SuaraSumsel.id - Persidangan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proses akuisisi PT Satria Bahana Sarana atau PT SBS oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melalui PT Bukit Investama PT BMI telah digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Sumatera Selatan.
Dalam persidangan menghadirkan saksi Harry Iswahyudi, Mantan Direktur Operasional dan Peralatan tahun 2015 -2016, terungkap jika akuisisi PT SBS oleh PT BMI justru memberikan dampak positif bagi PT BA.
Dimana diungkapkan jika telah terjadi penghematan atas pengeluaran biaya jasa kontraktor pertambangan yang nilainya sangat signifikan akibat adanya akuisisi ini ujar Harry dalam persidangan.
Kondisi pertambangan dunia pada tahun 2012, yaitu pada saat harga batubara di seluruh dunia turun drastis, menyebabkan banyak perusahaan pertambangan yang bangkrut dan terpaksa harus menutup usahanya.
Baca Juga:Saksi Mantan Kadispora Akui Dana Hibah KONI dari Pemprov Sumsel Tak Ada LPJ
Sebagai imbas dari kondisi tersebut PTBA sebagai perusahaan batu bara milik pemerintah harus berupaya untuk tetap exis sebagai perusahaan batu bara yang menjadi andalan sebagai pemasok kebutuhan batu bara domestik, terutama untuk memasok kebutuhan batubara untuk obyek-obyek vital negara seperti PLTU Suralaya 1 sampai dengan 7.
Dalam rencana jangka panjang perusahaan (RJPP) tahun 2009-2012 (yang disusun tahun 2008), PT BA berkomitmen mencari peluang dan mengembangkan usaha sehingga mampu mengurangi ketergantungan pada pihak ketiga, yaitu jasa kontraktor pertambangan, PT BA berkeinginan untuk meningkatkan porsi mandiri/swakelola hingga mencapai 60%.
Sebagai realisasi dalam RJPP tahun 2013-2017, Dewan Komisaris dan Direksi PT BA berkeinginan bulat untuk mewujudkan rencana yang telah dicanangkan yaitu memiliki perusahaan jasa kontraktor pertambangan sendiri sehingga mampu menekan ketergantungan kepada pihak ketiga dan menekan biaya produksi terutama jasa penambangan yang hampir menguasai 30% dari seluruh biaya produksi.
Mengapa mesti PT SBS yang harus diakuisisi oleh anak perusahaan PT BA?
Sebagai perusahaan jasa konstruksi pertambangan yang telah berdiri pada tahun 2004, PT SBS telah memiliki Ijin Usaha Jasa Pertambangann (IUJP), memiliki alat berat yang memadai, sumber daya manusia yang dapat diandalkan, sistem yang telah berjalan dan kepemimpinan yang bagus. Saat dilakukan akuisisi oleh PT SBS masih memiliki kontrak yang aktif yaitu, PT Pesona Khatulistiwa Nusantara dan PT Nusantara Thermal Coal.
Baca Juga:Pengakuan Polisi di Sumsel Bripka Edi Arogan Ancam Pengendara Pakai Sajam Sampai Viral
Kerugian yang diderita oleh PT SBS disebabkan karena sebagai perusahaan pertambangan, PT NTC yang terdampak oleh kondisi pertambangan tahun 2012, tidak mampu melakukan pembayaran jasa kontraktor pertambangan kepada PT SBS, kondisi demikian yang menyebabkan PT SBS terhambat operasionalnya bahkan mengalami kerugian usaha yang cukup signifikan.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh PT Booz Indonesia, dalam rangka restrukturisasi usahanya, dalam hal PT BA merencanakan melakukan perluasan usaha maka perlu dibentuk 2 (dua) subholding, yaitu subholding terkait dengan bidang usaha energi dan satu lagi subholding sebagai perusahaan yang berkembang di bidang usaha pertambangan non energi termasuk jasa pertambangan. Pendirian PT BMI selain atas kajian PT Booz Indonesia juga karena adanya rekomendasi dari Direktorat Jenderal Mineral dan Pertambangan (Ditjen Minerba).
Pada prinsipnya sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha pertambangan tidak dapat memiliki secara langsung usaha jasa kontraktor pertambangan.
Akuisisi yang telah dilakukan pada tanggal 28 Januari 2015 membawa perubahan yang cukup berarti bagi PT SBS, kerugian kurang lebih sebesar Rp 53 Milyar di tahun 2014, berkurang menjadi sebesar kurang lebih Rp 9 M di tahun 2015, bahkan di tahun 2016 PT SBS mampu mencetak keuntungan sebesar kurang lebih sebesar Rp. 23.771 M.
Bagi PT BA, akuisisi yang dilakukan oleh PT BMI ini telah mampu merealisasikan rencana yang telah dicanangkan dalam RJPP tahun 2013, dengan masuknya PT SBS pada grup PT BA maka PT BA tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk pembayaran jasa konstruksi penambangan ke perusahaan lain..
Namun semenjak tahun 2015, PT BA mengeluarkan biaya tersebut kepada perusahaan di lingkungan grup PT BA sendiri.
Sebelum PT BMI memiliki PT SBS, untuk menjalankan produksinya, PT BA sangat bergantung pada PT Pama Persada Nusantara yang merupakan jasa kontraktor pertambangan terbesar di Indonesia.
Selama ini harga/tarif untuk jasa penambangan ditetapkan oleh PT Pama dan PT BA tidak memiliki nilai tawar/bargaining position untuk menekan tarif tersebut.
Dengan diakuisisinya PT SBS oleh PT BMI, untuk tahap pertama, PT BA memberikan kontrak sebanyak 50.000 BCM dengan tarif yang lebih rendah dari tarif yang diberikan oleh PT Pama.
Penekanan tarif terhadap PT SBS telah dipertimbangkan oleh PT BA akan menimbulkan kerugian kurang lebih Rp 9 M kepada PT SBS, namun mampu menghemat kurang lebih sebesar Rp. 4,4 T bagi PT BA.
Pada tahun 2016, produksi PT SBS ditingkatkan dari semula sebanyak 50.000 BCM menjadi 200.000 BCM sehingga diperlukan tambahan alat berat bagi PT SBS, yang selanjutnya guna pengadaan alat berat tersebut, PT SBS mendapatkan kepercayaan pinjaman dari leasing company sebesar kurang lebih Rp 600M.
Tambahan kewajiban PT SBS ini bukanlah sebagai akibat keterpurukan PT SBS, namun sebaliknya justru karena pengembangan usaha yang sangat luar biasa di PT SBS sehingga mampu memberikan keyakinan bagi perusahaan leasing, PT Komatsu Astra Finance untuk memberikan fasilitas leasing dengan nilai yang cukup fantastik tanpa adanya dukungan rekomendasi dari PT BA.