SuaraSumsel.id - Langkah Bupati Juarsah memimpin kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan tersandung. Senin (15/2/2021), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka atas kasus korupsi pembangunan jalan dan jembatan di kabupaten yang dipimpinnya.
Meski baru dilantik menggantikan bupati sebelumnya, Ahmad Yani yang tersandung kasus yang sama.
Juarsah dilantik Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru pada Maret tahun lalu dengan nomor Sk Mendagri 131.16.274 tanggal 21 Februari 2020 menjadi Plh Bupati.
Lalu baru 1,5 bulan yang lalu menjadi Bupati Muaraenim.
Baca Juga:Epidemiolog Unsri Menilai Sumsel Belum Kompak Kendalikan Covid 19
Juarsah sendiri diangkat menjadi Plt menggantikan bupati Ahmad Yani yang tertangkap Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK bersama tiga orang yakni dua pegawai negeri sipil (PNS) dan satu orang pihak rekanan.
Ketiganya sudah menjalani persidangan dan menjalani hukuman.
Belum lama ini Mahkamah Agung (MA) malam memperberat hukuman mantan bupati Muaraenim Ahmad Yani. Dalam keputusannya, kader Demokrat itu harus menjalankan hukuman 7 tahun penjara dengan denda Rp 21 miliar
Sementara keputusan pengadilan tipikor menetapkan Ahmad Yani dengan hukuman lima tahun penjara juga disertai denda.
Ahmad Yani dan Johan Anuar ialah pasangan bupati dan wakil bupati yang terpilih pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) Muarenim 2018 lalu.
Baca Juga:Pembangunan Tanjung Carat Didukung DPD: Banyak Investor Datang ke Sumsel
Selain Ahmad Yani, OTT KPK menyeret sejumlah nama lainnya, seperti Plt Kepala Dinas, Kabid pembangunan jalan dan jembatan, dan kontraktor pemberi suap dengan nilai anggaran pembangunan proyek jalan dan jembatan mencapai Rp 12,5 miliar.
Setelah persidangan ini, KPK kemudian menyeret Ketua DPRD Muaraenim, Aries HB.
Dalam dakwaannya, mantan Ketua DPRD Muara Enim, Aries HB menerima uang gratifikasi dari 16 proyek pembangunan jalan dan jembatan sebesar Rp3,03 Miliar.
Diketahui mantan ketua DPRD Muaraenum, Aries HB juga dikenakan vonis lima tahun penjara dan denda Rp 3,03 miliar.
Dalam persidangan para narapidana sebelumnya, nama Juarsah juga sempat disebut-sebut juga menerima fee atas proyek pembangunan jalan tersebut.
Juarsah lahir di Muaraenim, pada 11 Desember 1967. Ia pernah menjabat sebagai Direktur PD Rezki Palembang, lalu menjadi wakil bupati Muaraenim selama setahun pada 2018-2019.
Pada tahun 2019, ia pelaksana harian bupati Muaraenim, lalu menjadi bupati sejak Maret lalu.
Ia kini menjabat sebagai Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muaraenim.
Deputi Penindakan KPK Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (15/2/2021) menjelaskan peran Juarsah dalam kasus korupsi proyek jalan ini.
Tersangka Juarsah ternyata pernah ikut menyepakati dan menerima uang berupa 'comitmen fee' dengan nilai lima persen dari Robi Okta Fahlevi pihak swasta. Robi kini sudah menjadi narapidana dalam kasus ini.
"Juarsah juga diduga berperan saat menjadi wakil bupati dalam menentukan pembagian proyek-proyek pengadaan barang dan jasa di dinas PUPR Muara Enim tahun 2019," ucap Karyoto.
Karyoto menyebut Juarsah menerima sekitar miliaran rupiah dalam mengurus proyek jalan di Muara Enim dari comitmen fee sebesar lima persen.
"Penerimaan sekitar Rp 4 Miliar oleh Juarsah dilakukan secara bertahap melalui perantara Elfin MZ Muhtar selaku Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK dinas PUPR Kabupaten Muara Enim," kata Karyoto.