Sampah Prabumulih Menggunung, INAgri & PrabumaGGot Tawarkan Solusi Mokusaku

Syamsul Asinar Radjam, pendiri INAgri, menyatakan lebih dari 50 persen sampah yang menjadi beban TPA terdiri sampah organik.

Tasmalinda
Sabtu, 08 Juni 2024 | 10:28 WIB
Sampah Prabumulih Menggunung, INAgri & PrabumaGGot Tawarkan Solusi Mokusaku
Pengolahan sampah di kota Prabumulih Sumsel

SuaraSumsel.id - Penanganan sampah di Kota Prabumulih saat ini sudah darurat. Karena itu, Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) bersama komunitas Prabumaggot Indonesia menawarkan solusi, yakni pengolahan sampah biomassa menjadi mokusaku.

Syamsul Asinar Radjam, pendiri INAgri, menyatakan lebih dari 50 persen sampah yang menjadi beban TPA terdiri sampah organik.

Di antara jenis sampah organik terdapat pula sampah dari dari biomassa tumbuhan mulai dari batang kayu, ranting, daun, bahkan cangkang kelapa muda.

"Jenis sampah ini dihasilkan dari kegiatan penebangan dan pemangkasan pohon, sapuan taman dan jalan, hingga usaha perdagangan kelapa," ujarnya kepada Suara.com belum lama ini.

Baca Juga:PPDB Sumsel 2024 Kacau? Jalur Zonasi Tertunda, Jalur Prestasi Diduga Direkayasa

Berdasar data KLHK, volume sampah biomassa mencapai 12-13 persen keseluruhan sampah.

Sampah dari biomassa menimbulkan masalah bagi TPA karena banyak memakan tempat, sementara TPA Kota Prabumulih dalam kondisi kelebihan beban. Jenis sampah ini relatif tidak terolah dengan baik, karena dianggap tidak memiliki nilai ekonomis bagi pemulung maupun pelaku usaha barang bekas dan daur ulang.

“Ado gunonyo galo!” kata Syamsul.

“Sampah biomassa memiliki potensi besar untuk diolah menjadi arang aktif (biochar) maupun arang biasa, dan pada saat bersamaan dapat menghasilkan mokusaku.”

Mokusaku adalah nama lain dari cuka kayu atau wood vinegar. Cairan ini diakui sebagai cairan multi-manfaat di banyak negara mulai dari pengawet makanan, pengendali hama dan penyakit tanaman, pembenah tanah, anti-bakterial, penghilang bau di TPA maupun peternakan, dan lain sebagainya.

Baca Juga:17 Kantor BPN di Sumsel Melayani Penerbitan Sertifikat Elektronik

Syamsul yang juga aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) ini mengungkapkan jika mokusaku juga umum dipakai sebagai pengganti asam semut atau “cuko-parah” yang diperlukan petani karet untuk menggumpalkan lateks.

Cuko parah atau asam semut merupakan cairan kimia yang tergolong Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Cairan kimia ini bersifat korosif pada kulit.

Tidak sedikit laporan menyebutkan penggunaan cuko parah mengakibatkan kecelakaan kerja di kalangan petani karet maupun pekerja di perusahaan pengolahan karet. Di sisi lain, cuko parah juga sering disalahgunakan untuk kejahatan atau kriminal.

Oleh karena itu, salah satu tujuan INAgri dan PrabumaGGot mengolah sampah biomassa tumbuhan menjadi mokusaku ialah menyediakan bahan penggumpal lateks yang ramah lingkungan dan aman bagi petani di Prabumulih.

Mokusaku dapat diproduksi dengan teknologi sederhana dan rendah biaya. “Karena itu kita sering memelesetkan kepanjangan mokusaku sebagai “Modal Kayu Sampah Berkurang”, atau “Modal Kurang Segalanya Kuusahakan”,” ucap Syamsul.


Solusi Sampah Kota

Setelah satu pekan melakukan rangkaian simulasi beberapa model teknologi, pada tanggal 28 Mei 2024, INAgri dan PrabumaGGot mengundang keterlibatan pemerintah kota Prabumulih, terutama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Dinas Perkim).

“Kondisi persampahan di Kota Prabumulih saat ini sedang menurun,” papar Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 DLH Kota Prabumulih, Iwan Nusmareri ST.

“Untuk itu perlu upaya dan inovasi untuk meningkatkan pengelolaan sampah. Khususnya, sampah organik yang prosentasenya mencapai 50% dari timbulan sampah Kota Prabumulih.”

Sosok yang banyak membina komunitas pengelola sampah di Kota Prabumulih ini juga mengharapkan inovasi lanjutan dari produksi mokusaku.

“Selain menghasilkan cairan mokusaku, perlu juga ditingkatkan dengan produk hilir dari mokusaku dan hilirisasi arang atau bahan padatan sisa produksi mokusaku dijadikan bahan bakar biomassa yang bernilai ekonomis.”

Kepala Dinas Perkim Kota Prabumulih, Maiduty Fitriansyah mengapresiasi terobosan yang dilakukan INAgri dan PrabumaGGot dalam membantu mengatasi sampah kota Prabumulih.

Menurut ia, prabumaGGot selama telah menunjukkan konsistensi dalam mengatasi sampah organik dengan budidaya maggot BSF.

“Olah sampah perlu disesuaikan dengan kemampuan. Biarpun modal kurang, asalkan ada niat untuk terus berinovasi, pengolahan sampah akan dapat terus berjalan. Mokusaku ini buktinya,” ungkap Maiduty. “

Senior pecinta alam Sumsel yang saat ini memimpin garda terdepan penanganan sampah kota Prabumulih juga mengaku terkesan dengan teknologi sederhana yang digunakan oleh PrabumaGGot dan INAgri.

Hanya tungku pembakaran yang dipadukan dengan penyulingan untuk mengolah sampah berupa kayu atau berbahan keras lainnya menjadi bahan bakar biomassa dan asap cair yang banyak gunanya.

“Teknologinya murah, sederhana, dan mudah ditiru siapa pun. Yang mahal dan canggih ada pada niat dan pola pikir serta konsistensi,” pungkas Maiduty.

Ado Gunonyo Galo

Triyatno Soleh, penggiat Komunitas PrabumaGGot Indonesia, mengaku tertantang berbuat lebih banyak untuk mengatasi sampah di Prabumulih.

“Komunitas kami memang dibentuk untuk tiga tujuan. Pertama, membantu pemerintah mengatasi sampah. Kedua, membantu masyarakat terutama petani dan peternak dalam hal produksi pakan dan pupuk murah berkualitas, maupun sarana produksi yang aman bagi lingkungan. Ketiga, menggerakkan ekonomi sirkular.

Saat ini komunitas pengelola sampah yang didirikan di Prabumulih ini memprioritaskan sampah organik.

Sampah sisa makanan dimanfaatkan untuk budidaya maggot BSF. Sampah organik yang bukan sisa makanan atau tak bisa dijadikan pakan maggot BSF dijadikan kompos. Saat ini selain mulai merambah pengolahan sampah anorganik (terutama plastik) bersama INAgri, PrabumGGot mulai mengolah sampah biomassa kayu dan ranting maupun bahan organik keras lain untuk dijadikan mokusaku dan arang.

“Pada intinya, semua yang dianggap orang lain sebagai sampah, masih bisa diolah dan dimanfaatkan. Ado gunonyo galo!” kata Yatno. “Memang saat ini kami masih mengolah dalam skala terbatas” ucapnya.

Meski demikian, pria yang juga aktif di gerakan pemuda dan organisasi sosial keagamaan ini juga memiliki harapan guna menggalang kerjasama dengan banyak pihak, terutama dari kelompok masyarakat lain, supaya dapat bersama-sama membangun Kota Prabumulih dari sektor ekonomi sirkular berbasis pengolahan sampah

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini