Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Minggu, 08 September 2024 | 15:29 WIB
Ilustrasi rudapaksa anak belia. pembunuhan brutal siswi SMP [Presisi.co]

SuaraSumsel.id - Warga Palembang Sumatera Selatan (Sumsel) sepekan terakhir digemparkan dengan penemuan jasad siswi SMP di kawasan pemakaman Tionghoa. Siswi SMP ditemukan warga di kawasan tersebut dalam kondisi mengenaskan.

Penemuan jasad ini pun kemudian diselidiki pihak kepolisian. Dari proses visum yang dilakukan diketahui jika korban mengalami rudapaksa, dan sejumlah luka di bagian tubuhnya.

Polisi pun melakukan pengembangan atas kasus ini, yang kemudian berhasil mengungkap empat pelajar yang ditetapkan sebagai tersangka. Nan mengejutkan dan membuat miris kasus ini, para pelaku tersebut masih berusia di bawah umur.

Kriminilog Universitas Muhammadiyah Palembang Martini Idris mengungkapkan situasi yang dialami anak-anak yang bermasalah dengan hukum seperti pada kasus pembunuhan siswi SMP ini juga cukup kompleks.

Baca Juga: Kasus Pembunuhan Siswi SMP Palembang: Keluarga Pelaku Minta Anaknya Dibina di Panti

Otak rencana rudapaksa yang berakhir pembunuhan ini diketahui masih berusia 16 tahun. Polisi mengungkapkan jika perkara ini bermula dari sakit hati pelaku karena cintanya ditolak korban.

Pelaku tidak terima perasaan cintanya tersebut ditolak maka mengajak ketiga teman lainnya merencanakan dan melakukan rudapaksa nan berujung pembunuhan.

Polisi pun mengungkapkan jika motif perkara bukan hanya karena perasaan cinta pelaku ditolak selain itu juga karena pengaruh film porno. Di ponsel otak pembunuhan ditemukan sejumlah film porno yang disimpan dan diakui telah ditonton berkali-kali.

Martini menjelaskan anak-anak yang bermasalah atau berkonflik dengan hukum dilindungi dengan UU nomor 17 tahun 2016 mengenai UU perlindungan anak.

"Saya berpendapat, hal yang mendasari anak-anak melakukan hal tersebut (rudapaksa dan pembunuhan) karena tidak ketatnya pengawasan orang tua. Anak-anak tidak dibekali dengan pengetahuan terutama agama," ujarnya saat dihubungi Suara.com, Minggu (8/9/2024).

Baca Juga: Tragedi Pembunuhan Siswi SMP di Palembang Ternyata Akibat Pengaruh Film Porno

Pada situasi ini, anak-anak tersebut cenderung mencari lingkungan pertemanan di luar rumah yang kerap salah pergaulan (cycle).

"Cycle yang dipilih karena mereka tidak menemukan kenyamanan di rumah dan akhirnya memilih keluar rumah, namun cycle yang mereka temukan ternyata tidak baik. Seperti ditemukan situs porno, artinya tidak ada yang melakukan pengawasan dan tidak ada pula tempat mereka bertanya dan memfilter anak-anak tersebut," ujarnya menjelaskan.

Seorang anak-anak memiliki kecenderungan untuk melakukan kegemaran (main) dengan mencari lingkungan yang nyaman dan membuat mereka bahagia.

"Sayagnya mereka tidak mendapatkan di lingkungan rumah. Rasa nyaman dan bahagia dengan mencari lingkungan di luar rumah namun ternyata salah pilih pergaulan (cycle). Saya rasa anak-anak ini tidak mengetahui (jika menonton situs porno tidak boleh di usia mereka), tidak ada pula yang mengarahkan dan memberi tahu," ucapnya menjelaskan.

Dengan demikian, ia menegaskan pada anak-anak yang berkonflik dengan hukum hendaknya dikembalikan kepada negara.

"Dari kasus ini, kita bisa menyimpulkan jika hulu masalahnya ialah keluarga. Mungkin karena dari keluarga sederhana, orang tua sibuk bekerja, mereka terabaikan secara pengawasan. Karena itu, anak-anak demikian jangan dikembalikan ke rumah/orang tua, namun negara harus berperan di sini," ujarnya.

Load More