SuaraSumsel.id - Sebuah laporan polisi di Polda Sumatera Selatan juga terjadi di industri properti lokal.
Bukan sekadar sengketa bisnis biasa, kasus ini menyeret nama seorang oknum yang disebut-sebut merupakan pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Real Estate Indonesia (REI) Kota Prabumulih.
Seorang pengembang perumahan asal Lampung mengklaim merugi hingga Rp413 juta, dalam bisnis pembebasan lahan yang kerap luput dari perhatian.
Korban, Indarlin (47), seorang pengembang dari PT Bintang Realti Indonesia, melaporkan jika niat baiknya berinvestasi di Prabumulih berujung petaka.
Baca Juga:Mati Lampu Sampai Sabtu! Ini Daftar Lengkap Lokasi Pemadaman Listrik oleh PLN di Sumsel
Melansir susmelupdate.com-jaringan Suara.com, melalui tim kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Rizal Syamsul SH LawFirm dan Patners, ia melaporkan seorang pria berinisial JAC atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan pada Selasa (8/7/2025) malam.
Kasus ini menjadi perhatian, karena terlapor diduga memiliki posisi di REI, organisasi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas dan profesionalisme para pelaku usaha real estate.
Kepercayaan yang seharusnya menjadi fondasi transaksi justru menjadi celah yang dimanfaatkan.
Menurut kronologi yang diungkapkan tim hukum pelapor, peristiwa ini bermula pada rentang waktu November 2021 hingga Maret 2022.
Semua berawal dari sebuah pertemuan di kantor notaris di Prabumulih, di mana JAC menawarkan sebidang tanah yang sangat strategis kepada Indarlin.
Baca Juga:Bank Sumsel Babel Perkuat Komitmen Pro Rakyat di Bangka Belitung Dengan Berbagai Bantuan Nyata
"Awalnya klien kita ditunjukkan satu hektar tanah di Jalan Sudirman Prabumulih yang dihargai Rp100 juta kepada klien kami," ucap Koriah SHi, salah satu kuasa hukum Indarlin.[1]
Tergiur dengan lokasi premium yang prospektif untuk dikembangkan menjadi perumahan, Indarlin pun sepakat, jika Uang senilai Rp100 juta ditransfer pada November 2021 sebagai tanda jadi.
Namun, janji penyerahan sertifikat tanah tak kunjung ditepati.
Uang telah berpindah tangan, tetapi hak atas tanah yang dijanjikan tetap nihil, meninggalkan sang pengembang dengan kerugian besar dan proyek yang terkatung-katung.
Total kerugian yang dilaporkan mencapai Rp413 juta, mengindikasikan adanya transaksi-transaksi lain di luar pembelian awal tersebut.
Di kota-kota besar hingga daerah berkembang di seluruh Indonesia, sengketa lahan adalah momok menakutkan bagi para pengembang, baik skala kecil maupun besar.
Keterlibatan oknum yang mengatasnamakan atau bahkan benar-benar bagian dari organisasi industri seperti REI menambah lapisan kerumitan baru.
Hal ini tidak hanya merusak citra organisasi, tetapi juga menggerus kepercayaan publik dan investor terhadap iklim bisnis properti secara keseluruhan.
Bagi calon investor atau pengembang, ini adalah pelajaran mahal tentang pentingnya melakukan uji tuntas (due diligence) yang super ketat.
Langkah yang seharusnya dilakukan sebelum mentransfer sejumlah besar uang adalah verifikasi berlapis.
Pemeriksaan keabsahan sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN), pengecekan riwayat tanah, hingga memastikan semua perjanjian tertuang dalam akta notaris yang kredibel adalah prosedur standar yang tidak bisa ditawar.
Jangan pernah bertransaksi di bawah tangan atau hanya berlandaskan kepercayaan, bahkan kepada sosok yang terlihat meyakinkan sekalipun.
Kini, laporan tersebut telah diterima oleh SPKT Polda Sumsel dan akan ditindaklanjuti oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum.