Di bidang sosial dan budaya, dampak penambangan timah di wilayah perairan juga menyebabkan perubahan sosial dan budaya.
Misalnya rusaknya lokasi ritual sedekah laut suku melayu di Tempilang, Kabupaten Bangka Barat. Munculnya, fenomena ngereman (meminta jatah pasir timah dari penambang) yang dilakukan perempuan dan anak-anak.
Ribuan anak usia sekolah (SD dan SMP) putus sekolah dikarenakan terlibat dalam aktivitas pertambangan timah. Misalnya, tahun 2020 (61 anak sekolah dasar), tahun 2021 (193 anak sekolah dasar), sementara anak SMP atau sederajat yang putus sekolah sebanyak 37 (2020), 197 (2021), serta serangan penyakit kulit malaria, dan krisis air bersih.
Kerusakan terumbu karang dan mangrove menyebabkan hilangnya benteng daratan di Kepulauan Bangka Belitung sehingga berulang terjadi banjir, intrusi air laut, abrasi, serta kerusakan akibat puting beliung.
Baca Juga:Kabar Baik Wong Palembang, Naik LRT Sumsel Besok Gratis
Terakhir tahun 2017, sekitar 1.530 jiwa terdampak banjir di Pulau Belitung dan di Kabupaten Bangka Barat sekitar 1.947 jiwa yang tersebar di 7 desa terdampak banjir .
Berdasarkan Kajian Bencana Kepulauan Bangka Belitung 2016-2020 yang dikeluarkan BNPB, terdapat potensi luas bahaya gelombang ekstrim dan abrasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan total luas bahaya mencapai 42.245 hektar.
Potensi kerugian fisik mencapai 2,6 miliar rupiah; kerugian ekonomi 8,31 miliar rupiah; kerusakan lingkungan mencapai 13.477,00 hektar; serta 53.663 jiwa berpotensi terpapar bahaya gelombang ekstrim dan abrasi
Puluhan korban jiwa dari aktivitas tambang di laut. Terakhir tahun 2022 dan 2023, tiga penambang tewas di perairan Bangka Selatan dan Perairan Matras.
Aktifitas tambang ini tentunya menambah laju kerusakan perairan, yang berdampak, yakni kian terancamnya ruang hidup masyarakat lokal (adat) di 160 desa yang berada di wilayah pesisir.
Baca Juga:Layanan BRI Mempermudah Produk UMKM Sumsel ke Pelosok Negeri
Selain itu, juga menyebabkan makin rusaknya terumbu karang. Kerusakan mangrove di pesisir, hilangnya tradisi masyarakat lokal, serta persoalan sosial seperti meningkatnya generasi muda yang putus sekolah, fenomena ngereman, dan lainnya.