SuaraSumsel.id - Kasus dugaan kekerasan saat Diksar UKMK Litbang UIN Raden Fatah Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) belum mampu diungkap. Tampaknya kasus seolah hanya akan berakhir di ranah kepolisian.
Padahal baik pelaku dan korban semuanya masih berstatus mahasiswa aktif. Apalagi peristiwa ini terjadi saat dilakukan Diksar yang dinaungi oleh kampus UIN Raden Fatah Palembang. Berikut 9 fakta kekerasan saat diksar yang sampai saat ini belum terungkap.
1. Korban Diberi Amanah Menjadi Imam dan Khotib Shalat Jumat
Menurut keterangan dari korban (ALP), yang merupakan mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora di UIN Raden Fatah Palembang semester tiga, ia sempat diberi amanah untuk menjadi imam dan khotib shalat Jumat, (30/9/22).
Baca Juga:Sadis! Kadus Dan Istri di Banyuasin Sumsel Tewas Dengan Tangan Dan Kaki Diikat, Diduga Dirampok
“Untuk kasus pemukulan dan penganiayaan terjadi pada Jumat, (30/9/22) tepatnya setelah makan siang. Karena pada saat hari itu saya ditunjuk untuk menjadi imam dan khatib shalat Jumat bersama yang lain disana,” kata ALP saat memberikan keterangan di kantor YLBHSB pada Jumat, (7/10/22).
2. Dipaksa Minum Air Kloset dan Diancam Senjata Tajam
Saat di BAP oleh Tim Unit 1 Jatanras Polda Sumsel, ALP mengaku bahwa dirinya sempat dipaksa untuk meminum air dari kloset dan diancam dengan senjata tajam oleh salah satu pelaku.
“Iya saya disuruh minum air kloset itu waktu baru dibawa ke WC sebelum ditelanjangi dan diikat di pohon. Mereka mengambil air kloset itu pakai wadah gelas minuman teh gelas lalu memaksa saya untuk meminumnya,” ungkap ALP pada Senin, (10/10/22).
3. Ketum UKMK Litbang Merupakan Ustadz dari ALP di Baturaja
Baca Juga:Menilik Konsep Ekonomi Hijau di Sumatera: Pertanian Berbasis Lanskap Dikembangkan di OKI Sumsel
OR yang merupakan Ketua Umum (ketum) UKMK Litbang UIN Raden Fatah Palembang disebutkan ALP merupakan guru mengajinya saat di Baturaja.
“OR itu guru ngaji saya di Baturaja, sekaligus orang yang mengajak saya untuk bergabung di UKMK Litbang UIN Raden Fatah Palembang. Dia ada melakukan penendangan satu kali ke saya,” akunya didepan awak media.
4. Korban dan Pelaku Sempat Berdamai di Polsek Gandus
Setelah peristiwa ini, orang tua korban mengaku sempat melakukan perdamaian dengan para terduga pemukul. Perdamaian dilakukan di Polsek Gandus dengan surat perjanjian perdamaian yang ditanda tangani oleh lima orang mahasiswa.
5. Korban Akhirnya Resmi Melapor ke Polda Sumsel
Peristiwa ini mulai muncul ke publik, setelah korban berani untuk berbicara menjadi korban kekerasan di aktivitas kampus yang dia ikuti. Korban yang merupakan panitia dari kegiatan ini mengaku mengalami pemukulan dan tindakan lainnya, seperti ditelanjangi, disulut rokok hingga disuruh minum air toilet.
6. Terduga Pelaku Membantah Melakukan Aksi Kekerasan
Dalam konferensi pers yang dilakukan oleh terduga pelaku bersama tim kuasa hukum YLBH Harapan Rakyat pada Selasa, (11/10/22) pihak UKMK Litbang dengan tegas membantah telah melakukan tindak kekerasan terhadap ALP seperti yang selama ini dituduhkan.
“Dengan tegas kami sampaikan bahwa tidak ada tindakan pelecehan seksual dan mengikat dengan tali, memaksa ALP meminum air kloset, mengancam dengan sajam dan menyundut rokok. Malah kami menginstruksikan penanggung jawab kesehatan untuk mengobati ALP,” kata Ketum UKMK Litbang UIN Raden Fatah Palembang, OR pada Selasa, (11/10/22).
7. Mencoba Menghubungi Pihak Kelurga Korban
Pada kesempatan yang sama, OR mengklaim bahwa pihaknya telah beberapa kali mencoba untuk menghungi pihak keluarga korban.
“Kami sudah empat kali berusaha untuk menghubungi pihak keluarga ALP untuk bertanggung jawab atas kejadian ini, menanggung biaya pengobatan ALP yang sebelumnya Rp3 Juta dan itu diinfokan oleh kakak perempuan ALP,” lanjutnya.
8. Melayangkan Surat Atensi ke Ombdusman
Pada Selasa, (11/10/22) tim kuasa hukum ALP melakukan audiensi bersama Ombudsman Perwakilan Provinsi Sumsel dengan tujuan melayangkan surat atensi.
Salah satu tim kuasa hukum ALP yang berasal dari YLBH Sumsel Berkeadilan, Sigit Muhaimin menyebutkan bahwa kedatangan pihaknya untuk meminta perlindungan kepada klien mereka.
“Pertama, Ombudsman akan menyurati Ombudsman RI pusat untuk mengantensi pihak Kementerian Agama RI. Kedua, Bahwa Ombudsman akan memanggil pihak UIN untuk meminta garansi Arya agar tidak diberhentikan, dikriminalisasi serta intimidasi hingga Arya lulus dari kampus UIN Raden Fatah Palembang,” ungkapnya.
“Ketiga, pihak Ombudsman akan memeriksa dan meminta hasil investigasi dari UIN Raden Fatah Palembang. Keempat, Ombudsman akan meminta agar UIN dapat menyiapkan psikolog bagi Arya guma penyembuhan trauma yang dirasakannya,” lanjutnya.
9. Pihak Universitas Terkesan Tak Tegas
Dalam kasus ini, orang nomor satu di lingkungan UIN Raden Fatah Palembang pun tidak luput dari perhatian masyarakat khususnya di kota Palembang, Sumsel.
Pasalnya, pihak kampus dinilai tidak tegas dan terkesan lamban dalam menangani kasus yang melibatkan lebih dari 10 mahasiswa aktif di lingkungan kampusnya.
Kepala Tim Khusus Investigasi sekaligus Wakil Dekan III Fisip UIN Raden Fatah Kun Budianto mengatakan bahwa saat ini pihaknya masih mengumpulkan bukti-bukti terkait pelanggaran yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut.
“Jadi kami belum bisa mejelaskan secara menyeluruh, karena kami baru membentuk tim untuk mencari fakta yang ada. Jika memang terbukti terjadi kekerasan di dalam kegiatan tersebut, jelas pihak UIN tidak akan tinggal diam," kata Kun pada Selasa, (4/10/22) lalu.
Namun hingga saat ini, hal tersebut belum terlihat dari sikap dan langkah dari Rektor UIN Raden Fatah Palembang, Nyayu Khodijah setiap kali ditemui oleh awak media.
Dalam konferensi pers beberapa waktu lalu, Nyayu Khodijah mengungkapkan bahwa pihaknya masih harus melanjutkan investigasi terkait kasus tersebut.
“Proses penyelidikan dari tim investigasi khusus kita masih akan terus dilakukan, kali ini kita akan menelusuri lebih dalam motifnya seperti apa dan akan memeriksa pembina UKMK Litbang sejauh apa beliau melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembina,” tambah Prof Nyayu pada Kamis, (6/10/22).
Terkait kedatangan tim kuasa hukum ALP ke Ombudsman, Nyayu Khodijah saat dimintai tanggapan menilai bawa langkah tersebut merupakan langkah yang tidak tepat.
“Menurut saya langkah tersebut sangat tidak tepat, karena dalam kasus tersebut pihak kampus ataupun rektor sendiri tidak terlibat,” kata Nyayu saat dikonfirmasi via Telepon pada Rabu, (12/10/22).
Ia menjelaskan bahwa kasus perselisihan tersebut merupakan kasus yang terjadi antar mahasiswa yang terlibat dalam salah satu UKMK saja.
“Pihak kampus juga beberapa kali mengundang ALP bersama orang tuanya untuk bisa bertemu, kita ingin menawarkan bantuan baik kemudahan dalam menjalani pendidikan maupun bantuan lainnya tapi memang belum di respon,” tambahnya.
Oleh sebab itu, dirinya berharap agar permasalahan ini bisa diselesaikan secara damai dan tidak kembali diperdebatkan.
“Karena proses pengadilan pasti akan banyak menyita energi dan waktu. Sementara, baik korban maupun pelaku adalah mahasiswa yang tentunya harus lebih konsentrasi pada perkuliahan mereka, tapi tentu ini kembali lagi ke pihak korban,” tutupnya.
Kontributor: Siti Umnah