Tasmalinda
Kamis, 17 Juli 2025 | 11:45 WIB
Ilustrasi karet Sumsel. Tarif AS ancam masa depan ekspor karet Sumsel

SuaraSumsel.id - Di tengah kehebohan viral mengenai klaim kesepakatan dagang Donald Trump, Sumatera Selatan (Sumsel) sebenarnya sedang merayakan pencapaian gemilang.

Pada kuartal pertama 2025, provinsi ini mencatatkan surplus perdagangan yang fantastis dengan Amerika Serikat, membuktikan bahwa produk-produk andalannya mampu menembus salah satu pasar paling kompetitif di dunia.

Namun, euforia ini kini dibayangi kekhawatiran.

Berdasarkan data terbaru BPS, ekspor Sumsel ke AS selama Januari-Maret 2025 menembus 93,24 juta dolar AS atau hampir Rp1,5 triliun.

Angka ini menempatkan AS sebagai salah satu mitra dagang utama Sumsel. Namun, kesepakatan yang digembar-gemborkan Trump mengusulkan tarif 19% untuk semua barang dari Indonesia.

Apakah ini akan menjadi ancaman bisa melumpuhkan mesin ekspor Sumsel?

ekspor dan impor Sumatera selatan

Data perdagangan menunjukkan sinyal positif bagi perekonomian Sumatera Selatan di awal 2025. Nilai ekspor ke Amerika Serikat mencapai Rp1,5 triliun, jauh melampaui nilai impornya yang bahkan tak masuk lima besar negara asal impor.

Kondisi ini mencerminkan neraca perdagangan yang sangat sehat, di mana Sumsel lebih banyak menjual ketimbang membeli dari AS.

Komoditas unggulan seperti karet dan turunannya, kayu olahan, serta hasil pertanian terbukti menjadi primadona di pasar yang terkenal selektif seperti Amerika.

Baca Juga: Viral Pria Palembang Dikeroyok dan Dilindas Motor Gegara Klakson, 5 Pelaku Ditangkap

Keberhasilan ini bukan hanya soal volume, tapi juga menunjukkan kualitas dan daya saing produk lokal di tingkat global.

Lebih menggembirakan lagi, ekspor Sumsel secara keseluruhan naik 14,40% dibandingkan tahun sebelumnya, menandakan denyut pertumbuhan ekonomi regional yang tetap kuat meski dihadapkan pada tantangan eksternal seperti kebijakan tarif dagang baru dari Amerika Serikat.

Kinerja cemerlang inilah yang kini berada di ujung tanduk. Prestasi yang dibangun oleh ribuan petani, pekerja pabrik, dan eksportir di Sumsel terancam oleh satu goresan pena kebijakan di Washington.

Bayangkan sebuah lembaran karet atau sebungkus kopi spesialti dari Sumsel yang tiba di pelabuhan AS. Secara tiba-tiba, harganya harus ditambah tarif 19%.

Apakah  produk tersebut menjadi jauh lebih mahal dibandingkan produk dari negara lain misalnya Vietnam atau Thailand) yang mungkin memiliki perjanjian tarif lebih rendah.

Para importir di AS tentu akan beralih ke pemasok yang lebih murah. Benarkan pesanan ke Sumsel bisa anjlok drastis, mengancam kelangsungan hidup industri hilir perkebunan di provinsi ini.

Ancaman Tarif 0% bagi Produk AS Invasi Pasar Lokal?

Di sisi lain, kesepakatan itu menyebut ekspor AS ke Indonesia akan bebas tarif. Meskipun saat ini impor Sumsel dari AS terbilang kecil, kebijakan ini akan menjadi "karpet merah" bagi produk pertanian dan manufaktur Amerika untuk membanjiri pasar lokal.

Apakah ini bukan hanya ancaman bagi eksportir, tetapi juga bagi seluruh pasar domestik Sumsel.

Nasib Petani Karet, Kopi, dan Ribuan Pekerja di Tangan Siapa?

Di balik angka statistik triliunan rupiah, ada denyut nadi kehidupan ribuan keluarga di Sumsel. Ada petani karet di Musi Banyuasin, petani kopi di Pagar Alam, dan pekerja di pabrik pengolahan kayu yang nasibnya bergantung pada lancarnya keran ekspor.

Apakah kebijakan tarif 19% dari Trump secara langsung akan memukul pendapatan mereka.

Potensi Sumsel untuk menjadi pemain utama produk berkelanjutan seperti karet ramah lingkungan atau kopi specialty di pasar AS bisa pupus sebelum berkembang.

Kondisi ini menjadi dilema besar.

Di satu sisi, Sumsel telah membuktikan kapasitasnya untuk bersaing secara adil.

Di sisi lain, sebuah kebijakan proteksionis yang tidak adil dari negara mitra dagang dapat meruntuhkan semua kerja keras tersebut.

Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus waspada dan menyiapkan strategi mitigasi untuk melindungi aset ekonomi vitalnya.

Menurut Anda, apa langkah strategis yang harus segera diambil oleh Pemda Sumsel dan para eksportir untuk menghadapi potensi ancaman ini?

Load More