Emas, Waktu, dan Ingatan yang Tak Lekang: Tradisi yang Berlabuh di Bank Emas Pegadaian

Cerita sederhana ini seakan mengulang memori kolektif banyak keluarga di Palembang, yang sejak lama menjadikan emas sebagai tabungan hidup.

Tasmalinda
Selasa, 30 September 2025 | 21:13 WIB
Emas, Waktu, dan Ingatan yang Tak Lekang: Tradisi yang Berlabuh di Bank Emas Pegadaian
aktivitas di pegadaian, salah satunya yang kemudian mengenalkan bank emas
Baca 10 detik
  • Kisah seorang ibu di Binjai yang menjual emas lama seharga Rp95 juta mengingatkan kembali tradisi wong Palembang: emas bukan sekadar perhiasan, melainkan tabungan hidup yang diwariskan lintas generasi. Dari biaya sekolah hingga modal usaha, emas menjadi penyelamat di kala genting.

  • Transformasi besar terjadi ketika Pegadaian dikukuhkan sebagai Bank Emas pertama di Indonesia pada Februari 2025. Dengan fondasi hukum yang kokoh, emas kini tak hanya disimpan di lemari kayu, tapi juga bisa dikelola secara digital, ditabung mulai Rp10 ribu, hingga dijadikan instrumen keuangan modern yang tercatat aman.

  • Fenomena ini menjembatani tradisi dan modernitas. Dari gelang kecil seusai Lebaran hingga saldo emas di aplikasi, masyarakat Palembang kini punya cara baru menyulam harapan. Bersama Pegadaian, emas bukan sekadar warisan masa lalu, tetapi pijakan menuju Indonesia Emas 2045.

 “Di usia 124 tahun, Pegadaian masuk ke babak baru. Tidak hanya soal gadai, tapi juga mengelola emas, mendistribusikan emas, hingga menghadirkannya dalam genggaman melalui aplikasi digital. Ini menyasar generasi muda, Gen Z dan Gen Alpha, agar mereka bisa berinvestasi sejak dini,” ujarnya menambahkan.

Cara Memulai Menabung Emas di Pegadaian

Prosesnya sederhana, bahkan bagi pemula sekalipun. Nasabah cukup membuka rekening tabungan emas di outlet Pegadaian atau melalui aplikasi Pegadaian Digital. Proses pendaftaran hanya memerlukan KTP, nomor ponsel aktif, dan uang setoran awal mulai dari Rp10 ribu. Setelah terdaftar, saldo tabungan emas akan tercatat dalam satuan gram, bukan rupiah.

Setiap kali menabung, nasabah membeli emas sesuai harga harian yang transparan. Misalnya, dengan Rp50 ribu hari ini seseorang bisa mendapatkan 0,02 gram emas. Jika saldo sudah mencapai 1 gram atau lebih, emas itu bisa dicetak menjadi batangan Antam bersertifikat, dijual kembali, atau bahkan dijadikan agunan untuk modal usaha.

Baca Juga:Harga Emas Perhiasan di Palembang Tembus Rp10,55 Juta per Suku, Apa Penyebabnya?

Lebih menarik lagi, seluruh transaksi bisa dilakukan lewat ponsel. Dari rumah, kafe, bahkan saat menunggu lampu merah, siapa pun bisa menabung emas hanya dengan sentuhan jari.

Inilah yang membuat generasi muda Palembang kini tak lagi sekadar memamerkan gelang atau kalung, melainkan juga saldo emas digital mereka.

Fenomena emas ini semakin relevan di tengah gejolak global. Perang dagang Amerika Serikat–Tiongkok, ketidakpastian geopolitik, hingga fluktuasi nilai tukar membuat emas kembali diburu. Harga boleh melambung, tapi minat masyarakat justru makin kuat. Karena emas adalah instrumen yang dipercaya tak lapuk dimakan zaman.

Di Palembang, transformasi ini menjembatani tradisi dan modernitas. Dari gelang kecil seusai Lebaran hingga tabungan digital, dari kotak kayu di sudut lemari hingga vault berstandar internasional, semuanya kini bernaung dalam satu atap yang bernama Bank Emas Pegadaian.

Senyum ibu di Binjai hanyalah awal. Di masa depan, senyum-senyum lain akan lahir yakni dari ibu rumah tangga di Palembang yang menabung Rp10 ribu per hari, dari anak muda Gen Z yang mulai mencicil emas lewat aplikasi, hingga keluarga sederhana yang bisa membiayai sekolah anak tanpa cemas.

Baca Juga:Waktunya Panen Cuan? Bongkar Cara Maksimalin Promo Emas 17 Agustus 2025

Sebab emas, lebih dari sekadar logam mulia, adalah cermin dari harapan nan sederhana, berkilau, dan tak pernah lekang dimakan waktu.

Dan bersama Pegadaian, emas kini bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga pijakan menuju Indonesia Emas 2045.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak