Sebelum PT BMI memiliki PT SBS, untuk menjalankan produksinya, PT BA sangat bergantung pada PT Pama Persada Nusantara yang merupakan jasa kontraktor pertambangan terbesar di Indonesia.
Selama ini harga/tarif untuk jasa penambangan ditetapkan oleh PT Pama dan PT BA tidak memiliki nilai tawar/bargaining position untuk menekan tarif tersebut.
Dengan diakuisisinya PT SBS oleh PT BMI, untuk tahap pertama, PT BA memberikan kontrak sebanyak 50.000 BCM dengan tarif yang lebih rendah dari tarif yang diberikan oleh PT Pama.
Penekanan tarif terhadap PT SBS telah dipertimbangkan oleh PT BA akan menimbulkan kerugian kurang lebih Rp 9 M kepada PT SBS, namun mampu menghemat kurang lebih sebesar Rp. 4,4 T bagi PT BA.
Baca Juga:Saksi Mantan Kadispora Akui Dana Hibah KONI dari Pemprov Sumsel Tak Ada LPJ
Pada tahun 2016, produksi PT SBS ditingkatkan dari semula sebanyak 50.000 BCM menjadi 200.000 BCM sehingga diperlukan tambahan alat berat bagi PT SBS, yang selanjutnya guna pengadaan alat berat tersebut, PT SBS mendapatkan kepercayaan pinjaman dari leasing company sebesar kurang lebih Rp 600M.
Tambahan kewajiban PT SBS ini bukanlah sebagai akibat keterpurukan PT SBS, namun sebaliknya justru karena pengembangan usaha yang sangat luar biasa di PT SBS sehingga mampu memberikan keyakinan bagi perusahaan leasing, PT Komatsu Astra Finance untuk memberikan fasilitas leasing dengan nilai yang cukup fantastik tanpa adanya dukungan rekomendasi dari PT BA.