SuaraSumsel.id - Situasi pandemi tidak menghalangi pertujukan bagi sebuah karya seni. Pentas seni tari berjudul Rahim Sungai Musi dengan durasi tampil 60 sampai 120 detik akan tampil secara virtual di youtube Srisetra pada 13 Oktober mendatang.
Berikut biografi karya yang disampaikan sang koreografer, Sonia Anisah Utami.
Persoalan apa yang melatarbelakangi karya ini?
Dari pengamatannya saya, ada dua persoalan besar dialami Sungai Musi bersama komunitas manusia yang bermukim di sekitarnya.
Baca Juga:Mau Ikut Aksi Tolak Omnibus Law? Begini Video Anak Unsri Jika Mau Aksi
Pertama, saat ini kondisi fisik Sungai Musi cukup memprihatinkan. Selain pendakalan, abrasi, airnya juga mulai dipenuhi limbah.
Baik limbah dari aktifitas perkebunan dan pertambangan di wilayah hulunya, juga industri seperti pabrik pengolahan karet, pupuk, perkapalan, serta sampah perkotaan dan rumah tangga.
Kedua, akibat perubahan lanskap Sungai Musi tersebut berdampak pula pada perilaku budaya masyarakatnya.
Komunikasi antar kelompok masyarakat antar etnis mulai menurun. Berbagai tradisi, seperti kesenian komunal mulai ditinggalkan.
Bagaimana karya Anda merespon kondisi tersebut?
Baca Juga:Kronologi Nelayan Tewas Diterkam Buaya hingga Jasad Tak Utuh di Banyuasin
Dari problem tersebut, saya menyikapinya melalui karya tari yang berpijak pada dasar ekologi dan budaya.
Saya memahami sungai Musi sebagai sumber peradaban masa lalu, yang meleburkan berbagai etnis dan budaya yang datang dan menetap, kemudian melahirkan kebudayaan baru yang lebih terbuka.
Karya ini didukung 43 perempuan dari berbagai wilayah aliran delapan anak sungai Musi.
Mengapa semuanya perempuan?
Di dalam sejarah masyarakat Palembang dikenal tokoh perempuan bernama Ratu Sinuhun. Dia menulis kitab undang-undang adat Simbur Cahaya.
Di dalam kitab itu, istri Pangeran Sido Ing Kenayan yang memimpin Palembang dari 1636-1642, pranata hukum dan kelembagaan adat masyarakat yang sebagian besar hidup di tepian sungai.
Selain itu, kaum perempuan lebih banyak terlibat aktifitas di sekitar Sungai Musi. Baik terkait rumah tangga, ekonomi maupun lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari, perempuan mampu membangun komunikasi atau menggalang solidaritas terhadap apa yang mereka percaya atau yakini.
Pengalaman apa yang Anda dapat dalam karya ini?
Pada karya Rahim Sungai Musi ini, saya mencoba menandai lebih dulu keberadaan manusia dengan lingkungan atau alam semesta.
Kemudian mencari keterhubungan dari gerak semesta khususnya sungai dengan tiga dunia sekaligus, dunia nyata karya itu sendiri, dunia spiritulitas atau gaib, serta bagaimana mentransformasikannya ke dunia maya melalui live virtualnya.
Sungguh ini pengalaman kerja kolaborasi performance yang menantang, sekaligus membawa ilmu dan pengalaman baru bagi saya.