Praktik Bullying dan Perpeloncoan Mahasiswa Batak Unsri Masih Terjadi, Korban Ditampar dan Dicaci Maki

Korban mengungkapkan praktik bullying dan perploncoan mahasiswa Batak di lingkungan kampus Universitas Sriwijaya atau Unsri masih terjadi.

Tasmalinda
Jum'at, 27 Mei 2022 | 13:31 WIB
Praktik Bullying dan Perpeloncoan Mahasiswa Batak Unsri Masih Terjadi, Korban Ditampar dan Dicaci Maki
Ilustrasi bullying dan perploncoan mahasiswa Batak [Pixabay]

SuaraSumsel.id - Korban perpeloncoan di kampus Universitas Sriwijaya atau Unsri mengungkap sejumlah fakta yang dialami. Dia menceritakan bagaimana ia menjadi korban atas aksi bullying dan perploncoan saat duduk di bangku kuliah tahun ke dua.

Mulanya ia membagikan kisahnya di media sosial. Kepada Suara.com, ia membenarkan kisah perploncoan yang masih terjadi atas nama atau mengatasnamakan ikatan daerah atau mahasiswa Batak.

"Tentunya banyak di antara kita sudah mendengar bahwa mahasiswa Batak melakukan perploncoan dan bully di lingkungan kosannya. Tentunya kejadian ini sudah terjadi sejak lama dan belum ada yang berani speak up karena takut diintimidasi dan berbagai ancaman lainnya," ujar korban ini.

Dia menegaskan praktek perpeloncoan dilakukan oleh perkumpulan mahasiswa atas kesamaan daerah, yakni asal Sumatera Utara. Bukan dari bukan organisasi legal di kampus.

Baca Juga:Prakiraan Cuaca 27 Mei 2022: Sejumlah Daerah di Sumsel Ini Diguyur Hujan Sedang Hingga Lebat

"Mulanya mereka (perkumpulan mahasiswa Batak) mencari biodata mahasiswa baru yang memiliki marga yang dinyatakan lulus di Unsri, kemudian mereka mencari sosial medianya untuk memulai berkomunikasi," sambung ia.

"Tentunya penawarannya sangat menarik, mulai dar penjemputan di Palembanghingga ke kos, dicarikan kos di dekat Unsri dengan harga murah dan siap membantu adiministrasi mahasiswa baru tersebut. Seketika semuanya menggiurkan, mungkin bagi kita mahasiswa baru akan merasa tersanjung dan mau bergabung," bebernya.

Namun ia mengungkapkan jika para pelaku hanya seperti Srigala berbulu domba. "Mahasiswa baru yang sudah bergabung akan terus dikumpulkan hingga subuh yang disertai pukulan dan bully. Selain dampak fisik dan mental, hal tersebut juga berdampak pada akademik mereka yang sering tidak masuk kuliah karena ketiduran akibat kegiatan tersebut," ujarnya.

Dia mengungkapkan jika cerita pelengkap lainnya juga berasal dari teman yang masih berada di dalam perkumpulan tersebut.

"Saya pernah mengalami hal tersebut di kumpulan mahasiswa batak hukum, saya diajak bergabung ketika mahasiswa baru dengan godaan bahwa akan diajak belajar bareng sebelum ujian, juga ada jaringan alumni. Setelah saya bergabung, tepatnya di malam penerimaan mahasiswa baru justru saya ditampar lebih dari setengah jam di sebuah tempat jauh dari kampus dan situasinya gelap," sambung korban.

Baca Juga:Harga Hewan Kurban di Sumsel Naik Terdampak Penyakit Mulut dan Kuku, Warga dan Peternak Was-Was

"Saya sudah cerita dengan senior saya namun tidak ada yang berani mengutarakannya ke publik. Akhirnya setelah saya pelajari, saya putuskan untuk tidak ada pembentukan kumpulan batak di fakultas hukum agar kejadian serupa tidak terulang lagi," ungkap korban.

"Saya mencoba membuat organisasi mahasiswa batak di unsri agar dapat legal di internal kampus seperti kedaerahan lainnya yang sudah di lengkapi dengan AD/ART, GBHO dan panji-panji organisasi lainnya. Nyatanya kami mendapat penolakan dari golongan mereka karena mereka takut," sambung dia.

"Selama pertemuan untuk membahas peleburan antara perkumpulan itu dengan organisasi yang kami bentuk. Kami mengalami cacian, katakata kasar, bahkan pemukulan kepada anggota perempuan dan laki-laki kami," ujar kepada Suara.com.

Korban pun berharap agar cerita ini tersebar dan mahasiswa baru angkatan tahun ini, bisa menghindarinya.

"Saya harap cerita ini cepat tersebar agar mahasiswa baru angkatan 2022 atau mahasiswa baru angkatan 2020 dan 2021 yang belum pernah ke kampus bisa menghindarinya. Perlu digarisbawahi bahwa mahasiswa Batak bukan hanya berasal dari perkumpulan itu saja," sambung korban.

"Masih banyak mahasiswa batak lain yang tidak tergabung namun berperan aktif dalam membanggakan nama baik Unsri. Cerita ini untuk menyadarkan mahasiswa, mahasiswa baru, maupun calon mahasiswa bersuku Batak agar tidak bergabung dengan perkumpulan seperti itu," tutup tulisannya.

Kepada Suara.com, korban pun berharap agar pihak berwenang dapat menyusut hal ini.

"Saya pernah coba laporkan hal ini ke kampus, namun sifatnya mereka hanya preventif atau pencegahan, padahal bisa juga menyusut. Sejak saya speak up di media sosial, saya pun kini terima ancaman baik dari akun fake ataupun yang saya tahu orangnya," akunya seraya mengungkapkan jika motif menceritakan hal ini karena ada mahasiswa Batak yang masih memiliki akal sehat guna menghindari perploncoan demikian.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini