SuaraSumsel.id - Di bawah rindangnya pepohonan yang tumbuh subur di tepi Jalan Raya Muaradua–Liwa, tepatnya di Desa Gudang Gula, Kecamatan Simpang Sender, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS), Marsa (40) dan Siti Aisyah (55) terlihat khusyuk dengan tangan mereka lincah menari di atas helai-helai rotan.
Mereka bersenandung. Suara serak-serak basah mereka berpadu dengan hembusan angin dan desau dedaunan, menciptakan suasana yang begitu syahdu dan damai.
Di pondok kecil tempat mereka berteduh, mereka mengolah rotan menjadi anyaman bakul, sebuah kerajinan tangan yang telah menjadi napas kehidupan masyarakat Desa Gudang Gula selama puluhan tahun.
Tradisi ini bukan sekadar bentuk usaha ekonomi, tetapi juga simbol ketekunan, kearifan lokal, dan warisan budaya yang diwariskan secara turun-temurun dari leluhur.
Rotan yang mereka anyam bukan hanya sekadar bahan alam, tetapi juga pengikat sejarah dan cerita kehidupan desa yang terus berdenyut dalam setiap helai anyaman.
“Kami perajin anyaman yang masih bertahan di desa ini,” kata Siti sambil menyerut rotan menjadi serat dan tali.
“Satu batang rotan dapat menghasilkan 18 serat, tapi tergantung ketebalan rotannya. Tapi rata-rata 18 serat,” sambungnya.
Dengan sabar dan ketekunan, Siti dan Marsa menganyam rotan demi rotan yang berasal dari hutan Margasatwa Gunung Raya.
Rotan yang mereka gunakan bukan sembarangan—ada rotan irit (Calamus trachycoleus) yang lentur dan mudah dibentuk, serta rotan bulat atau jernang besar (Daemonorops draco) yang kuat dan tahan lama.
Baca Juga: Baru 3 Bulan Cerai, Wanita Muda di PALI Jadi Korban Nafsu Ayah Kandungnya Sendiri
Kedua jenis rotan ini didapat dari para pencari rotan yang menyusuri kawasan hutan, menjaga tradisi sekaligus menggantungkan hidup dari alam.
Untuk membuat satu bakul rotan, setidaknya dibutuhkan tujuh batang rotan yang telah diproses secara manual.
Hasilnya?
Bakul-bakul cantik nan fungsional yang dijual seharga Rp30.000 hingga Rp50.000 per buah.
Meski harganya tampak sederhana, setiap anyaman menyimpan cerita tentang kearifan lokal, ketekunan, dan hubungan yang erat antara manusia dan alam.
“Setiap hari kami bisa menghasilkan enam bakul,” jelas Marsa.
Berita Terkait
-
Baru 3 Bulan Cerai, Wanita Muda di PALI Jadi Korban Nafsu Ayah Kandungnya Sendiri
-
56 Napi Diboyong ke Nusakambangan karena Ulah Brutal, Ini Dalih Menteri Imipas
-
Viral Motor Dinas Kades Digadaikan Oknum Polisi Satuan Narkoba di OKU Timur
-
Sopir Angkutan Feeder Palembang Belum Gajian, PT TGM Akui Tunggakan Rp1 Miliar
-
Ngopi Jadi Gaya Hidup, Kedai Rumah Loer Palembang Kembali Ekspansi Usaha
Terpopuler
- 6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
- 5 Tablet Snapdragon Mulai Rp1 Jutaan, Cocok untuk Pekerja Kantoran
- 7 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik Budget Pekerja yang Naik Kendaraan Umum
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
Terkini
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Macet Parah di Bandara SMB II Palembang Jadi Sorotan: Gara-Gara Sistem Baru, Publik Minta Evaluasi
-
Cek Fakta: Viral Isu Muhammad Qodari Usulkan Gibran Jadi Pahlawan Nasional, Benarkah?
-
Diduga Jadi Korban Bullying, Siswa SD di Talang Jambe Trauma dan Takut Kembali ke Sekolah
-
Cek Fakta: Viral Video Tuduh Megawati Sebut Korupsi Bukan Pelanggaran HAM, Benarkah?