SuaraSumsel.id - Jika di kota Solo Jawa Tengah ada kampung Batik maka di Palembang juga ada kampung memproduksi kain khas. Namanya kampung jumputan Tuan Kentang Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel).
Di kampung yang terletak di kawasan 15 ilir Palembang telah berkembang menjadi klaster digital BRI. Kampung yang memproduksi kain jumputan ini telah menjadi pusat ekonomi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang lebih mengenal dunia digital.
Pengrajin di kampung ini lambat laun mengenal keuangan digital yang salah satunya melalui BRImo dengan sejumlah aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR) yang mendukung.
Pagi itu, Udin, salah satu pengrajin di kampung yang tengah sibuk memonitor proses pembuatan kain jumputan tidak jauh dari rumahnya mengungkapkan bagaimana ia mengenal digitalisasi perbankan BRI.
Baca Juga:370 Warga Sumsel Batal Naik Haji, Penyebabnya Karena Ini
Sembari mengecek warna kain yang dihasilkan pada sejumlah kain-kain yang diproduksi, Udin mengungkapkan telah mengenal sistem perbankan sejak lama.
Dalam kesehariannya, ia awalnya hanya mengenal transaksi di bank. “Jika butuh uang, saya ke bank lalu ambil cash (tunai). Uangnya baru dibawa ke pasar membeli keperluan jumputan atau uangnya dibawa ke rumah untuk transaksi di toko. Saat ini sudah sangat berbeda,” akunya kepada Suara.com, Rabu (28/2/2023).
Di usia yang sudah diatas 50 tahun, Udin mengaku mengenal proses digitalisasi perbankan lebih lambat dari anak-anak yang juga mengembangkan usaha jumputan yang sama.
Transaksi dilakukan Udin hanya sebatas menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) sekaligus pesan singkat pemberitahuannya. “Baru dari anak saya, belajar cara transaksi transfer uang, jual beli pakai aplikasi di ponsel,” aku Udin dengan nada semangat.
Kekiniaan transaksi yang biasanya dilakukan di bank makin bergeser lebih dekat dengan kawasan di kampung dengan munculnya BRILink atau dikenal laku pandai.
Baca Juga:Asyik Main Ponsel Saat Hujan Deras, Gadis di Sumsel Tewas Tersambar Petir
“Ada juga yang BRIlink, bisa ambil uang, bantu transfer dan transaksi jual beli lainnya,” aku Udin yang sekarang sudah terbiasa melayani transaksi jual beli kain jumputan menggunakan QRIS meski harus memastikan bersama sang anak.
Udin mengakui jika transaksi digital makin dipilih saat pandemi Covid-19 melanda. Di kampung Jumputan yang juga dikenal sebagai kampung wisata kawasan ulu Palembang, membatasi jumlah kunjungan. Dengan demikian, transaksi pun semakin terbatas.
BRI pun mendorong pengrajin makin aktif mengenalkan digitalisasi melalui pasar-pasar online (market place). “Saat pandemi transaksi digital naik, hampir 70 persen, transaksi akhirnya pakai digital. Bikin media sosial, jual online sampai kain jumputan pun dihantarkan dengan kerjasama pada kurir lokal secara digital,” ujarnya.
Digitalisasi Kluster BRI Diiringi Solusi
BRI menyasar sejumlah kawasan yang kemudian membentuk klaster-klaster ekonomi di Palembang. Seperti klaster kain jumputan, klaster kerupuk kemplang juga klaster pertanian organik. Upaya menghidupkan digitalisasi seiring menguatkan klaster melalui program-program CSR.
Manajer Bisnis Mikro BRI Kantor Cabang Utama (KCU) Palembang A Rivai, Budiyanto menyebutkan upaya mengenalkan digitalisasi juga sejalan dengan program bantuan yang diberikan.
“Pada klaster jumputan, BRI memberikan bantuan alat kerajinan, seperti dandang guna menanak kain saat pewarnaan, sampai pada pelatihan digital, mengenal pasar digital, membuat media sosial untuk berjualan,” terangnya kepada Suara.com, Selasa (27/2/2023).
Menurut Budi, tidak mudah mengenalkan digitalisasi kepada pengrajin terutama pada transaksi keuangannya keseharian. Pengrajin mikro rata-rata membutuhkan kecepatan memenuhi kebutuhan.
“Misalnya setelah kain terjual, pengrajin butuh uang tunai cepat, karena uang yang diperoleh segera dibawa ke pasar, memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk sayur, lauk pauk. Mengingat belum menerapkan sepenuhnya digital pada transaksi masyarakat saat ini kan,” ujarnya.
Keraguan pengrajin mengenal digitalisasi, sambung Budi, dijawab BRI dengan solusi menyediakan BRIlink di kawasan klaster tersebut.
Setidaknya satu klaster harus memiliki satu BRILink guna memenuhi kebutuhan digitalisasi keuangan para pengrajin. Di BRILink, pengrajin bisa melakukan transaksi, mendapatkan uang tunai, juga saling berkomunikasi jika ada potensi pasar-pasar online baru untuk kain jumputannya.
Di klaster kain jumputan di Palembang ini terdapat sekitar 50 pengrajin yang dominan memiliki hubungan keluarga. Dari puluhan pengrajin tersebut hampir 70 persen sudah menggunakan aplikasi BRImo dalam transaksi keuangannya.
Diakui Budi, usia pengrajin jumputan di kampung tuan kentang Palembang masih beragam. Digitalisasi perbankan lebih banyak digunakan oleh kalangan pengrajin milenial, atau reseller nya yang berusia gen z.
Pengrajin Udin misalnya, biasanya proses digitalisasi didampingi oleh anak-anaknya. “Digitalisasi klaster membuat kampung pengrajin makin bergeliat. Waktu pak Erick Thohir datang, sudah terlihat pengrajin beralih digital seiring program CSR yang disalurkan,” ungkap dia.
Digitalisasi Mitra Umi, Solusi UMKM Dampingan BRI
Selain menyediakan aplikasi guna memudahkan proses transaksi secara digital, BRI juga mengenalkan Mitra Umi. Di kampung Jumputan Palembang pun terdapat layanan ini. Sebuah layanan yang juga menjadi solusi masalah UMKM dalam menyediakan modal bagi pengrajin.
Kredit modal bagi pengrajin dalam jumlah yang lebih mikro ini memudahkan pengrajin mendapatkan solusi pembiayaan. “Misalnya di saat mendesak, pengrajin butuh uang Rp500 ribu. Dengan pinjaman mikro, pengrajin bisa ke mitra Umi serta cepat mendapatkannya. Ini sangat efisien bagi pengrajin,” terang Budi yang juga menjelaskan jika proses di Mitra Umi juga dilakukan secara digital mulai dari pengajuan, penyaluran hingga pembayaran bulanannya oleh pengrajin.
Sumsel pun mencatat sebagai provinsi dengan penyaluran kredit yang tinggi pada tahun lalu. BRI menempatkan diri sebagai perbankan dengan penyaluran KUR tertinggi di Sumsel.
“Penyaluran KUR di Sumsel, terbesar berada di Palembang sebesar Rp1,23 triliun atau 13,3 persen dari total KUR Sumsel dengan total debitur 17.570 debitur,” ujar Kepala OJK Region Sumbagsel, Untung Nugroho.
Pada data OJK akhir tahun 2022, penyaluran KUR di Sumsel berdasarkan perbankan terbesar disalurkan oleh PT Bank BRI (Persero) Tbk sebesar Rp4,45 triliun yakni 48,27 persen dari total KUR Sumsel dengan 95.027 debitur.
Ada pun tren penyaluran kredit kepada debitur UMKM Perbankan di Sumsel terus meningkat sejak masa pandemi Covid 19. Sampai akhir tahun 2022, yang mencapai Rp34,8 triliun atau tumbuh sebesar 20,7% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan nasional sebesar 17,1 persen.