasir Laut pada medio Mei 2023 lalu. Sekilas PP ini menjadi solusi lingkungan terkait menumpuknya sedimen pasir di perairan Indonesia, seperti di Perairan Kepulauan Bangka Belitung.  

Tapi berdasarkan kajian Walhi, PP tersebut justru mendorong kian maraknya aktifitas penambangan di perairan Kepulauan Bangka Belitung.

"Dapat dibayangkan hadirnya ratusan hingga ribuan kapal isap di perairan Kepulauan Bangka Belitung,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Kepulauan Bangka Belitung, Jessix Amundian kepada Suara.com belum lama ini.

Kepulauan Bangka Belitung memiliki luas mencapai 8,1 juta hektar (ha) dengan sekitar 6,5 juta ha merupakan perairan. Kepulauan yang berusia sekitar 250 juta tahun yang terdiri 948 pulau kecil serta dua pulau besar ialah bagian tin belt Asia Tenggara.

Baca Juga:Kabar Baik Wong Palembang, Naik LRT Sumsel Besok Gratis

Di daratan dan perairan di Kepulauan Bangka Belitung kaya dengan timah. Kekayaan mineral ini membuat Kepulauan Bangka Belitung dieksploitasi, sejak ratusan tahun lalu.

Setelah Reformasi 1998, penambangan timah di Kepulauan Bangka Belitung kian massif. Penambangan timah ini dilakukan bukan hanya di darat, juga di perairan, baik dilakukan perusahaan maupun masyarakat.

Aktifitas penambangan timah di perairan (laut) telah membuat berbagai kerusakan lingkungan hidup dan social diantaranya masyarakat lokal atau masyarakat adat.

“Dari sejumlah aktifitas penambangan timah di perairan, menimbulkan sejumlah konflik antara penambang timah dengan masyarakat lokal (adat). Akibatnya, sekitar 480 ribu masyarakat adat di wilayah pesisir, kehilangan atau menurun pendapatannya dari hasil tangkapan perairan,” ujarnya.

Penambangan timah dilakukan dengan berbagai cara mulai dari kapal keruk, kapal isap, ponton isap, hingga rajuk.

Baca Juga:Layanan BRI Mempermudah Produk UMKM Sumsel ke Pelosok Negeri

Berdasarkan data KLHS [Kajian Lingkungan Hidup Strategis] Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2013, terdapat 68 kapal isap produksi (KIP) milik PT. Timah dan 6 milik swasta, serta ribuan tambang apung yang mengelilingi Pulau Bangka.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini