Dampak Mengerikan 7 PLTU di Sumatera: Polusi Parah, Ribuan Nyawa Terancam

Dahulu, Sumatera dikenal sebagai paru-paru Indonesia, rumah bagi hutan tropis lebat, satwa endemik, dan kehidupan masyarakat adat yang bersinergi dengan alam.

Tasmalinda
Selasa, 22 April 2025 | 21:18 WIB
Dampak Mengerikan 7 PLTU di Sumatera: Polusi Parah, Ribuan Nyawa Terancam
Jaringan Sumatera Terang untuk Energi Bersih gelar aksi di Palembang

Direktur LBH Padang, Diki Rafiqi menegaskan bahwa, “Negara telah gagal memenuhi kewajiban dasarnya dalam menjamin hak asasi manusia. Warga di sekitar PLTU, khususnya di PLTU Ombilin dan PLTU Teluk Sirih di Sumatera Barat dibiarkan tanpa perlindungan, meski hidup dalam bayang-bayang ancaman kesehatan dan keselamatan akibat aktivitas PLTU.

Negara membiarkan rakyatnya bertaruh nyawa demi kelangsungan hidup sehari-hari”.

Situasi di Sumsel

Sahwan, dari Yayasan Anak Padi Lahat, dengan tegas menyatakan bahwa Lahat, yang merupakan salah satu daerah penghasil terbesar batu bara di Provinsi Sumatera Selatan, telah mengalami dampak buruk yang sangat besar terhadap lingkungan.

Baca Juga:Ini Penjelasan Panjang Alex Noerdin Usai Diperiksa Kasus Pasar Cinde

“Bentang alam yang sangat indah sekitar Bukit Serelo kini berubah menjadi lubang tambang yang besar,” katanya.

Keberadaan tambang batu bara di wilayah ini tidak hanya merusak keindahan alam, tetapi juga menyebabkan masalah besar lainnya.

Saat musim hujan, banjir menjadi ancaman yang terus menghantui, yang disinyalir akibat penyempitan dan pendangkalan sungai akibat aktivitas pertambangan.

Tak hanya itu, angkutan batu bara yang hilir mudik juga menyebabkan polusi udara, yang berdampak pada kesehatan masyarakat.

PLTU Keban Agung, yang beroperasi di sekitar Lahat, juga memberikan dampak negatif, di mana beberapa petani mengaku hasil pertanian mereka menurun sejak pembangkit listrik tersebut beroperasi.

Baca Juga:Terpidana Korupsi Alex Noerdin Diperiksa Lagi, Kali ini Kasus Pasar Cinde

Sementara itu, Boni, perwakilan dari Perkumpulan Sumsel Bersih, menambahkan bahwa dalam momentum peringatan Hari Bumi 2025, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan harus segera mengambil langkah besar untuk menyelamatkan masyarakat dari bencana alam yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan.

Ia menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2024-2025, berbagai daerah di Sumsel telah mengalami bencana alam, mulai dari banjir hingga kebakaran hutan, yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan yang terus berlangsung.

“Percepatan transisi energi yang adil dan berkelanjutan” adalah langkah penting yang harus diambil pemerintah, guna memitigasi kerusakan yang semakin parah. Boni juga menegaskan pentingnya stop dan evaluasi pembangunan PLTU batubara baru, karena setiap pembangunan PLTU dan tambang akan menyebabkan hilangnya lahan pertanian dan perkebunan, yang menjadi sumber utama perekonomian masyarakat.

Dengan batuan energi yang telah mencapai 24,14%, melebihi target bauran energi nasional, Sumsel sudah memiliki energi baru dan terbarukan yang cukup signifikan, dengan kapasitas 989,12 MW.

Oleh karena itu, sudah saatnya Sumatera Selatan berani untuk mengajukan pengurangan PLTU batubara, dan menggantikannya dengan pembangkit energi terbarukan (EBT) yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Arlan, perwakilan dari Koalisi Aksi Penyelamat Lingkungan (KAPL), dengan tegas menyampaikan bahwa Sungai Musi, yang menjadi jantung perekonomian masyarakat Sumatera Selatan, harus segera diselamatkan dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas angkutan batubara dan stockpile batubara yang mengakibatkan pendangkalan dan pencemaran.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini