Praktik Plonco Kerap Terjadi di Sumsel, Kriminolog: Karaktek Sok Preman Jangan Terbudaya

Saat ini korban harus dilakukan pendampingan karena mental korban yang saat ini perlu menjadi perhatian.

Tasmalinda
Selasa, 04 Oktober 2022 | 13:23 WIB
Praktik Plonco Kerap Terjadi di Sumsel, Kriminolog: Karaktek Sok Preman Jangan Terbudaya
Ilustrasi penganiayaan mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang. [Antara]

SuaraSumsel.id - Praktek plonco disertai penganiayaan dan pengeroyokan di Sumatera Selatan (Sumsel) masih diterjadi. Belum lama ini, masyarakat Sumsel dibuat geram dengan kasus penganiayaan dan pengeroyokan mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang, Sumsel.

Hal ini menurut Kriminolog Universitas Sriwijaya, Universitas Sriwijaya (Unsri) Isma Achmad adanya karakter premanisma di kalangan mahasiswa yang "terbudaya".  Menurut ia, karakter ‘sok preman’ antara senior ke junior sudah kadaluwarsa.

Penganiayaan atau pengeroyokan merupakan tindak pidana diatur dalam Pasal 351 KUHP dan tindak pidana pengeroyokan diatur dalam Pasal 170 KUHP yang bukan merupakan delik aduan.

“Sehingga tanpa adanya aduan dari korban pun, para pelaku tetap dapat diproses secara hukum menurut ketentuan dalam KUHAP,” kata Isma saat dimintai konfirmasi melalui WhatsApp pada Selasa, (4/10/22).

Baca Juga:Cuaca Sumsel Hari Ini: Pada Siang Hingga Malam, Sejumlah Wilayah Ini Berpotensi Hujan Lebat

Dia mengatakan pada kasus tersebut sebetulnya ada upaya restorative justice di kepolisian, pihak kepolisian memiliki karakteristik dan pertimbangan khusus dalam menangani kasus tersebut.

“Apakah kasus yang terjadi di UIN bisa diselesaikan secara restorative justice. Pihak kepolisian bisa saja memberlakukan restorative justice selama syarat formil dan materill terpenuhi,” tambah Isma.

Meski demikian, restorative justice tidak bisa dipenuhi jika tidak tercapai kesepakatan antara korban, pelaku dan keluarga korban atau pelaku.

“Menurut saya, ada beberapa kondisi fatal dari kasus UIN tersebut yakni, oknum lebih dari 2 orang (penyertaan), tidak adanya izin kampus atas kegiatan (ilegal), korban mengalami luka bathin sehingga mengganggu fisik, mental dan psikis korban,” lanjutnya.

Dalam hal ini dikatakan Isma bahwa pihak kampus harus berbenah dan menyarankan agar pimpinan yang khusus menangani bidang kemahasiswaan harus lebih peduli dan melakukan perbaikan.

Baca Juga:1000 Lilin Suporter Sriwijaya FC, Sumsel Gelar Doa Bersama Tragedi Stadion Kanjuruhan

“Kalau tidak ada izin kenapa kegiatan bisa diselenggarakan? Artinya ada tahapan yang menjadi cela bagi mahasiswa sehingga pimpinan abai dengan kegiatan tersebut,” tegasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini