SuaraSumsel.id - Situasi pandemi juga berimbas pada sektor kerajinan di Palembang, Sumatera Selatan. Salah satunya, ialah pengerajin gerabah di Jalan Taqwa Mata Merah, Lorong Keramik, Kelurahan Sei Selincah, Kalidoni, Kota Plembang.
Salah satu pengerajinnya ialah Dede Sarimana. Karena pandemi covid 19 ini, ia tidak lagi memperkerjakan karyawan. Hal itu dilakukan guna menekan biaya operasional yang harus ditutupi sementara penghasilan menurun tajam.
“Sebenarnya pot juga tidak banyak dipesan, paling 30 pot dalam sebulan. Walaupun begitu Alhamdulillah sejauh ini masih ada yang beli. Usaha ini juga masih bisa bertahan di tengah pandemi karena kami menggunakan tabungan kami,” ungkapnya, Senin (5/10/2020).
Ia juga telah beberapa kali mengajukan untuk mendapatkan Bantuan Langsung Tunai atau BLT dari pemerintah. Kendati begitu, hingga kini belum juga mendapatkan bantuan untuk usaha terdampak Covid-19 tersebut.
Baca Juga:Prof Yuwono : Saran ke Gubernur Sumsel Kejar Tes 1.000 Orang/Hari
“Sepi permintaan penjualan gerabah (kendi, celengan ayam, dan wadah tembuni) sejak pandemi ini. Anjloknya sampai 50 persen selama delapan bulan ini,” ujarnya.
Istri dari Yoyo Kartana (59) menambahkan biasanya dalam sebulan itu penghasilannya mencapai Rp 5 juta. Namun, kini penghasilan gerabah hasil buatan tangan mereka hanya mengantongi Rp 2,5 juta sebulannya.
“Dari pemasukan sekarang ini, itu belum dipotong untuk pembelian kayu bakar hingga tanah liat. Beli itu (tanah liat) Rp 1 juta satu truk, sedangkan kayu bakar sekitar Rp 300.000,” kata Sarimana.
Tahun pandemi ini merupakan kondisi terburuk yang pernah mereka rasakan. Karena itu, mereka terus memutar otak agar usahanya yang telah dilakukan sejak 1987 silam itu tetap beroperasi.
Dia menambahkan kondisi saat ini memang lebih baik dibanding pada Mei sampai Juni 2020 lalu. Pasalnya, selama tiga bulan itu seluruh gerabah hasil buatannya tersebut tidak ada yang memesannya.
Baca Juga:Potensi Ekonomi dan Pekerjaan, IMK Sumsel Perlu Dikembangkan
“Jadi numpuk semua di rumah. Pokoknya saat awal puasa sampai lebaran benar-benar kosong,” tutup ia.
Kontributor : Rio Adi Pratama