SuaraSumsel.id - Suasana hangat dan penuh semangat menyelimuti Sekretariat Yayasan Sharing Disability Indonesia di Jalan Langgar, Suka Maju, Kecamatan Sako, Kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel).
Lebih dari 20 peserta dengan latar belakang disabilitas—tuna rungu, tuna netra, tuna wicara, hingga tuna daksa—mengikuti Sekolah Pasar Modal yang digelar.
Kegiatan berlangsung sejak pukul 10.00 WIB dan berakhir dua jam lebih kemudian dengan diskusi yang hidup dan penuh antusiasme.
Acara yang merupakan kolaborasi antara Yayasan Sharing Disability Indonesia, Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Wilayah Sumatera Selatan, dan PT Phintraco Sekuritas ini bukan sekadar edukasi biasa.
Baca Juga:Tembok Roboh di PTC Palembang! Penjaga Parkir Terluka, Motor-Motor Rusak
Momen ini menjadi bukti bahwa inklusi finansial bukan sekadar jargon, melainkan sebuah gerakan nyata untuk menghadirkan keadilan akses bagi seluruh warga, tanpa memandang latar belakang sosial, pendidikan, atau kondisi fisik.
Ketua Yayasan Sharing Disability Indonesia, Anis, dalam sambutannya menekankan pentingnya membuka ruang yang setara bagi penyandang disabilitas untuk turut berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, termasuk investasi di pasar modal.
“Kami percaya bahwa disabilitas bukan hambatan untuk melek investasi. Kami ingin membangun kemandirian finansial teman-teman difabel,” ujarnya.
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama yakni Sundari Ningsih selaku Deputy Kepala Wilayah Kantor Perwakilan BEI Sumsel, dan Buja Dimas Andri Putra, Pemimpin Cabang PT Phintraco Sekuritas Palembang.
Keduanya menjelaskan konsep dasar pasar modal, potensi investasi saham, dan cara berinvestasi yang aman dan bijak, disesuaikan dengan kebutuhan serta keterbatasan peserta.
Baca Juga:Pembangunan Gedung Baru Palembang Indah Mall Disoal: Tak Punya Dokumen Lingkungan?
Yang menarik, sesi diskusi berlangsung sangat aktif. Para peserta difabel tidak hanya menyimak, tetapi juga menyampaikan banyak pertanyaan kritis, khususnya mengenai aksesibilitas platform digital investasi bagi mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
Hal ini sekaligus menunjukkan minat yang tinggi dan potensi besar keterlibatan kelompok difabel dalam ekosistem pasar modal Indonesia.
Sekolah Pasar Modal kali ini bukanlah yang pertama.
Sebelumnya, kegiatan serupa telah dilakukan sebagai bentuk keberlanjutan dari program inklusi pasar modal yang diinisiasi bersama.
Bahkan, saat ini Yayasan Sharing Disability Indonesia sedang mempersiapkan pembentukan Galeri Investasi BEI Difabel Pertama di Sumatera Selatan, dengan dukungan dari PT Phintraco Sekuritas sebagai Anggota Bursa (AB) mitra.
“Ini bukan sekadar pelatihan, tapi awal dari gerakan besar agar teman-teman difabel bisa berdaya secara ekonomi,” kata Buja Dimas.
“Kami ingin pasar modal benar-benar menjadi milik semua orang, tanpa kecuali,” sambungnya.
Melalui kegiatan ini, pesan kuat dan penuh harapan bergema dari Palembang: menjadi investor bukanlah hak eksklusif segelintir orang yang memiliki modal besar, pendidikan tinggi, atau akses informasi yang melimpah.
Pasar modal adalah milik bersama, ruang demokratis di mana setiap individu—termasuk penyandang disabilitas—memiliki hak yang sama untuk tumbuh, belajar, dan berkontribusi.

Kegiatan Sekolah Pasar Modal ini menjadi bukti nyata bahwa inklusi keuangan bukan sekadar konsep, melainkan langkah konkret untuk merangkul kelompok-kelompok yang selama ini kerap berada di pinggiran pembangunan ekonomi.
Dengan menyediakan materi yang mudah dipahami, suasana yang ramah, dan pendampingan langsung dari para praktisi, kegiatan ini membuka mata bahwa peluang investasi bukan hanya untuk mereka yang sempurna secara fisik atau mapan secara ekonomi, melainkan juga untuk mereka yang memiliki semangat belajar dan keberanian untuk mandiri.
Ini adalah tonggak penting dalam mewujudkan keadilan ekonomi, di mana akses terhadap pengetahuan dan kesempatan investasi benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa diskriminasi.
Bagaimana menurut kalian?