SuaraSumsel.id - Suasana Rumah Dinas Wali Kota Palembang pada Selasa (26/8/2025) sore berubah menjadi ruang refleksi sejarah. Lintas Politika Indonesia menggelar bedah buku Bumi Sriwijaya Bersimbah Darah, karya tokoh pejuang Sumatera Selatan (Sumsel), Abi Hasan Said.
Buku ini mengisahkan perjuangan rakyat Palembang melawan penjajahan, sebuah catatan sejarah yang disebut sebagai warisan berharga bagi generasi muda.
Direktur Lintas Politika Indonesia, Kemas Khairul Muklis, menegaskan bahwa buku tersebut adalah saksi sejarah yang tak boleh dilupakan.
“Perang bukan hanya soal senjata, tetapi juga tentang harga diri dan semangat juang yang tidak pernah padam. Buku Bumi Sriwijaya Bersimbah Darah mengajarkan bahwa bumi Sriwijaya tidak akan pernah tunduk pada apapun,” ujarnya penuh semangat.
Baca Juga:Transformasi Industri Hijau di Sumsel: Semen Baturaja Terapkan Energi Alternatif untuk Tekan Emisi
Acara bedah buku ini tidak sekadar menjadi ruang diskusi, tetapi juga melahirkan gagasan besar yakni mengabadikan nama para pejuang Palembang lewat penamaan jalan.
Muklis mencontohkan Jalan Merdeka yang diusulkan berganti menjadi Jalan A.K. Gani serta Jalan Veteran menjadi Jalan Abi Hasan Said.
“Generasi muda harus mengenal pahlawan daerahnya. Kami akan sampaikan surat resmi ke Wali Kota Palembang agar nama-nama besar itu diabadikan,” tegasnya.
Tak hanya itu, Muklis juga mendorong agar buku ini diangkat menjadi film layar lebar.
Baginya, media audio-visual bisa menjadi cara paling efektif untuk menyalakan kembali api perjuangan lintas generasi.
Baca Juga:Darurat Karhutla di Sumsel! Helikopter Dikerahkan, OKI Jadi Titik Terparah
“Kami ingin semangat dalam buku ini tidak hanya berhenti di halaman kertas, tetapi juga bisa divisualisasikan,” tambahnya.
Apresiasi Keluarga dan Akademisi
Firman Purna Karya, perwakilan keluarga besar Abi Hasan Said, menyambut hangat upaya ini.
“Buku ini bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga mengikat kita dalam semangat persatuan. Semoga semangat pejuang tetap hidup di hati generasi sekarang,” katanya.
Sejumlah akademisi juga memberi pandangan kritis. Drs. Syafruddin Yusuf, M.Pd., PhD, Dosen FKIP Unsri, menilai buku ini sudah memuat 80 persen data sejarah, meski masih ada nama pejuang yang belum tertuang.
Ia menyarankan revisi dan penambahan referensi, terutama bila buku ini benar-benar akan difilmkan.