Aktifitas penambangan timah di perairan ini menyisakan tailing. Diperkirakan jutaan ton tailing yang mengendap di daratan dan dasar perairan Kepulauan Bangka Belitung.
Beberapa tahun terakhir, muncul informasi jika tailing dari penambangan timah terdapat mineral ikutan yang disebut rare earth, yang selama ini belum termanfaatkan.
“Rare earth berguna bagi teknologi komunikasi, penerbangan, energi, otomotif, kesehatan, hingga pertahanan. Diduga pada jutaan ton tailing yang mengendap di dasar perairan terdapat rare earth,” ujarnya.
Selain itu, pasir yang berada di dasar perairan di Kepulauan Bangka Belitung, belum semuanya dieksplorasi timahnya. Pasir ini diduga mengandung timah dan rare earth.
Baca Juga:Kabar Baik Wong Palembang, Naik LRT Sumsel Besok Gratis
Kepulauan Bangka Belitung terbentuk dari batuan granit yang berusia ratusan juta tahun. Batuan granit ini mengalami pelapukan selama ribuan tahun, yang menghasilkan beragam mineral (non logam dan logam). Timah merupakan salah satu mineral dari pelapukan ini .
“Secara alami hasil pelapukan mengalir ke wilayah rendah, seperti sungai dan rawa, termasuk ke wilayah pesisir dan laut,” sambungnya.
Selain itu, ancaman eksploitasi timah di perairan Kepulauan Bangka Belitung menyebabkan puluhan ribu hektar terumbu karang mengalami kerusakan atau mati.
Berdasarkan analisis citra tahun 2017, terumbu karang yang sebelumnya seluas 82.259,84 hektar (2015), tersisa 12.474,54 hektar. Sekitar 5.720,31 hektar terumbu karang mati.
Rusaknya terumbu karang menyebabkan hilang atau terganggunya keberagaman hayati di perairan, seperti biota dan mamalia laut. Misalnya kematian pesut dan dugong.
Baca Juga:Layanan BRI Mempermudah Produk UMKM Sumsel ke Pelosok Negeri
“Selama 20 tahun terakhir, sekitar 240.467,98 hektar mangrove di Kepulauan Bangka Belitung mengalami kerusakan, tersisa 33.224,83 hektar [12]. Tahun 1993, luas mangrove di Kepulauan Bangka Belitung 273.692,81 hektar,” katanya