Bertahun-tahun Berkonflik Sampai Dipungut Uang, Warga Suka Mukti Jadi Korban Mafia Tanah

Mbah Kunargo dan puluhan warga Suka Mukti, kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan menjadi korban mafia tanah.

Tasmalinda
Kamis, 05 Mei 2022 | 17:24 WIB
Bertahun-tahun Berkonflik Sampai Dipungut Uang, Warga Suka Mukti Jadi Korban Mafia Tanah
Mbah Kunargo dan warga Suka Mukti Ogan Komering Ilir [Suara.com/Tasmalinda]

Warga yang berkumpul di rumahnya Mbah Kunargo sama kecewanya.

Mereka tidak mengetahui lagi, harus menempuh cara apa agar bisa mengelola kembali lahan tersebut.

Mbah Kunargo mengenang, bagaimana ia dan warga berjuang sampai harus menduduki lahan sawit hampir selama dua bulan lamanya di tahun 2021 lalu. 

Tepat di Oktober 2021, ratusan warga desa berkumpul, menggelar aksi pendudukan di lahan yang sudah tumbuh tanaman sawit. “Dua warga desa ditahan karena aksi tersebut,” kenang pria yang mengenyam pendidikan Sekolah Rakyat (SR) ini.

Baca Juga:Dapat Remisi Hari Raya Idul Fitri, 52 Napi di Sumsel Langsung Bebas

Meski berumur 83 tahun, ia masih ingat betul belasan teman yang satu angkatan pada program Transmigrasi menggarap lahan di desa tersebut. Meski sebagian besar, penggarap sudah meninggal dunia sekaligus mewariskan polemik atas lahan pada anak dan cucu.

Mbah Kunargo merupakan masyarakat transmigrasi SKPC tiga di tahun 1981 yang diikuti oleh sebanyak 450 keluarga.

Mbah Kunargo dan ratusan warga mendapatkan jatah lahan seluas dua hektar yang dipergunakan untuk budidaya juga pemukiman dengan sertifikat lahan transmigrasi tahun 1984.

Warga diberi akses lahan pengembangan program transmigrasi. Lahan masih bertopografi hutan itu dibudidayakan. Warga menanam padi, palawija, tanaman jagung, sayur mayur, dan rempah-rempahan.

“Jenis tanaman apapun dicoba ditanam agar bisa menghidupi keluarga, warga pun membagi lokasi menanam dengan batas lahan yang disepakati bersama,” kenangnya.

Baca Juga:Tiga Anggota Ditpolairud Polda Sumsel, Dibawa Kabur "Kapal Hantu" Penyeludupan Benih Lobster

Lahan pencanangan mencapai 774 hektar (Ha). Lahan ini pun oleh Camat saat itu, diberi alas hak berupa Surat Keterangan (SKT) yang dikeluarkan bertahap yakni mulai tahun 1983 hingga 1985. 

Permasalahan muncul ketika Kepala Desa (Kades) Sunarto Hadi (almarhum) meminta warga mengumpulkan Surat Keterangan termasuk juga sertifikat tanah transmigrasi.

Sekitar tahun 1991, Sunarto ini ternyata membuat Surat Pengakuan Hak (SPH) tanah fiktif. Sunarto Hadi terbukti melakukan penjualan lahan dengan menerbitkan SPH fiktif seluas 230 Ha.

Kades Sunarto Hadi terbukti bersalah sehingga Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ogan Komering Ilir (OKI) memberhentikannya dari jabatan. Hanya aja, tindakan kades ini tidak diproses hukum.

Permasalahannya makin kompleks ketika lahan-lahan yang sudah dibuat Surat Penguasaan Hak (SPH) fiktif oleh Sunarto Hadi, tidak dikembalikan pada warga termasuk mbah Kunargo dkk ini.

Padahal lahan-lahan tersebut sudah dibudidaya serta membentuk pemukiman. Bupati kala itu, Ishak Mekki memerintahkan Kades pengganti, Triyanto menyelesaikan persoalan dengan memetakan lagi, lahan-lahan yang sudah digarap masyarakat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini