-
Seorang pria 79 tahun di Palembang dijepit jarinya oleh anak kandungnya sendiri.
-
Pelaku marah karena tidak diberi uang untuk membeli sabu.
-
Korban melapor ke polisi setelah jari kelingkingnya nyaris putus.
SuaraSumsel.id - Sedikit goyangan pintu rumah dan sebuah jeritan membuat suasana siang itu pecah, seorang pria lanjut usia, berusia 79 tahun, menyaksikan tangis dan darah yang mengucur dari jari kelingkingnya sendiri setelah anak kandungnya menjepitnya ke pintu.
Semua itu dipicu hanya karena permintaan uang yang tak dikabulkan untuk membeli sabu. “Dia minta uang terus untuk beli obat yang diduga sabu,” ujar Fachruddin Jamal, warga Kelurahan Bukit Sangkal, Kecamatan Kalidoni, Palembang, saat ditemui di loket pelaporan perkara di Polrestabes Palembang, Rabu (5/11/2025) sore.
Kejadian terjadi pada Senin (27/10/2025) sekitar pukul 10.00 WIB di kediaman korban sendiri. Anak kandungnya, inisial KY (44), meminta sejumlah uang. Karena Fachruddin tak memiliki, situasi memanas. KY tak terima ditolak dan mulai mengusir orang tuanya dari rumah, bahkan menjepit jari kelingking korban ke pintu hingga kondisi nyaris putus.
“Jari saya harus dioperasi karena nyaris terputus,” tambah Fachruddin dengan suara bergetar. Ia sempat dibawa ke rumah sakit RS Hermina Palembang untuk mendapat penanganan. Karena trauma, ia mengaku takut untuk pulang ke rumah.
Baca Juga:HUT ke 68 Bank Sumsel Babel, Jajan Cuma Rp68 Pakai QRIS BSB Mobile
Kasus kini telah dilaporkan sebagai tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh korban ke polisi. Pihak Polrestabes Palembang menyatakan laporan telah diterima dan sedang ditindaklanjuti oleh unit Reskrim.
Kasus ini tak sekedar soal kekerasan fisik, melainkan juga soal luka sosial yang panjang: seorang anak yang beralih pada adiksi, menuntut orang tua yang sudah menua untuk memenuhi keinginannya, dengan balasannya adalah kekerasan dan pengusiran. Di satu sisi ada tanggung jawab orang tua untuk melindungi keluarga; di sisi lain ada kegagalan sistem pendampingan pada kecanduan dan hubungan orang tua-anak yang retak.
Sebagai jurnalis berpengalaman, penting untuk kita menyoroti bagaimana pola adiksi bisa memicu kekerasan terhadap orang paling rentan — orang tua sendiri — dan bagaimana perlu sistem pendukung sosial untuk mencegah eskalasi seperti ini.
Fachruddin kini menunggu proses hukum sambil merawat jari yang nyaris putus dan mencoba pulih dari trauma. “Saya sudah tidak tahan lagi atas ulahnya,” katanya. Kasus ini menjadi pengingat bahwa rumah bukanlah zona kebal kekerasan — dan perlindungan orang tua terhadap anak kadang juga butuh perlindungan dari anaknya sendiri.
Baca Juga:Daftar Tunggu Masih Panjang, Tapi Kuota Haji Sumsel 2026 Naik Jadi 5.895 Orang