Pidato Berapi-api Sukarno pada Rapat Raksasa di Palembang 1960, Menerangkan Konsep Bernegara Manipol Usdek

Sosok Soekarno dan kota Palembang memang tidak bisa dilepaskan, Soekarno punya catatan sejarah besar di Palembang, Sumatera Selatan.

Tasmalinda
Selasa, 07 Juni 2022 | 08:13 WIB
Pidato Berapi-api Sukarno pada Rapat Raksasa di Palembang 1960, Menerangkan Konsep Bernegara Manipol Usdek
Presiden Soekarno. Kenangan Sukarno di Sumsel: Pidato Berapi-api pada Rapat Raksasa di Palembang, Berbicara Konsep Manipol dan Usdek [Instagram/bungkarno_]

Kegiatan utama menghadiri rapat akbar terbuka yang berlangsung di lapangan kantor Pemerintahan Dearah Swastrantra tingkat I. Dalam rapat akbar tersebut ia berpidato berapi-api mengenai konsep bernegara manipol dan usdek.

Sebuah konsep dasar bernegara, yang merupakan akronim dari manifestasi Politik Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian bangsa Indonesia.

Dalam bukunya Venesia dari Timur, Dedi Irwanto Muhammad Santun, membahas hal tersebut. Tidak hanya di rapat raksasa, malam harinya di gedung olahraga, pidato manipol dan usdek kembali diulang.

Masyarakat hadir meneriakkan dukungan,"Terus pak, tambah lagi pak!".

Baca Juga:Prakiraan Cuaca Sumsel Hari Ini, Palembang Bakal Hujan di Malam Hari

Di momen kunjungan ini pula, Soekarno meresmikan Universitas Sriwijaya atau Unsri yang diharapkan mewujudkan pendidikan ilmiah dengan konsep bernegara tersebut.

Gubernur Sumsel Ahmad Bastari pun menyebut pidato ideologi Sukarno itu berkat menjadi "the beginning of the biginning". Adapun seruan Sukarno pada masyarakat Palembang, mengenai manipol usdek adalah cita-cita.

"Mau menjadi bangsa yang kuat, bangsa yang besar, mau masyarakat Indonesia yang adil dan makmur,".

Hal menarik lainnya dalam konjungan ideologi Sukarno di Palembang ini, yakni mengarungi Sungai Musi, dari Sungai Lais sampai ke Benteng Kuto Besak atau BKB.

Iring-iringannya melibatkan 400 perahu tempel, sekaligus Sukarno memastikan lokasi utama pembangunan jembatan Ampera tersebut. Semacam restu politik atas pembangunan infrastuktur raksasa pada masa itu.

Baca Juga:Kualitas Air Rendah, Sungai di Sumsel Tercemar Industri Pertambangan

Hanya berselang dua tahun, 1962, Sukarno kembali ke Palembang memastikan pemasangan tiang pancang bangunan mewah tersebut terlaksana.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak