Menilik Produsen Tempe di Palembang: Gunakan Kedelai Impor hingga Harga Tak Bisa Naik

Perjuangan usaha mikro produsen tempe di Palembang, masih menggunakan kedelai impor hingga tak bisa menaikkan harga

Tasmalinda
Minggu, 30 Mei 2021 | 13:05 WIB
Menilik Produsen Tempe di Palembang: Gunakan Kedelai Impor hingga Harga Tak Bisa Naik
Pengerajin tempe di Palembang [Fitria/Suara.com]

Penggunaan daun pisang sebagai pembungkus tempe, dinilai produsen tempe lebih mahal ketimbang plastik. Sedangkan jika daun pisang, kendala terkadang ada bagian yang tidak bagus,terlalu kecil atau robek maka harus dibuang sehingga lebih boros.

Pada dasarnya pembungkusan sama saja, kedelai yang telah diragi dimasukan ke daun atau plastik yang sudah diberi lubang kecil-kecil agar ada ruang udara.

Normalnya satu kwintal kedelai bisa menghasilkan 48 bungkus tempe berukuran panjang kemudian bisa menjadi 12 potong tempe yang dijual di pasar. Harganya pun berkisar antara Rp 5.000 hingga Rp10.000.

“Kalau sudah dibungkus belum langsung dijual, masih menunggu sehari lagi diangin-anginkan saja, tidak boleh terkena sinar matahari langsung. Jadi totalnya 3 hari proses pembuatannya baru besoknya bisa djual ke pasar,”terang ia.

Baca Juga:Ngaku Dapat Bisikan Gaib, Pelaku Penikaman Jemaah Masjid di Sumsel Serahkan Diri ke Polisi

Meskipun harga kedelai terus meningkat, warga Kampung tempe tidak bisa menaikan harga tempe karena khawatir akan kurang peminat. Produsen terpaksa harus mengencangkan ikat pinggang mengurangi sedikit ukuran dan terkadang harus mengambil untung minim.

Pernah melakukan protes pada pemerintah hingga mogok kerja pada awal tahun 2021, kedelai sempat ditetapkan di angka Rp 9.700 namun tak berlangsung lama, kini harganya kembali melambung menjadi Rp 10.400.
 

Kontributor: Fitria

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini