SuaraSumsel.id - Kawanan kerbau berjalan menyusuri rawa gambut, pagi itu. Hamparan rawa gambut yang membelah cakrawala menjadi pemandangan khas lanskap rawa gambut di Sumatera Selatan.
Kerbau-kerbau ini sengaja dilepasliarkan dari kandang yang jauh dari pemukiman. Beriringan kerbau-kerbau berendam ke rawa gambut yang merupakan habitatnya. Para pemilik pun telah menyiapkan makanan rumput di kandang.
Setelah diberi makan, kerbau betina digiring ke kandang untuk diambil susunya. Proses pemerahan susu kerbau dari membutuhkan teknik khusus. Susu hasil perasan pun diletakkan di botol-botol yang kemudian diolah.
Jumlah kerbau yang mencapai 500 ekor ini pun menjadi bagian dari sumber pendapatan warga desa. Setiap paginya, kerbau-kerbau ini menghasilkan susu yang bisa langsung dikonsumsi segar oleh anak-anak dan warga di desa atau oleh ibu-ibu dikelola lagi.
Baca Juga:Kaleidoskop Sumsel 2021: 5 Peristiwa Heboh, Donasi Palsu Rp2 Triliun Akidi Tio
Salah satunya menjadi produk gulo puan (gula puan). Desa Bangsal di Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan ini telah mengenalkan makanan gulo puan sebagai makanan khas daerah.
Dengan kemasan yang menarik, gulo puan pun sudah dijual ke luar desa dan keluar Sumatera Selatan dengan berbeda varian harga mulai dari harga Rp17.500 per kemasan 50 gram hingga ke atasnya.
Ada gulo puan yang kini menjadi warisan tak benda oleh Unisco ini ada dijual langsung kepada pembeli, namun ada juga dengan perantara pedagang dan ada dijual melalui media sosial. Kekinian, gulo puan makin dikenal jika ada pameran antar kecamatan atau antar kabupaten di Sumatera Selatan.
“Setiap hari, pasti ada susu kerbau tersaji buat anak-anak desa. Bisa dibagikan atau dibawa ke luar desa (dijual),” ujar Kepala Desa Bangsal, Muhammad Hasan beberapa waktu yang lalu.
Selain gulo puan, juga ada dadih, mentega yang dihasilkan dari susu kerbau rawa. Dadih semacam pengelolaan lanjutan dari susu kerbau yang dimasak dengan menggunakan api sedang. Dadih bisa juga dipergunakan untuk memasak nasi minyak.
Baca Juga:Palembang Diguyur Hujan, Ini Prakiraan Cuaca 5 Daerah di Sumsel Bakal Hujan
Selain berbagai jenis makanan, kerbau pun memberi nilai tambah lainnya, yakni menjadi pupuk kompos.
Pupuk-pupuk cair ini yang kemudian diperuntukkan bagi tanaman pertanian. Di desa ini, pertanian dikembangkan baik hortikultura (sayur-mayur, buah-buahan) atau pun tanaman obat (apotek hidup). Berbagai jenis tanaman musiman di tanam, mulai dari sayur mayur hingga buah-buahan.
Tanaman obat yang ditanam di pekarangan juga beragam, terutama jenis rempah yang dibutuhkan untuk obat.
Tanaman dikembangkan mengandalkan pupuk dari kandang kerbau rawa, sekaligus proses pembuatan pupuk alami dari sampah-sampah domestik warga.
Dikatakan Hasan, masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya dari alam dan lingkungan. “Sama-sekali mengandalkan pupuk alami, sehingga tidak harus membeli pupuk lagi,” katanya.
Warga Desa Bangsal bersepakat membagi ruang kelola bagi pertanian, peternakan dan perikanan dan peruntukkan lainnya secara bersama-sama.
“Kami menata ruang desa dengan membuat Peraturan Desa atau Perdes. Di peraturan yang kami sepakati, warga desa membagi ruang kelola secara bersama-sama. Tidak lain tujuannya mempertahankan ruang rawa gambut,” sambung Hasan.
Peraturan Desa yang dibuat sejak tahun 2018 mengatur bagaimana desa ini ingin berdaulat dengan mandiri pangan, mandiri ekonomi dan lestari sebagai bagian dari kawasan rawa gambut hingga sepuluh tahun ke depan, yakni 2028.
Setelah pertanian, warga desa juga mengalokasi ruang kelola desa untuk perkebunan, dengan mayoritas menanam karet yang dijual getahnya. Penunjang pendapatan ini mampu menyokong kebutuhan selain pangan.“Pangan juga ada lahan sawah yang dikembangkan. Kerbau-kerbau rawa pun dipergunakan untuk membajak sawah,” ujar Hasan.
Kondisi rawa gambut pun memberikan ruang bagi masyarakat desa untuk beternak ikan. Sejumlah Ikan endemik masih banyak ditemui di rawa gambut Sumsel ini.
Beberapa ikan yang dikembangbiakan di antaranya ikan gabus, ikan lele, ikan sepat, ikan baung dan ikan-ikan air tawar lainnya. Selain mengambil dari rawang, masyarakat juga membuat kolam-kolam yang kemudian ikan dikelola menjadi kerupuk kemplang dan olahan lainnya.
“Budidaya ini, agar kebutuhan protein masih bisa terjamin di kemudian hari, sehingga tidak hanya mengandalkan tangkapan,” ujarnya. Dalam hal ini, Pemerintah Desa Bangsal juga didukung oleh INAgri, yakni lembaga non pemerintah yang fokus dalam pengembangan desa nan lestari.
INAgri bersama Pemerintah Desa mengembangkan Diklat Mandiri Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Rawa. Dari diklat-diklat ini, pengembangan pengetahuan pertanian dibahas dan dikembangkan.
Mengenalkan Pertanian Gambut pada Anak-anak
Masyarakat sadar betul, bertani dan merawat alam merupakan pengetahuan yang harus diwariskan pada generasi muda. Karena itu, di desa ini juga disepakati didirikan Pondok Pesantren atau Ponpes bernama Ibnu Fallah yang diartikan sebagai anak petani.
Sekolah tingkat PAUD, Tsanawiyah dan juga Aliyah dibangun guna menampung anak-anak di desa terutama anak-anak petani agar tetap bisa bersekolah.
Kini, jumlah siswa di Ponpes telah mencapai 300 orang. Di sekolah ini pun dikenalkan muatan lokal sebagai pilihan mata pelajaran muatan lokal selain tahfiz dan keterampilan komputer.
Di muatan lokal pertanian dengan tagline pertanian ramah lingkungan berbasis rawa, anak-anak diajarkan bagaimana mengelola lingkungan terutama rawa gambut lestari.
“Karena yang bersekolah, rata-rata anak petani, kami merawat pengetahuan pertanian ini diturunkan ke generasi selanjutnya,” ujar Dewan Pembina Ponpes, Syahroni, kepada Suara.com, Kamis (29/12/2021).
Pada mata pelajaran ini, anak-anak diajarkan bagaimana membuat pupuk organik, mengelola sampah organik, juga mengelola sampah plastik menjadi sumber bahan bakar, sejenis solar. “Kami menyebutkan kurikulum ramah lingkungan,” ujar dia.
Terkepung Sawit
Desa Bangsal bisa disebut desa yang mandiri akan pangan dan ekonomi. Desa ini menjadi desa model guna menjawab kebutuhan ekonomi masyarakat desa.
Jika dibandingkan dengan desa tetangga seperti Desa Kuro dan Desa Manggris, masyarakatnya telah banyak tergantung tanaman industri seperti halnya sawit.
Desa dengan luas 448,5 hektar diharapkan mampu menjadi desa model, desa Agroekologi yang mengkoneksikan semua kegiatan pertanian rawa gambut, mulai dari perikanan, tanaman musiman, sumber daya peternakan, hingga berbagai produk turunannya.
Keseluruhan rancangan pengelolaan desa pun dikelola dengan BUMDes. Keberhasilan pengelolaan BUMDes pun membawa Desa Bangsal dinobatkan menjadi desa dengan pengelolaan dana desa terbaik tingkat Provinsi Sumsel.
"Warga desa berusaha melestarikan rawa gambut tanpa harus mengubah lanskap sebagai perlindungan perubahan iklim," kata Roni, panggilan akrab Syaroni yang juga merupakan Direktur INAgri.