Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Selasa, 13 Mei 2025 | 15:56 WIB
pungutan liar di pasar 16 ilir Palembang, Sumatera Selatan

SuaraSumsel.id - Aroma pungli di pusat perdagangan legendaris Kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) kembali tercium.

Sejumlah pedagang di Pasar 16 Ilir, salah satu pasar tradisional terbesar di Sumatera Selatan, mengaku dipungut uang harian oleh oknum Ketua RT 01 berinisial AS tanpa karcis resmi dari pemerintah.

Praktik ini disebut telah berlangsung cukup lama dan meresahkan para pedagang kecil yang bergantung hidup di lokasi tersebut.

Beberapa pedagang yang enggan disebutkan namanya karena khawatir mengalami intimidasi, menyampaikan bahwa mereka diminta membayar uang sebesar Rp2.000 per hari oleh AS.

Baca Juga: Harus Rela Tertunda, Jemaah Haji Asal OKU Gagal Berangkat karena Hamil Muda

Uang itu disebut-sebut sebagai “biaya kebersihan” atau “uang sampah,” namun tidak ada bukti karcis retribusi atau surat keterangan resmi dari instansi pemerintah.

"Kalau kami tidak bayar, kami takut dilarang berjualan lagi. Kami tidak tahu harus lapor ke siapa. Sudah biasa seperti ini setiap hari,” ungkap seorang pedagang sayuran.

Ia menyebut, bukan hanya dirinya yang membayar, tapi semua pedagang di lokasi yang sama turut diminta menyetor uang dengan alasan yang sama.

Hal serupa juga diungkapkan oleh pedagang lain yang menyatakan bahwa jumlah pedagang yang ditarik setoran tanpa karcis oleh oknum Ketua RT tersebut diperkirakan mencapai lebih dari 300 orang.

“Sudah seperti kewajiban yang tidak bisa ditolak. Kalau mau aman dagang, ya harus ikut saja. Mau bagaimana lagi?” katanya pasrah.

Baca Juga: Harga Emas di Palembang Turun Saat Libur Panjang, Pedagang Ungkap Penyebabnya

Jika dihitung secara kasar, dengan 300 pedagang yang membayar Rp2.000 per hari, jumlah pungli yang didapat AS bisa mencapai Rp600.000 setiap hari, atau sekitar Rp18 juta per bulan, semuanya tanpa melalui mekanisme retribusi pasar resmi.

Situasi ini menimbulkan keprihatinan dari berbagai kalangan, termasuk pegiat antikorupsi di Palembang.

Mereka menilai praktik pungutan liar semacam ini bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan pasar tradisional, sekaligus memperburuk kesejahteraan pedagang kecil yang sudah terjepit dengan tingginya biaya hidup dan sepinya pembeli.

Warga dan pedagang berharap agar aparat penegak hukum dan pemerintah kota segera turun tangan untuk menyelidiki dugaan pungli ini secara tuntas.

“Kami cuma ingin berdagang dengan tenang. Kalau ada pungutan, seharusnya resmi dan jelas tujuannya,” ujar salah satu pedagang.

Suara.com masih mengupayakan konfirmasi kepada pihak Pemerintah Kota Palembang maupun dari oknum Ketua RT yang disebut dalam laporan pedagang.

Load More