Bawaslu Ungkap Fakta Mengejutkan di Sidang Sengketa Pilkada Palembang

pihak terkait dan Bawaslu memberikan pandangan yang menguatkan legalitas hasil Pilwalkot Palembang, meskipun berbagai tudingan pelanggaran terus mencuat.

Tasmalinda
Senin, 20 Januari 2025 | 11:03 WIB
Bawaslu Ungkap Fakta Mengejutkan di Sidang Sengketa Pilkada Palembang
Perwakilan bawaslu Palembang Hasbi memberikan keterangan di sidang Mahkamah Konstitusi (dok. MK)

SuaraSumsel.id - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang sengketa hasil Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang 2024. Dalam sidang yang berlangsung Jumat (17/1/2025), Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Palembang sebagai Termohon menegaskan bahwa tuduhan pelanggaran administratif yang diajukan Pemohon, pasangan Yudha Pratomo-Baharudin, berada di luar kewenangan MK.

Pihak terkait dan Bawaslu memberikan pandangan yang menguatkan legalitas hasil Pilwalkot Palembang, meskipun berbagai tudingan pelanggaran terus mencuat.

Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Palembang (Termohon)  yang diwakili Ikhwan menegaskan jika dalil-dalil yang diajukan Pemohon terkait dugaan pelanggaran administratif berada di luar kewenangan MK dan bukan ranah Termohon.

Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang Nomor Urut 3 Yudha Pratomo dan Baharudin merupakan Pemohon Nomor 110/PHPU.WAKO-XXIII/2025 ini. Termohon menjelaskan dalil Pemohon terkait adanya dugaan pelanggaran administratif merupakan ranah lembaga lain seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Baca Juga:Tren Belajar di Kafe Palembang Jadi Gaya Hidup Hedonis atau Pilihan Cerdas?

Oleh karena itu, Termohon menegaskan bahwa tuduhan tersebut bukan merupakan alasan yang dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan hasil pemilihan.

Selain itu, terkait dalil Pemohon mengenai pemberhentian dan pengangkatan pejabat administrator di lingkungan Pemerintah Kota Palembang pada 17 Mei 2024, Termohon menyoroti bahwa dalam sidang pendahuluan pada 8 Januari 2025, Pemohon sendiri mengakui bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Dengan demikian, dalil tersebut tidak dapat dijadikan dasar untuk menuntut diskualifikasi pasangan calon. Termohon juga menegaskan bahwa pada saat dugaan pelanggaran terjadi, belum ada pasangan calon yang ditetapkan.

Berdasarkan Surat Keputusan KPU Kota Palembang Nomor 612 tertanggal 22 September 2024, penetapan pasangan calon baru dilakukan setelah dugaan pelanggaran berlangsung. Oleh karena itu, klaim Pemohon terkait dugaan pelanggaran sebelum penetapan pasangan calon tidak memiliki relevansi dalam sengketa hasil pemilihan.

Terkait tuduhan mengenai penjadwalan kegiatan pengumpulan Ketua RT dan RW serta lurah oleh Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat Daerah Kota Palembang, Termohon menegaskan bahwa hal tersebut bukan merupakan bagian dari kewenangan Termohon sebagai penyelenggara pemilu.

Baca Juga:Ludes hingga Akhir Januari, Ini Cara Cek Pesan Online Tiket Musi Cruise

Selain itu, mengenai mutasi tujuh camat pada Mei 2024, Termohon menjelaskan bahwa peristiwa tersebut terjadi sebelum penetapan pasangan calon. “Pada saat itu, Penjabat (Pj) Wali Kota masih menjabat, dan bukti izin dari Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) belum dilampirkan oleh Pemohon. Jika memang ada izin, seharusnya disertakan sebagai bukti dalam persidangan,” jelas Ikhwan selaku kuasa hukum KPU.

KPU juga menegaskan bahwa dalam tahapan penyelenggaraan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang, seluruh proses telah dilakukan berdasarkan asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil (Luber Jurdil). Pemilihan ini melibatkan 1.241.196 orang pemilih yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

KPU pun akhirnya meminta MK untuk menolak seluruh dalil Pemohon dan menegaskan bahwa penyelenggaraan Pilkada Palembang telah berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Nomor Urut 2 Ratu Dewa dan Prima Salam (Pihak Terkait) diwakili Dhabi K. Gumayra, menegaskan bahwa dugaan pelanggaran yang dituduhkan kepada kliennya sebenarnya merupakan sengketa administrasi antar-calon yang seharusnya diajukan melalui Bawaslu dan diselesaikan dalam sidang ajudikasi.

Ia mencontohkan kasus serupa yang pernah terjadi di Sumatera Selatan pada Pilkada Ogan Ilir 2020 yang salah satu pasangan calon didiskualifikasi melalui mekanisme yang sesuai.

“Pihak Terkait juga menyadari bahwa dalam pelaksanaan pemilihan terjadi berbagai bentuk kecurangan yang merugikan mereka. Namun, Pihak Terkait menempuh jalur yang benar dengan melaporkannya secara resmi ke Bawaslu,” jelas Dhabi melansir website Mahkamah Konstitusi.

Selain itu, ia menyoroti bahwa dalam permohonannya, Pemohon tidak mengajukan dalil yang berkaitan dengan perolehan suara di tingkat Kabupaten/Kota atau di tingkat PPS.

Menurut Pihak Terkait, hal ini merupakan kekeliruan dari Pemohon. Oleh karena itu, hasil perolehan suara yang telah ditetapkan oleh KPU Kota Palembang pada 5 Desember 2024 tetap sah dan tidak dibantah oleh Pemohon.

Menguatkan Dalil Pemohon

Dalam sidang tersebut, hadir pula Pihak Terkait lainnya, yaitu Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Nomor Urut 3 Fitrianti Agustinda dan Nandriani Octarina yang diwakili Agung Al Thariq Bram Bhinatara.

Pihak Terkait 2 ini menyampaikan bahwa calon Wali Kota Palembang nomor urut 01 Fitrianti Agustinda, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Wali Kota Palembang periode 2013 – 2018 dan 2018 – 2024, tidak pernah melakukan penggantian pejabat menjelang penetapan pasangan calon maupun menjelang pemungutan suara dalam Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang.

Calon Wali Kota Nomor Urut 02 Ratu Dewa justru melakukan serangkaian tindakan yang mengarah pada upaya memperoleh keuntungan dalam pencalonannya. Hal ini dimulai dengan penggantian pejabat yang kemudian diikuti dengan pelantikan ketua RT dan RW secara masif di Kota Palembang.

"Tindakan tersebut jelas dan terang menunjukkan adanya upaya yang terencana untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri ketika mencalonkan diri sebagai Wali Kota Palembang. Selain itu, penggunaan program Pemerintah Kota Palembang oleh calon Wali Kota nomor urut 02 Ratu Dewa bertentangan dengan ketentuan hukum, khususnya Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016," jelas Agung dalam persidangan.

Berdasarkan alasan tersebut, Pihak Terkait berpendapat bahwa tindakan yang dilakukan oleh calon Wali Kota nomor urut 02 Ratu Dewa dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) dalam penyelenggaraan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang 2024.

Keterangan Bawaslu

Sementara Bawaslu diwakili oleh Anggota Bawaslu Kota Palembang M. Hasbi mengungkapkan berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu Kota Palembang, sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil Pengawasan tertanggal 5 Desember 2024, pengawasan dilakukan pada Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Tingkat Kota Palembang yang berlangsung di Kantor KPU Kota Palembang pada 4 Desember 2024 serta dalam Rapat Pleno Terbuka Penetapan Hasil Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang pada 5 Desember 2024.

Pada 30 Juli 2024, Bawaslu Kota Palembang menerima laporan dari Aliyas Sohiril mengenai dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) dengan terlapor Kepala Dinas PUPR Kota Palembang, Kepala Dinas Kesehatan Kota Palembang Kepala Dinas Kebudayaan Kota Palembang, Kepala Dinas Pariwisata Kota Palembang Kepala Dinas Pendidikan Kota Palembang, Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Palembang, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Palembang, Camat Seberang Ulu II. Camat Kertapati, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Palembang.

Menindaklanjuti laporan tersebut, Bawaslu Kota Palembang mengeluarkan pemberitahuan status laporan, yang pada pokoknya menyatakan bahwa laporan tersebut tidak diregistrasi karena tidak memenuhi syarat materiil.

Dalam Sidang Pemeriksaan Pendahuluan yang digelar pada Rabu (8/1/2025), Pemohon mendalilkan adanya pelanggaran substansial dalam pemilihan yang menguntungkan Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Nomor Urut 2 Ratu Dewa dan Prima Salam (Pihak Terkait). Pemohon menyoroti keterlibatan Sekretaris Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palembang Herison dalam kampanye terbuka untuk pasangan Ratu Dewa dan Prima Salam.

Herison yang baru dimutasi ke jabatan tersebut diduga secara aktif mempromosikan Pihak Terkait melalui akun Instagram pribadinya. Selain itu, Herison yang juga menjabat sebagai Ketua RT 88 RW 08 Kelurahan Sukajaya, Kecamatan Sukarami, diduga menggunakan posisinya untuk memengaruhi warga agar memilih Pihak Terkait.

Pemohon pun menegaskan bahwa mereka telah melaporkan dugaan pelanggaran ini ke Bawaslu Kota Palembang. Menurut mereka, perolehan suara pasangan calon nomor urut 2 tidak mencerminkan aspirasi rakyat yang murni, melainkan dipengaruhi oleh penyimpangan yang bertentangan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber dan Jurdil).

Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 71 ayat (6) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, Pemohon meminta MK untuk mendiskualifikasi pasangan Ratu Dewa dan Prima Salam dari kontestasi Pilwalkot Palembang 2024.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini