- Rumah Sri Ksetra, fokus pada ekologi budaya Sumatera Selatan, memenangkan Anugerah Kebudayaan Indonesia 2025 kategori media.
- Penghargaan diserahkan Menteri Kebudayaan Fadli Zon di Jakarta pada Rabu, 17 Desember 2025, bersama 29 penerima lain.
- Keberhasilan ini didukung kerja kolaboratif lintas sektor, termasuk media, universitas, pemerintah, dan komunitas adat lokal.
SuaraSumsel.id - Rumah Sri Ksetra, media pendokumentasian keberagaman budaya Sumatera bagian selatan yang berfokus pada ekologi dan masyarakat adat, meraih Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2025 kategori media. Penghargaan bergengsi ini menjadi pengakuan atas konsistensi Rumah Sri Ksetra dalam merekam, menjaga, dan menyuarakan kekayaan budaya Sumatera Selatan.
Anugerah tersebut diserahkan langsung oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam malam penganugerahan yang digelar di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Rabu (17/12/2025). Rumah Sri Ksetra menjadi salah satu dari 30 penerima penghargaan tahap ketiga AKI 2025 dari berbagai daerah di Indonesia.
Pada kategori media, Rumah Sri Ksetra sejajar dengan media Jaya Baya dan JTV dari Jawa Timur.
Ketua Rumah Sri Ksetra, Nopri Ismi, menyampaikan rasa syukur dan kebanggaannya atas penghargaan tersebut. Menurutnya, anugerah ini bukan hanya capaian lembaga, tetapi juga pengingat atas tanggung jawab besar untuk terus merawat pengetahuan dan warisan budaya.
Baca Juga:Lengkap! Ini Peta Jalan Tol Trans-Sumatera di Sumsel 2025 & Daftar Gerbang Tolnya
“Kami merasa terhormat dan bangga menerima penghargaan ini. Semoga anugerah ini memberi energi baru bagi kami untuk terus menggali, menjaga, dan berbagi pengetahuan serta kekayaan budaya Indonesia, khususnya Sumatera bagian selatan, sekaligus ikut memberi warna dalam pemajuan kebudayaan Indonesia,” ujar Nopri usai menerima penghargaan.
Ia menegaskan, capaian tersebut merupakan hasil dari kerja kolaboratif lintas sektor yang selama ini terbangun. Rumah Sri Ksetra bekerja bersama berbagai organisasi media seperti Mongabay Indonesia dan Pulitzer Center, perguruan tinggi seperti Universitas Bangka Belitung dan UIN Raden Fatah, hingga organisasi lingkungan hidup seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kepulauan Bangka Belitung dan Hutan Kita Institute (HaKI).
Kolaborasi juga melibatkan lembaga pemerintah dan komunitas lokal, mulai dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Selatan, Kampung Inggris Tempirai, hingga para tokoh adat di wilayah dataran tinggi dan dataran rendah Sumatera Selatan serta Kepulauan Bangka Belitung.
“Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah VI Sumatera Selatan dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Selatan yang selama ini mendukung kerja-kerja kami,” kata Nopri.
Apresiasi turut disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Selatan, Pandji Tjahjanto. Ia menyebut penghargaan ini sebagai kebanggaan bagi Sumatera Selatan sekaligus dorongan agar Rumah Sri Ksetra terus berkarya dan menginspirasi pegiat budaya lainnya.
Baca Juga:Telkomsel Percepat Transformasi UKM Sumsel Lewat AI di Program DCE ke 5
“Sumatera Selatan sangat kaya akan budaya. Penghargaan ini diharapkan menjadi pemantik semangat bagi Rumah Sri Ksetra dan para pelaku budaya lainnya untuk terus berkarya, karena kebudayaan adalah bagian penting dari pemajuan daerah dan Indonesia,” ujarnya.
Pandji juga menekankan pentingnya menjaga kolaborasi lintas pihak dalam upaya pemajuan kebudayaan. “Pemajuan kebudayaan harus dilakukan bersama-sama—pemerintah, pelaku budaya, perguruan tinggi, masyarakat, dan seluruh elemen,” katanya.
Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VI Sumatera Selatan, Kristanto Januardi, menilai penghargaan yang diterima Rumah Sri Ksetra mencerminkan besarnya potensi budaya di Sumatera Selatan beserta para penggeraknya.
“Maestro, pelestari, dan penggerak kebudayaan di Sumatera Selatan sangat banyak. Sudah waktunya mereka mendapat penghargaan. Anugerah kebudayaan, baik di tingkat kabupaten, provinsi, hingga nasional, merupakan bentuk kepedulian dan apresiasi. Semoga ini menambah semangat dalam memajukan Kebudayaan Indonesia,” ujarnya.
Rumah Sri Ksetra sendiri lahir pada 2016, digerakkan oleh jurnalis, pekerja seni, mahasiswa, dan akademisi, di antaranya Taufik Wijaya, Yusuf Bahtimi, Nopri Ismi, Dian Maulina, Yulion Zalpa, Yudhi Semai, Humaidy Kenedy, Tasmalinda, dan Ariadi Damara. Komunitas ini mengusung visi “keberagaman hayati, kekayaan budaya” sebagai landasan kerja.
Melalui film dokumenter, foto, dan artikel yang disebarluaskan lewat media sosial serta media massa, Rumah Sri Ksetra konsisten menghadirkan cerita-cerita budaya dari akar rumput. Nama Sri Ksetra sendiri diambil dari taman yang dibangun pada masa Kedatuan Sriwijaya abad ke-7 Masehi, menjadi simbol keterhubungan antara sejarah, alam, dan kebudayaan yang terus dirawat hingga hari ini.